13

51 12 5
                                    

"Ma, Ethan boleh nanya sesuatu?" tanyaku sambil mengaduk spaghetti carbonara-ku yang tinggal setengah porsi.

Mama mengangguk sebagai jawaban. Malam ini ia tampak lebih segar dari biasanya. Karena yang sering kulihat mama berpenampilan layaknya wanita karir dengan kantung mata yang tebalnya mengalahkan novel Harry Potter. Namun ia tetap cantik karena seminggu sekali nampaknya ia rajin pergi ke salon untuk merawat diri.

"Kenapa Mama sama Papa ngga pernah nyeritain soal kecelakaan itu?"

Papa tersedak mendengar pertanyaanku. Mukanya nampak merah karena kesakitan. Aku buru-buru menyodorkan segelas air mineral kepadanya. Duh, aku jadi merasa bersalah.

"Kamu tau dari mana soal itu, Nak?" jawab Papa mendahului Mama yang sudah hampir mengeluarkan kalimat.

Aku menjawab dengan ragu, "Ethan nemuin koran tahun 2011, dan beritanya soal kecelakaan itu. Btw, ini topik sensitif ya?"

Mama dan papa saling pandang. Sepertinya mereka bingung harus menjawab apa. Tapi mau tidak mau, sekarang mereka harus jujur kan? Karena aku sudah punya bukti yang konkrit akan kejadian itu. Mereka sudah tidak bisa kabur lagi dari kenyataan.

"Soal itu, agaknya kurang penting, Than. Makanya kami rasa ngga perlu kasih tau kamu. Toh nyatanya sampai sekarang kamu masih sehat sehat saja, kan?"

Apanya yang kurang penting? Setengah ingatanku hilang dan mereka bilang hal ini kurang penting?

"Dan soal amnesia. Kenapa aku bisa inget Ayah sama Ibu tapi ngga bisa inget Dara?"

"Ethan, stop. Kamu ngga perlu mikirin ini semua. Kamu harusnya mikirin masalah universitas, kan? Kemarin kamu gagal buat dapetin piagam di Seoul. Padahal kalo kamu menang, kamu bisa dengan gampang masuk kampus manapun yang kamu mau."

Papa tampak acuh tak acuh dan terus melanjutkan makan malamnya. Sedangkan nada bicara mama kini makin meninggi. Tapi aku tidak boleh menyerah untuk mengorek kebenaran.

"Ini penting kok buat aku. Dara kemarin cerita soal amnesia itu dan—"

"Dara siapa lagi? Temen kamu yang buta itu ya? Ngapain kamu temenan sama si tunanetra itu? Mama kira kamu cuma ngga becus dalam perlombaan aja, tapi ternyata kamu juga ngga becus dalam masalah mencari teman."

Papa yang sedang sibuk dengan makanannya kini melihat mama dengan tatapan tidak menyangka. Sama tidak menyangkanya denganku.

Siapa yang akan menyangka ucapan mama barusan meluncur dengan mudahnya dari mulut seorang ibu? Bukankah seharusnya ibu yang baik tidak mengucapkan hal itu? Bertahun-tahun aku selalu menuruti apa yang mereka mau dan aku tidak pernah gagal. Tapi sekali saja aku gagal, mereka berhasil membuatku merasa benar-benar tidak berguna. Terkadang hidup memang tidak adil.

Aku mengangguk sambil tersenyum kecut, kemudian pamit pergi ke kamarku. Aku tidak kuat jika harus terus melihat ekspersi menekan mereka. Selain itu, aku tidak mau jika harus kelepasan mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak dilontarkan anak pada orang tuanya.

Pintu kamarku yang sudah kukunci rapat kini diketuk pelan. Dengan berat hati aku beranjak dari ranjangku untuk membuka pintu. Papa dengan jaket andalannya berdiri di depanku sambil membawa plastik indoapril yang isinya dapat terlihat.

Beliau tersenyum padaku sambil menyodorkan plastik tersebut.

"Ini, diminum ya."

Aku mengangguk sambil membuka plastik tersebut yang menampakkan 3 buah susu kotak perisa coklat dari merk kesukaanku.

"Maafin Mama kamu, ya."

Setelah mengucapkan kalimat itu, papa pergi menuju kamarnya. Papa memang tidak bisa ditebak. Kadang papa akan bersifat sangat ambisius dengan pembawaannya yang ceria. Namun terkadang papa juga akan berfisat malu malu untuk mengungkapkan yang dia rasakan. Dan juga, selalu sabar menghadapi sifat mama yang kadang membuat orang lain ingin menampar wanita itu. Bahkan sepertinya papa rela melakukan apapun untuk mama, meskipun harus berenang menyebrangi samudera. Itukah yang dinamakan budak cinta?

Aku kembali masuk ke dalam kamarku. Duduk di atas ranjang sambil menikmati susu kotak pemberian papa. Aku masih bad mood pasal masalah di ruang makan tadi. Setidaknya sampai ponselku berdering.

Dewa is calling...

Iya, ada apa Tan?

Kok Tan? Yang namanya Ethan kan anda.

Sultan.

Astaga.
Oiya ini yang paling penting, Bang.

Apatuh?

Kak Dara belom balik sampe sekarang.
Lo bisa bantu gue cari dia?

clueless Where stories live. Discover now