Chap 12

794 94 2
                                    

Saat ini aku tidak fokus melakukan pekerjaan, kepala ku semakin sakit dan aku tidak bisa menepis pikiran pikiran yang datang dalam benakku.

Aku memutuskan untuk pergi ke pantry untuk membuat teh panas, aku berpikir mungkin dengan meminum teh panas akan membuat sakit di kepala ku berkurang.

Belum jauh aku berjalan dari meja ku, terdengar suara langkah kaki yang dapat ku tebak bahwa itu wanita.

Karena suara yang terdengar seperti suara heels dari sepatu seorang wanita.

Lalu langkah ku terhenti ketika seseorang yang sedang berjalan itu berhenti tepat di hadapanku.
Aku pun menaikkan pandangan ku untuk melihat siapa wanita ini.

Tidak pernah ku duga ketika aku melihat siapa dia, rupanya dia Miwa istri dari Shingo-san.

"Apa ada yang bisa saya bantu, nyonya?" Tanya ku yang berusaha menekan rasa ketakutanku.

"Aku tau kau itu siapa, dan jangan pernah kau bermimpi untuk bisa mendapatkan suami ku.

Kau tidak tau apa pun tentangnya, dan hanya aku yang bisa membantu Shingo untuk terlepas dari segala masalahnya dan membuatnya di akui oleh ayahnya."

"........." Aku tidak tau harus menjawab apa, karena memang benar aku tidak tau banyak tentang masalah Shingo-san selain ayahnya yang tidak mau mengakuinya.

"Dasar jalang, apa kau hanya bisa membuka kaki mu kepada suami orang? Kau hanya perusak hubungan di antara kami, enyahlah kau." Lanjut kembali Miwa.

Miwa pergi meninggalkan kantor sementara aku masih terbujur kaku. Kepala ku semakin sakit, dadaku terasa sesak dan membuatku sulit untuk bernafas.

Bayangan di masa lalu dimana ke dua orang tua ku berselingkuh dan mengabaikan ku, bahkan aku menjadi sasaran dari selingkuhan mereka kembali menghantui dengan sangat jelas.

Dan seketika Rama terjatuh tak sadarkan diri. Hingga akhirnya teman kerjanya yang kembali datang setelah makan siang melihat Rama yang tergelatak tak sadarkan diri.

Ana dengan paniknya segera menghubungi ambulance. Dan yang lainnya berusaha untuk membangunkan Rama namun tidak ada respon apa pun.

Sementara itu Shingo dan Toma berjalan kembali ke ruangan mereka masing masing.

Shingo yang melihat karyawannya pada berkumpul segera menghampiri mereka.

"Ada apa kalian berkumpul seperti ini?" Tanya Shingo.

"Rama pingsan bos." Jawab Ana yang terlihat sedih.

Terkejut dan juga cemas, Shingo meminta mereka untuk berhenti berkumpul di hadapannya Rama agar dia dapat udara.

Shingo menepuk lembut pipi Rama dan memanggilnya agar terbangun, namun tak juga Rama terbangun.

"Ambulance, apa kalian sudah menghubungi ambulance?" Tanya Shingo panik.

"Sudah, sebentar lagi mereka pasti sampai." Jawab Ana.

"Permisi siapa tadi yang memesan ambulance?" Ucap seseorang yang datang membawa tandu dan juga bersama orang lain.

"Disini pak disini...."

Rama segera di bawa menuju ambulance dengan tandu tersebut, dan Shingo mengikutinya.

Sesampainya di rumah sakit Rama segera di rawat oleh seorang dokter. Dan Shingo sedang menantinya.

Begitu dokter itu keluar, Shingo segera menghampiri dan bertanya tanya tentang keadaan Rama dengan sangat cemas.

"Tidak apa pak, pasien juga sudah sadar. Dia hanya terlalu banyak pikiran, dan... Ya tidak ada yang buruk pada dirinya." Ucap dokter tersebut.

Lalu Shingo segera masuk ke ruangan Rama, ia melihat Rama yang masih berbaring dengan membuka kedua matanya.

Shingo langsung memeluknya dengan erat dan berkata, "Kau membuatku takut, syukurlah kau tidak apa apa. Dokter bilang kalau kau terlalu banyak pikiran, memangnya apa saja yang kau pikirkan itu? Sampai kau pingsan seperti tadi?"

"Aku terlalu banyak memikirkan mu Shingo-san hehehe...."

"Jangan bercanda Rama, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda." Ucap Shingo dengan melepaskan pelukannya.

"Aku tidak bercanda, aku terlalu memikirkan mu Shingo-san. Karena aku merasa aku tidak tau apa apa tentang mu.

Yang aku tau hanyalah, ayahmu yang tidak mengakui mu dan kau sedang proses perceraian dengan istrimu. Selebihnya aku tidak tau, tapi kau berkata akan menceritakannya pada ku semuanya.

Tapi aku tidak pernah tau kapan waktu itu akan tiba, atau mungkin tidak akan pernah tiba.

Aku pun juga bertanya tanya, kenapa sampai saat ini kalian tidak bisa juga bercerai?

Atau mungkin itu hanyalah omong kosong mu saja, yang sebenarnya kau tidak bisa melepaskannya. Dan menunggu waktu hingga aku yang melepaskan dirimu seutuhnya.

Aku juga berpikir, mungkin kah keputusan ku untuk datang kesini merupakan suatu kesalahan? Mungkin lebih baik aku tidak pernah meninggalkan Amerika dan menganggap hubungan kita benar benar tlah berakhir.

Mungkin sebaiknya kita memang harus berpisah Shingo-san, dan aku akan pergi ke Amerika. Bahkan di tanah kelahiranku ini tidak ada seorang pun yang menginginkan kehadiranku."

"Jangan berkata seperti itu, aku slalu menginginkan mu Rama. Aku tidak mau berpisah dengan mu.
Dan proses perceraian dengan Miwa itu benar adanya, hanya saja ada suatu masalah yang membuatku sulit untuk bercerai dengannya saat ini."

"Masalah apa itu?"

"Maaf aku tidak bisa menceritakannya pada mu sekarang."

Aku kesal mendengar hal itu lagi, seakan dia tidak bisa mempercayai ku. Aku juga kesal karena aku tidak bisa membuatnya bergantung padaku.

"Pergi... Pergi dari sini, aku merasa muak dengan diriku yang tidak bisa menjadikan aku sebagai tempat sandaran mu.

Aku benci dengan kamu, yang tidak bisa mempercayaiku untuk menceritakan masalah mu padaku.

Pergilah, aku tidak mau melihat mu lagi Shingo-san. Dan ayo akhiri hubungan ini, aku lelah slalu seperti ini."

"Aku tidak mau kita berakhir."

"KALAU BEGITU KATAKAN PADAKU APA MASALAHMU KALAU KAU TIDAK INGIN KITA BERAKHIR! Apa sulitnya untuk bercerita padaku? Aku juga ingin tau masalahmu, agar aku bisa tetap bertahan denganmu.

Apa menurutmu ini mudah? Menunggu dan slalu menunggu mu? Aku menunggu suami orang untuk bercerai tanpa aku tau hal apa yang terjadi padamu?

Kau juga tidak mengertikan bagaimana orang orang akan menghina ku ketika mereka tau kalau aku perusak rumah tangga orang lain?

Apa sesulit itu untuk percaya dengan ku, Shingo-san?"

"Maafkan aku, bukan maksudku untuk tidak percaya denganmu. Aku sungguh percaya denganmu, hanya saja aku tidak bisa menceritakannya padamu untuk saat ini."

"Kalau begitu pergilah, jangan pernah temui aku lagi."

"Tapi Rama, aku masih mencemaskan keadaan mu. Aku akan tetap disini dan mengantar mu pulang."

"PERGI! PERGI DARI SINI! AKU TIDAK INGIN MELIHAT MU LAGI SHINGO!"

"Maafkan aku Rama, baiklah aku akan pergi. Hubungi aku saat kau ingin pulang ke rumah."

Aku tidak mengatakan apa pun, ketika dia keluar air mata ku jatuh berguguran. Aku menangis tanpa bersuara.

Mungkin diri ini sudah lelah menjalani kehidupan cinta bersamanya.
Aku juga berpikir bahwa mungkin aku tidak akan pernah bisa menjadi nomer satu baginya.

Aku tau itu dan aku sadar, karena pada kenyataannya aku hanyalah orang ke dua dalam hidupnya.

Tidak mungkin akan terwujud harapan ku yang akan menjadi nomer satu baginya.
Aku lelah dan ingin mengakhiri ini, seperti sebelumnya yang ku anggap tlah berakhir.

Tapi Shingo-san slalu menahan ku, dia tidak mau melepaskan ku.
Lalu kenapa dia tidak bisa terbuka dengan ku? Aku ingin dia bergantung padaku.

"Shingo-san, apa sebenarnya kau mencintai ku?" Gumam ku di tengah sesaknya dada ini dan air mata yang tak henti berjatuhan.

Fight for Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang