Chap 06

999 102 0
                                    

Shingo-san dan Sato-san masih memperdebatkan hal ini dan membuatku semakin tidak nyaman...

"Emm... Maaf, bisakah kalian berdua pergi dari meja ku jika kalian masih ingin berdebat? Aku masih memiliki kerjaan yang harus ku kerjakan." Seruku.

"Huh, kau tidak akan makan siang? Ini sudah waktunya kan? Itu sebabnya aku kesini untuk mengajakmu makan bersama sayang..." Ucap Shingo.

"Sa-sayang? Bisakah anda berhenti memanggilku sayang, bos?!" Ketusku.

"Mana mungkin bisa, kau kan pacarku."

"Plaaak..." Sato-san memukul kepalanya Shingo-san.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau memukulku?!" Keluh Shingo kepada Sato.

"Kau hanya membuat anak baru ini tidak nyaman kerja di perusahaanmu. Ayo pergi..." Ujar Sato dengan menarik Shingo keluar dari meja kerja ku.

"Akhirnya tenang..." Gumamku.

"Tapi Sato-san berani sekali memukul kepalanya bos? Apa dia tidak takut di pecat?" Lanjutku yang rupanya di dengar oleh Ana.

"Mungkin kau tidak tau, mereka berdua sudah berteman sangat lama. Isu yang ku dengar katanya mereka kerabat jauh, mungkin itu sebabnya Sato-san begitu berani bertindak kepada bos." Tutur Ana menjelaskan.

"Seperti itu ya? Pantas saja mereka nampak dekat dan akrab."

Satu bulan tlah berlalu sejak aku bekerja disini, dan entah apa yang membuatku mampu bertahan disini.

Padahal setiap harinya Shingo-san slalu melecehkan ku. Tidak perduli ada karyawan lainnya, dia sering kali memukul atau meraba pantat ku.

Seperti saat ini, ketika aku sedang mengambil minum di pantry entah sejak kapan dia sudah berada di belakang ku dengan tangannya yang terus meraba pantatku hingga membuatku kesal.

"BOS! TOLONG HENTIKAN INI!" Seru ku kesal.

"Kau lagi... Apa yang kau pikirkan hah? Setiap hari slalu melecehkan bawahan mu yang satu ini, kau itu bukan gay tapi apa yang kau lakukan?" Seru Sato yang masuk ke dalam pantry tepat di belakangnya Shingo-san.

"Oh Toma... Kau lihat Rama ini, berapa kali kau lihat dia slalu terlihat imut bukan? Keimutannya mengalahkan seluruh wanita yang ada di dunia ini." Ujar Shingo.

"Aku akui dia memang imut, lalu apa hubungannya dengan kau yang slalu meraba pantatnya? Apa kau mencoba untuk menjadi gay?"

"Jika itu dengan Rama, aku bisa melakukannya. Tapi kalau dengan pria lain tentu saja aku tidak bisa, iya kan Rama?" Ucap Shingo dengan mengedipkan sebelah matanya kepada Rama.

"Ma-maaf, aku haru keluar sekarang." Seru ku dan aku harus melewati di antara mereka berdua untuk keluar dari pantry ini.

Dan saat aku melewati mereka, Shingo-san mendekatkan dirinya kepadaku dan "huuufff..." Shingo-san meniup telinga ku hingga membuatku merinding dan tanpa sengaja aku berdesah, "Haaah..."

Segera aku menutup mulutku dengan kedua tangan, dengan wajah yang memerah karena malu aku pun berlari menuju toilet.

Percaya atau tidak, dengan sebelumnya Shingo-san yang meraba pantatku dan sedikit meremasnya, lalu meniup telingaku, itu membuat juniorku menegang.

"Shingo sialan... Apa yang dia pikirkan sih? Dia tau kelemahanku, lalu kenapa dia lakukan itu di kantor? Bahkan ada Sato-san disana.

Aku yang sedang di kejar deadline harus mengurusi ini dulu. Akan ku bunuh dia nanti saat kita berdua!"

Lalu aku pun melakukan hand job untuk membuat aku segera cum, aku mengigit dasi agar tidak terlalu memgeluarkan desahan.

Setelah aku cum aku pun kembali ke meja kerja ku. Dan kembali dengan mengerjakan kerjaan ku yang sudah di kejar oleh waktu.

"Kau belum selesai juga Rama?" Tanya Ana.

"Sedikit lagi aku akan selesai, kau sudah mau pulang?" Tanya balik ku.

"Iya. Kalau kau belum selesai berarti kau tidak bisa ikut dengan kita semua makan makan dong?" Ana menunjukkan raut wajahnya yang sedih.

"Maafkan aku Ana, mungkin lain kali aku akan ikut kalian."

"Baiklah kalau begitu, semangat kerjanya."

"Un... Bersenang senanglah."

Ana dan rekan kerja dari bagian kami pergi untuk makan makan ke sebuah restaurant karena hari ini merupakan hari dimana kita mendapatkan gaji.

Tapi karena pekerjaan ku belum usai, aku tidak bisa ikut dengan mereka. Dan malam tlah tiba, pekerjaan ku tlah usai bahkan aku mengecek kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan satu pun.

Aku pun berjalan menuju lift, dan tidak ku sangka Shingo-san dan juga Sato-san berada di depan lift dan sedang menanti lift tiba.

Niat ku ingin segera mengumpat dan membiarkan mereka pergi lebih dulu, karena aku tidak mau bertemu dengan Shingo-san.

Tapi Sato-san melihatku dan menyapa, mau tidak mau aku harus turun bersama dengan mereka.

Begitu kita sudah berada di depan pintu masuk kantor ini, aku berkata... "Aku akan pulang duluan, selamat malam."

"Eits... Kau mau kemana? Sudah ku katakan tadi, kau harus ikut kami makan malam Oguri Rama." Seru Shingo dengan tersenyum jahat.

"Ta-tapi... Aku harus segera pulang bos, eem itu... Baru saja adik ku menghubungiku kalau dia sudah menungguku di rumah." Ujar ku dengan memberi alasan palsu.

Mata Shingo-san menatapku curiga dan ia berkata, "Oh adik ya? Aku tidak pernah tau kalau kau memiliki adik. Bukan kah kau itu anak tunggal?

Apa kau lupa pernah mengatakan itu padaku dulu, Rama? Selain itu, sejak tadi aku tidak melihatmu mengeluarkan ponsel."

"Sudahlah Shingo, mungkin Rama ingin cepat pulang. Kau tidak bisa memaksa anak buah mu seenaknya saja." Saut Sato.

"Aku tidak memaksanya kok, benar kan Rama? Jadi, kau akan ikut kan?" Ucap Shingo-san yang tidak bisa ku lawan.

Aku pun mengikuti mereka berdua menuju caffe untuk makan malam.

Sementara itu Shingo-san tertawa puas menceritakannya kepada Sato-san tentang wajahku tadi yang telah kalah dengan bujukannya.

"Kau lihat kan seperti apa wajahnya tadi? Sangat lucu bukan? Mau seperti apa pun expresinya, Rama tetaplah imut." Seru Shingo.

"Terlebih lagi, aku tidak akan pernah bisa melupakan raut wajahnya yang nampak sangat khawatir tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi dia masih setia menanti ku, dia memberi semangat ke padaku, bahkan dia menunjukkan kesedihan yang mendalam seakan mengerti apa yang sedang ku rasakan.

Dia ikut terluka karena ku, ini pertama kalinya dalam hidupku ada seseorang yang bersikap seperti itu kepadaku. Rasanya sampai kapan pun, aku tidak akan pernah mau untuk melepaskannya.

Jika aku di suruh pilih antara harta dan dirinya, dengan tegas akan ku katakan jika aku akan memilihnya." Ujar Shingo-san yang sepertinya sudah mabuk.

Sementara itu, sejak awal Shingo-san menertawakan ku. Aku pergi menuju toilet, sehingga aku tidak tau dengan hal apa yang ia ceritakan kepada Sato-san.

Di saat aku kembali, aku mendengar sebuah pertanyaan dari Sato-san yang ia lontarkan kepada Shingo-san.

"Apa kau kenal dengan Rama sebelum dia kerja di kantor mu? Apa hubungan kalian? Dan, apakah Rama itu gay?"

Fight for Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang