15

73 14 10
                                    

Koridor kelas XII pada jam istirahat siang itu ramai oleh siswa siswi yang berkerumun di depan papan pengumuman. Sudah kuduga. Pasti Pak Doyoung menempelkan hasil ulangan matematika kemarin. Aku sebetulnya tidak begitu tertarik, namun aku harus memastikan aku lulus KKM.

"Ada apa, sih?"

Aku mengedikkan bahu pada Brian.

"Wah, gila. Udah ulangannya dadakan, nilainya dipajang pula. Ternyata bapak blasteran korea itu serem juga, ya."

Suara jeritan siswi yang melihat hasil nilainya terdengar di sana sini. Kulihat salah satu teman kelasku-Jihan tampak berkaca kaca setelah melihat papan pengumuman. Aku rasa, ulangan kali ini benar benar bencana bagi kami semua. Sontak, aku dan Brian langsung buru buru melihat nilai kami. Betapa terkejutnya aku saat aku melihat angka 6 pada kolom namaku. Namun sekaligus nilai tertinggi di angkatanku. Tertinggi saja 6, bagaimana nilai terendah? Baru pertama kali dalam hidupku aku tidak lulus KKM. Apa jadinya nanti reaksi mama saat mengetahui nilaiku?

Tanpa sadar, Brian di sampingku sudah lemas tak berdaya. Rupanya ia mendapat nilai 4. Wajahnya nampak pucat dan pasrah. Sebagai sahabat yang baik, aku merangkulnya dan menariknya ke arah kantin.

"Udah, Bri. Next ulangan pasti bisa dapet bagus, kok."

"Gila, Than. Bisa dicincang gue sama bokap kalo beliau tau."

"Yaudah, gausah dikasih tau aja."

"Oiya. Pinter lo emang."

Aku hanya tertawa kecil. Tapi perhatianku tersita oleh suara gaduh dari dalam gudang sekolah yang ruangannya terletak di samping toilet wanita. Dan sepertinya Brian pun sama. Sontak kami langsung berpandangan.

"Samperin?" tanya Brian.

Aku mengangguk yakin.

Diam diam, kami berdua mengendap agar si pembuat gaduh tidak menyadari keberadaan kami. Dari pintu gudang yang sedikit terbuka, aku melihat 3 anak perempuan sedang menyiksa seorang perempuan yang wajahnya tidak bisa kulihat karena terhalang oleh beberapa tumpukan kardus. Sial, aku terkejut saat tahu 1 dari 3 gadis itu adalah Rara. Brian hampir saja teriak saat tahu, tapi digagalkan oleh aku yang menutup mulutnya cepat cepat.

Sampai tumpukan kardus yang menutupi wajah gadis malang itu tidak sengaja ditendang oleh salah satu komplotan Rara, dan menampilkan wajah gadis yang pernah memberi pelukan hangatnya untukku. Dara.

Begitu sadar itu Dara, aku langsung mendobrak pintu gudang yang membuat Rara dan kawan kawannya terkejut melihatku dan Brian. Aku buru buru menolong Dara yang diam saja saat tubuhnya menjadi bahan amukan Yang Terhormat Raden Roro Ayudisa Dipa Laksana.

"Rara! Lo ngapain, sih?!"

Ia tersenyum picik, "Eh, kebetulan ada Ethan. Than, kamu lihat ni. Si buta ini udah aku kasih pelajaran." jawabnya sambil terkekeh. Psikopat memang.

"Pelajaran apa maksudnya, hah?!" aku masih bicara dengan nada tinggi karena sangat emosi.

"Loh? Bukannya dia udah ganjen dan gangguin kamu?"

"Maksud lo apa? Dara ngga pernah sama sekali ganjen dan gangguin hidup gue."

"Jelas jelas dia gangguin kamu, Ethan. Kalo aku ngga bisa dapet perhatian kamu, harusnya dia juga engga."

Brian yang nampak geram terhadap gebetannya juga menimpali, "Ra, kalo lo cemburu, ngga gini caranya. Kasian nama belakang lo harus kotor."

Gadis keraton yang mendengar ucapan Brian kini melihatnya sinis. Brian meneguk salivanya saat Rara berjalan mendekatinya.

"Oiya, lo juga, Biantara. Kalo gue ngga suka sama lo, yaudah dong. Lo ngga perlu nge love postingan instagram gue. Lo ngga perlu merhatiin kehidupan gue. Karena sampe kapanpun gue ngga akan suka balik sama lo. Dan satu lagi, jangan pernah ngaku ngaku kalo gue orang yang ada di mimpi 17 tahun lo. Karena itu semua ngga mungkin."

Gadis dengan mulut setajam silet itu kini pergi meninggalkan kami bertiga dalam ruangan ini. Hari ini, adalah hari yang berat bagi aku dan Brian. Tentu saja, juga bagi Dara. Aku jadi merasa bersalah. Karena aku, hari ini mereka jadi sakit. Sakit hati, juga sakit fisik.

Tanpa basa basi, aku menggendong Dara menuju UKS. Sedangkan Brian pergi ke kantin untuk memanggil Dewa.

Sepanjang jalan, kami menjadi pusat perhatian siswa siswi. Banyak dari mereka yang menampakkan ekspresi khawatir, namun tidak sedikit juga yang menampakkan raut wajah tidak suka. Sedangkan aku terus menahan agar air mata gadis itu tak terjun bebas. Ia nampak sangat ketakutan saat ini. Luka memar di wajah dan lengannya semakin membiru. Pasti sakit rasanya. Ingin sekali aku menampar wajah gadis sialan itu jika tidak mengingat bahwa ia adalah perempuan.

Namun, perempuan macam apa yang tega menyakiti perempuan lain?

Sesampainya di UKS, Dara langsung duduk di atas kasur. Ia menolak untuk berbaring. Katanya, punggungnya sakit. Bagaimana cara Rara menyakitinya hingga ia harus menahan sakit di seluruh tubuh?

Ruang pintu UKS dibuka dengan tergesa oleh laki laki berambut kecoklatan dengan kulit pucat. Dewa nampak sangat mengkhawatirkan kakak satu satunya. Ia langsung menghujani Dara dengan beribu pertanyaan, namun Dara hanya menjawab dengan kalimat 'tidak apa apa', kemudian tanpa basa basi Dewa langsung menelepon supir pribadinya untuk melarikan Dara ke rumah sakit.

Namun, raut wajah Dara kala itu sangat berbeda. Ia nampak sangat sedih.

clueless Where stories live. Discover now