18

18 2 0
                                    

Gadis itu masih merengek pada kedua orang tua angkatnya saat mereka bersikeras untuk tetap membawa masalah ini ke jalur hukum. Bukannya Dara tidak ingin menyuarakan keadilan, namun ia yakin sekali kalau keluarga Rara akan menghalalkan segala cara untuk menang. Dan Dara tidak mau orang tua mereka jadi punya image yang buruk.

"Nggak perlu, Mah. Aku nggak apa apa, kok. Tuh, udah membaik, kan?"

Wanita paruh baya itu berdecak, "nggak apa apa gimana sih, kak? Kamu sampe babak belur begitu masih mau bilang nggak apa apa?"

Dara hanya pasrah saat mendengar penolakan dari ibunya. Rasanya ia hanya bisa mengucapkan kata 'terserah' pada keadaan. Sampai seorang laki-laki mengetuk sopan pintu kamar rawat inapnya. Ia tahu jelas suara siapa dibalik sana. Ia tahu jelas siapa pemilik derap langkah kaki itu.

"Permisi,"

"Hai, Ethan. Kamu kok disini, nak? Nggak sekolah?"

"Sekolah kok, tapi tadi saya ijin buat jengukin Dara. Boleh kan, Tante?"

Ia tersenyum, "boleh, dong. Ayo silakan duduk. Tante mau keluar sebentar, titip Dara ya."

Selatan mengangguk, kemudian duduk di samping ranjang gadis itu. Mereka berdua sama sama diam. Tidak ada yang tahu bagaimana memulai obrolan saat ini.

Dara yang hanya terdiam dan Selatan yang justru sibuk memainkan ponselnya. Rasa bersalah kini menghinggapi mereka berdua, menghujam tanpa ampun.

"Than,"

Selatan menoleh. Ia menatap Dara yang jelas tidak menatapnya. Terkadang laki-laki itu ingin sekali bisa ditatap oleh gadis itu. Namun bagi Selatan, bisa bertemu dengan Dara saja sudah sangat bersyukur.

"Hm?"

Bibir Dara bergetar, ia hampir meluapkan tangisnya kembali namun kali ini tidak. Ia tidak mau terlihat lemah di depan Selatan.

"Hey? Kenapa? Dar?" tanya Selatan seraya memegang pundak gadis itu.

"Kita ini apa?"

"Maksud kamu?"

"Ya.. kita ini apa, sih? Kenapa kamu peduli sama aku? Kenapa kamu nggak malu deket deket aku?"

"Dara? Kamu kok ngomong gitu?"

"Aku nggak bisa lagi, Than."

Ethan menghela napasnya, kemudian perlahan menggenggam tangan mungil Dara yang terasa sangat dingin.

"Dara... Bagi aku status itu nggak penting, bagi aku yang penting kamu bisa bahagia. Paham?"

"Kamu pantes dapet yang lebih baik dari aku, Ethan."

Pertama kalinya dalam hidup Selatan Airlangga, seorang Andhara Danuardara memanggilnya dengan nama Ethan. Rasanya aneh. Ia tidak bahagia, justru hatinya terasa sesak.

"Dar, apa nggak bisa diomongin baik-baik? Kenapa tiba-tiba gini?"

"Kita emang nggak ditakdirkan buat bersama, harusnya aku paham itu dan nggak bikin kamu inget lagi sama aku kan hahaha. Kalo kayak gini ujungnya aku nyakitin kamu,"

Selatan menggeleng kuat, "Dara please kasih tau aku salah apa,"

"Kamu nggak salah, Ethan. Aku yang salah karena udah maksain keadaan."

"Terus mau kamu gimana?"

Dara menghela napasnya, 

"Kita harus selesai, Than."

clueless Where stories live. Discover now