6

117 23 7
                                    


Hari Jumat sore hujan turun begitu deras. Sepertinya langit kala ini benar-benar bersedih. Dan—ah, aku tidak bawa payung. Bagaimana aku bisa menuju tempat parkir? Hujan-hujanan? Aku sudah 17 tahun. Sudah tidak patut berlari sana sini di bawah hujan.

Selain itu, aku bisa saja sakit. Padahal aku harus berlatih untuk turnamen, belajar untuk persiapan ujian masuk universitas, dan lain lain. Kesehatan tubuhku kini sangat penting.

Bicara soal 17 tahun, rasanya aku sudah pasrah soal mimpi itu. Memikirkan hal itu sungguh membuatku kalap sampai tidak mood untuk melakukan apapun. Sedangkan aku harus fokus untuk turnamen panahanku di Seoul minggu depan. Aku tidak boleh membuang waktuku untuk memikirkan sesuatu yang agaknya kurang penting, bukan?

Dari ruang ekskul panahan, aku berniat pergi ke ruang musik untuk bermain piano sambil menunggu hujannya reda. Selain itu, juga karena hanya di sekolah aku bisa bebas bermain musik tanpa takut akan ketahuan mama dan papa.

Udara dingin sangat terasa di koridor yang sepi. Aku berjalan sendirian, di tengah heningnya koridor. Loker besi berwarna abu-abu yang berjajar rapi seraya menyapaku.

Angin berhembus sangat kencang menerbangkan bagian jaket hitam adidas-ku yang tidak ku-retsleting.

Langkah kakiku terdengar menggema di lantai yang terbuat dari kayu itu. Aku berjalan santai sambil membawa gelas coklat panas di tangan kananku.

Di ujung koridor, terdapat ruang musik. Surga bagi para musisi sekolah. Apakah aku juga termasuk? Karena kenyataannya sampai sekarang aku tidak pernah menginjak lantai panggung—bahkan saat pensi sekolah. Ya Tuhan, aku sangat ingin mendapat embel embel musisi sekolah. Jika sudah memikirkan soal ini, tiba-tiba aku jadi iri sama Brian. Huh.

Namun, baru setengah koridor kulewati, aku mendengar dentingan piano. Sebuah lagu klasik yang sangat familiar di telingaku.

Chopin, Nocturne in C Sharp Minor.

Aku buru-buru menghampiri ruang musik yang ternyata pintunya terbuka lebar.

Langkah kakiku berhenti di ambang pintu saat kudapati punggung seorang gadis dengan rambut panjang dan jaket berwarna biru muda.

Kenapa rasanya tidak asing?

Seketika permainannya berhenti. Apakah dia menyadari keberadaanku?

Jantungku kini berdebar sangat cepat saat dia masih di tempatnya. Tak berkutik sama sekali.

"Selatan?"

clueless Where stories live. Discover now