Chap 14

814 92 0
                                    

Dengan serius aku mendengarkan apa yang di katakan oleh Toma-san, jadi ini lah yang sebenarnya terjadi.

Tapi kenapa terasa sulit baginya untuk bercerita kepada ku? Mungkin kah dengan menceritakannya padaku dia berpikir bahwa aku tidak bisa melakukan apa pun untuknya.

Sementara Miwa bisa membantunya, itu sebabnya dia tidak bisa bercerai. Karena Shingo-san butuh Miwa untuk melakukan balas dendamnya.

"Toma-san, apa yang di lakukan oleh Miwa untuk membantu Shingo-san?" Tanya ku.

"Aku tidak tau terlalu banyak soal itu, yang utama adalah uang. Dan juga Miwa bertaruh dengan perusahaan ayahnya untuk menyelamatkan Shingo.

Jika Shingo kalah, Shingo dapat bercerai dengan Miwa. Dan mungkin perusahaan ayahnya bisa terselamatkan meski tidak semuanya ku rasa." Jawab Toma.

"Aku tidak terlalu tau soal itu, jika aku memiliki uang banyak dan kekuasaan di atas perusahaan milik Shingo-san, apakah aku bisa menolongnya?

Tapi bagaimana caraku untuk menolongnya, sebenarnya balas dendam apa yang di inginkan olehnya?

Membunuh ayahnya? Jika memang itu, kenapa dia ingin di akui oleh ayahnya dan mengambil alih dari warisannya?"

"Aku juga tidak tau, yang jelas Shingo tidak akan membunuh ayahnya untuk membalas kematian ibunya.

Tapi mungkin, jika Shingo yang akan menerima semua warisan itu, dia dapat melengserkan ayah serta saudara tirinya yang bersengkokol dalam pembunuhan ibunya.

Jika hayalan mu itu dapat terwujud, kau bisa membantu Shingo untuk menghancurkan mereka semua karena koneksi mu yang lebih di atasnya."

"Toma-san, apa nama perusahaan yang di miliki Miwa?"

"Perusahaan Y."

"Lebih di atas mana dengan perusahaan Shingo?"

"Tentu saja perusahaan X milik Shingo."

"Lalu bagaimana dengan perusahaan K?"

"Jangan bercanda Rama, perusahaan K itu merupakan perusahaan nomer 1 di dunia. Tentu saja perusahaan K di atas perusahaan X."

"Aku mengerti."

"Apa ada lagi yang ingin kau tanyakan?"

"Tidak ada, jika saja aku bisa kembali ke rumah. Aku bisa mengatasi masalahnya dan membuatnya tetap berada di sisiku." Gumam ku pelan.

"Apa yang kau maksudkan itu? Kembali ke rumah? Dan mengatasi masalah? Masalah siapa yang kau maksudkan? Pacarmu? Atau Shingo?"

"Aku lelah Toma-san, aku ingin tidur."

"Baiklah, ayo aku antar kau pulang."

Sesampainya di rumah, Toma-san membaringkan ku di atas kasur dan ketika dia hendak mau pergi, aku meraih kakinya dan ku peluk sambil berkata.

"Jangan pergi, jangan tinggalkan aku lagi. Tetap disini, ku mohon. Aku merindukanmu..."

"Ini aku Toma bukan pacarmu, lepaskan kakimu."

"Tidak! Aku tidak mau sendirian lagi."

"Haaaah...." Toma menghela nafas panjang dan duduk di atas kasurku.

"Tidurlah, aku akan menemani mu sampai kau tertidur."

"Jangan pergi." Ucap ku dengan wajah memelas.

"Iya, aku tidak akan pergi."

Dan saat ini dalam penglihatan ku, Shingo-san nampak sangat sexy. Tubuh ku bergerak sendiri untuk mencium bibirnya dan melumatnya.

Hal ini tentu membuat Toma terkejut, tapi dia tidak melawannya. Justru Toma menerima ciuman Rama dan terlarut akan nikmat kelembutan ciuman Rama.

Toma terangsang dan juniornya sudah mengeras, dan Toma tidak bisa menahannya lagi sehingga Toma melepaskan baju yang Rama kenakan serta celananya dan membaringkan tubuhnya.

"Sayang ayo cepat masukkan, aku tidak sabar lagi." Seru ku dengan tangan yang mencoba melonggarkan lubang ku.

"Sial, kau sangat erotis. Ini permintaan mu, jadi jangan salahkan aku. Dan smoga kau dapat mengingat hal ini agar aku tidak kau salahkan." Ujar Toma yang mulai memasukkan juniornya ke dalam tubuh Rama yang kecil itu.

"Aah yaah di si...tu heumpp... Lagi, lebih cepat lagi. Haah aaah ah ngk..." Desah ku yang merasa sangat nikmat.

Toma terus menghantam pantat Rama dengan cepat dan memasukkannya lebih dalam lagi.

Rama menggeliat nikmat dan tidak bisa berkata apa apa lagi selain desahan desahannya yang sexy. Yang membuat Toma semakin menggila dan tidak dapat berhenti melakukannya.

Toma menekan ujung junior Rama dengan jarinya, melarang untuknya keluar. Karena Toma masih belum ingin keluar.

Tetapi sesaat Toma ingin keluar, Rama sudah tertidur akibat alkohol yang di minumnya.

Toma sedikit kesal, tapi tidak ada yang bisa di lakukannya selain melepaskan tangannya agar cairan Rama yang tertahan dapat keluar. Dan menyerang Rama lagi meski dia sudah tidur hingga dia dapat keluar.

Bukan kesukaan Toma yang menghajar orang yang sudah tidur, tapi dia merasa kena tanggung dengan yang di lakukannya, jadi benar benar tidak ada pilihan lain karena Toma ingin melihat wajah Rama yang sangat imut.

Setelah Toma keluar ia pun ikut berbaring di samping Rama dengan memeluknya serta wajahnya yang tersenyum puas.

"Kriiiing.... Kriiiiiiing.... Krrrriiiiiiiinnnnggg......." Bunyi alarm yang berada di meja samping kasur Rama.

Dengan berat Rama mencoba membuka kedua matanya, saat ia melihat ada tangan yang sedang memeluknya ia tersenyum.

"Aku kira aku sedang bermimpi, selamat pagi Shin...." Ucapku terhenti ketika melihat wajah yang sedang tertidur di sampingku ini.

'Bu-bukan Shingo-san. Tapiii....' Batin ku panik.

"Toma-san?" Seru ku dan Toma-san membuka kedua matanya.

"Kau sudah bangun Rama? Selamat pagi." Ucap Toma yang kemudian mengecup dahi ku.

"A-a-a-apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidur dengan ku lagi?"

Saat ini aku merasakan sesuatu yang lengket pada perut serta pantat ku. Selimut yang menutupi tubuhku segera aku buka, dan rupanya banyak cairan yang membasahi tubuhku.

"Haaa... Apa yang sudah ku lakukan?" Ucap ku kembali dengan merasa putus asa.

"Jangan salahkan aku ya, semalam kau yang memintanya." Seru Toma.

"Semalam? Bukan kah kita sedang minum di club?"

"Yeah, dan kau langsung mabuk di gelas pertama mu. Sudah ku suruh berhenti tapi kau masih saja meminumnya."

"Kau tau aku sedang mabuk, lalu kenapa kau meladeni ucapan ku kalau memang aku yang memintanya."

"Oh itu, karena aku juga mabuk." Seru Toma berbohong dengan membuang wajahnya ke arah lain.

"Shingo-san bilang padaku kalau kau peminum yang baik, dan kau tidak pernah mabuk sebanyak apa pun kau minum." Ketus ku.

"Shingo mengatakan hal itu padamu? Apa gunanya dia memberitaukan hal ini ke padamu?"

"Itu... Itu karena.... Oh ya Toma-san, apa kah semalam aku menyebutkan nama seseorang?"

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, selain itu aku juga ingin tau apakah aku memanggil nama Shingo-san atau tidak.

"Nama pacar mu? Tidak, sama sekali tidak. Kau hanya memanggil sayang dan itu pun satu kali."

"Haaahhh... Syukurlah kalau begitu."

"Kenapa kau selega itu? Hanya sebuah nama kan, memangnya kenapa kalau kau memanggil nama pacar mu saat kita bercinta?

Lagi pula aku tidak kenal dengan pacar mu, apa aku juga tidak boleh tau siapa nama nya?"

"Te-tentu saja kau tidak boleh tau satu hal pun tentang pacarku."

"Rama, kau membuat ku curiga."

Fight for Love (18+ / Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang