Chap 08

913 92 6
                                    

Dengan tenang Shingo-san membukakan pintunya, dan masuklah wanita itu ke dalam ruangan Shingo-san.

Wanita itu menatapku dengan sangat sinis dan aku segera melangkahkan kakiku untuk menuju meja kerjaku.

"Apa yang kalian berdua lakukan?" Tanya wanita itu dan aku merasa terkejut dan menolehkan ke arah Shingo-san.

"Kembalilah ke meja mu." Seru Shingo kepada Rama.

Dan aku hanya menundukkan kepala dan kembali berjalan serta melewati Sato-san tanpa menyapanya.

"Sato, maaf sudah merepotkan mu." Seru Shingo kepada Sato, dan Sato pergi meninggalkan mereka berdua dengan menutup pintu ruangan Shingo.

"Katakan padaku, apa yang kau lakukan dengan pria tadi?!" Tanya wanita itu kembali.

"Hanya sedikit membahas soal kerjaan, karena dia anak baru disini." Jawab Shingo dan ia merasa enggan untuk menanggapi wanita itu.

"Jika hanya membahas kerjaan, kenapa kau mengunci pintu!?"

"Miwa, aku tidak suka kau mencampuri urusan pribadiku. Ingat, kita menikah dan melakukan perjanjian untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing masing.

Jika karena bukan kakek menjodohkan ku dengan mu, aku tidak akan pernah mau menikahimu."

Dan benar dugaan Rama tadi, bahwa wanita yang datang itu adalah Miwa, istri dari Shingo.

"Apa kau lupa dengan balas dendam terhadap ayahmu itu? Hanya aku yang bisa membantumu, jadi kau harus bersikap baik padaku.

Apa pria itu pacarmu yang saat berada di Amerika? Itu sebabnya kau mengunci pintu dan tidak mau mengatakan apa pun padaku."

Shingo hanya diam tidak menjawab apa pun dan itu membuat Miwa geram hingga ia pergi dari kantor Shingo.

Ketika Miwa hendak pergi, aku berpapasan dengannya dan ia terus memandangi ku dari atas hingga ke bawah. Bahkan sapa ku saja tidak balas olehnya.

"Ciih..." Miwa pergi begitu saja.

Saat jam makan siang, aku pergi ke caffe yang berada di sebrang kantor. Aku pergi seorang diri, dan tak lama kemudian Sato-san datang menghampiriku.

"Tidak apa kan kalau aku duduk disini?" Tanya Sato.

"Silahkan." Seru ku.

Tidak ada percakapan di antara kita untuk sesaat, lalu aku bertanya kepada Sato-san. "Hari ini tidak makan siang dengan bos?"

Setelah menelan makanannya Sato menjawab, "Tidak, hari ini dia ada urusan dengan istrinya. Dia sudah pergi sekitar jam 11 tadi.

Aku bisa panggil kau Rama kan? Dan kau bisa panggil aku Toma seperti Shingo."

"Eum baiklah..."

"Apa kau punya pacar?" Tanya Sato dengan mendadak hingga membuat ku tersedak minuman yang sedang ku minum.

"Cough cough..."

"Makanya kalau minum itu pelan pelan." Ujar Sato dengan memberikan ku tisu.

"Makasih... Ku rasa aku punya pacar." Jawabku.

"Kenapa kau nampak ragu jika kau mempunyainya? Tenang saja aku sudah tau kalau kau gay, dan aku juga sama sepertimu."

"Sato-san... Ah maaf maksudku, Toma-san. Kenapa kau bisa berkata terus terang seperti itu kalau kau gay?"

"Kenapa tidak? Aku mengatakan itu kepadamu yang sama sama gay denganku."

"Ah baiklah...."

"Lalu kenapa kau ragu?"

"Well... Karena ada suatu masalah di antara kita, aku jadi ragu dengan status hubungan kami."

"Aku jadi penasaran denganmu, boleh aku minta nomer ponselmu? Aku ingin tau orang seperti apa kamu itu."

Sejujurnya aku tidak ingin memberikan nomer ponselku pada Toma-san, karena dia nampak mencurigakan bagiku.

Tapi aku tidak bisa kalau tidak memberikannya, karena kita rekan kerja.

"Eum.. Baiklah, ini nomer ku..."

Kita pun bertukar nomer ponsel dan kembali ke kantor bersama.

Lalu tiba waktunya untuk pulang kerja, di saat aku sedang menunggu bus di halte datang sebuah mobil dan mobil itu menyalakan klakson mobilnya.

"Tin... Tin... Tin..."

Aku melihat kanan dan kiriku, dan hanya ada aku seorang disini. Tapi siapa yang membawa mobil tersebut? Aku merasa tidak punya teman di tanah kelahiran ku ini.

Lalu siapa orang itu?

Dan pemilik dari mobil tersebut menurunkan kaca mobilnya.

"Toma-san?" Ujarku.

"Ayo naik, akan ku antar kau pulang." Seru Sato yang kini di panggil Toma oleh Rama.

Aku langsung naik ke mobilnya Toma-san dan ketika aku menutup pintu, Toma-san langsung memasangkan sabuk pengaman kepada ku hingga membuat ku terkejut dengan apa yang di lakukannya ini tanpa permisi.

"Sudah terpasang." Seru Toma.

"Terima kasih banyak."

Sepanjang perjalanan aku hanya diam saja karena tidak tau harus berkata apa dengan Toma-san, karena kita tidak begitu akrab.

"Dengan siapa kau tinggal di rumah?" Tanya Toma.

"Aku hanya tinggal sendiri." Jawabku.

"Benarkah? Lalu dimana orang tua mu tinggal?"

Aku diam sesaat sebelum menjawabnya, "Aku tidak tau dimana mereka tinggal sekarang."

"Anak macam apa kau itu, bagaimana bisa kau tidak tau dimana orang tua mu tinggal." Ledek Toma dengan terkekeh.

Namun aku hanya diam dan menunjukkan wajah sedih, Toma-san menyadari akan hal itu dan merasa tidak enak hati denganku.

"Rama... Bisakah aku berkunjung ke rumah mu?" Tanya Toma.

"Boleh, tapi maaf jika rumahku sedikit berantakan."

Sesampainya di rumah....

"Silahkan masuk Toma-san, rumahku kecil jadi buatlah dirimu nyaman. Silahkan duduk dimana pun kau mau, aku akan ambilkan minum."

Apartment yang ku sewa memanglah kecil, dan Toma-san ia duduk di sofa pada ruang tengah yang merupakan ruang santai untuk menonton televisi.

"Toma-san aku punya minuman kaleng, ada bir, jus dan cola, mana yang kau mau?" Tanya ku.

"Aku ingin minum bir, tapi kalau aku mabuk akan membahayakan diri karena aku membawa mobil." Ucap Toma yang sedang berpikir.

"Waktu itu saja Toma-san tidak masalah dengan membawa mobil, padahal kau minum lebih banyak dari Shingo-san." Ucapku dengan datar.

"Hahaha itu benar, sebenarnya toleransi ku terhadap alkohol sangatlah tinggi. Apa kau ingin minum bir Rama? Kalau iya, berikan aku bir juga."

Aku pun menghampiri Toma-san dengan membawa empat kaleng bir.

"Rama, kau bilang kalau rumahmu sedikit berantakan. Tapi apa yang ku lihat, rumah mu sangatlah rapi. Karena terlalu rapi aku bahkan tidak dapat melihat benda apa pun disini." Seru Toma dan ia membuka satu kaleng bir nya.

Aku pun ikut membuka dan meneguk bir itu lalu berkata, "Aku tidak suka memiliki suatu benda. Terlebih lagi ini bukan rumah milikku sendiri.

Akan sulit bagiku kalau aku harus pindah ke suatu tempat dengan membawa benda benda yang hanya akan membuatku sibuk mengurusinya."

Berbagai hal kita bicarakan, empat kaleng yang ku bawakan telah habis bahkan aku mengambilnya lagi dari kulkas.

Semua bir aku keluarkan dan ku taruh di meja untuk menemani kami mengobrol. Saat ini yang ku rasa, aku dan Toma-san sudah nampak dekat. Kita juga tertawa bersama sama.

"Jadi bisakah kau ceritakan padaku, semua hal tentang mu. Aku ingin tau kamu lebih banyak, dan juga soal pacar mu yang membuatmu slalu gundah." Ucap Toma kepada Rama, dan kini Rama tengah mabuk sementara Toma sama sekali tidak mabuk.

Fight for Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang