9

87 17 7
                                    

Brian, Echan, dan Vano menganga setelah mendengar ceritaku. Sekarang kami sedang istirahat di kantin. Seperti biasa, kami melakukan ritual harian—menggosip.

"Jadi, kemungkinan jodoh lo itu kakaknya Dewa? Dan dia tunanetra? Makanya itu kenapa mimpi lo item? Karena dia ngga bisa ngeliat? Wah gila, sebuah konspirasi."

"Nggih, Arjuna Biantara. Kurang jelas ya cerita gue barusan sampe harus lo ulang gitu?"

Brian hanya terkekeh. Sedangkan Echan dan Vano masih diam mencerna ceritaku barusan.

Tidak lama, dari kejauhan aku melihat seorang gadis bersurai panjang berlari kecil ke arahku membawa paper bag berwarna biru.

"Duh, mampus. Ada si kanjeng ratu," ucapku.

Serentak, mereka bertiga langsung melihat ke arah pandanganku. Kemudian dihadiahi dengan tawa meledek.

"Hai, Than. Aku ganggu, ga?" sapa sang gadis ber-name tag Rr. Ayudisa Dipa L.

Sebuah nama keraton yang sangat panjang hingga name tag-nya tidak muat, apalagi kolom nama di lembar jawab Ujian Nasional. Raden Roro Ayudisa Dipa Laksana. Sebuah nama yang menggambarkan kemewahan dan keanggunan.

Aku menggeleng sambil tersenyum kecut, "ngga kok, santai."

"Ini, aku buatin kamu pai apel. Kesukaan kamu, kan?" ujarnya sambil menyodorkan paper bag biru.

Dengan ragu-ragu, aku menerima pemberiannya. Sebenarnya aku tidak ada rasa curiga sama sekali, namun rasanya aneh jika ia terus-terusan memberi aku makanan. Jangan-jangan dia ingin membuat aku gendut?

Echan yang dari tadi menyimak sambil senyum senyum, pura pura batuk. Menyadari hal itu, akhirnya kulempari dengan tatapan sinis.

"Oke, makasih banyak, ya."

Gadis itu hanya tersenyum manis, kemudian membalikkan tubuhnya hendak beranjak dari tempat dudukku sampai aku mencegahnya,

"Rara,"

Ia tampak bingung, "..ya?"

"Kayaknya lo ngga perlu lagi masakin atau ngasih apa apa lagi, deh."

Seketika ekspresinya berubah tidak enak.

"Kenapa? Apa kamu udah dapet mimpi itu? Siapa orangnya?" tanyanya dengan nada mengintimidasi.

Aku terkejut. Dari mana ia tau soal aku dan ketidakjelasan mimpiku?

"Lo tau dari mana soal itu?"

Dia terkekeh, "tau dari siapa itu ngga penting. Toh, kayaknya semua orang juga udah tau soal itu. Mungkin jodoh kamu ini udah di depan mata kamu, makanya Tuhan ngga perlu ngasih clue ke kamu." ujarnya sambil memperlihatkan senyum sok manisnya.

Ealah, jangkrek. Malah ngalus.

Brian selaku penggemar berat alias naksir Rara sejak lama, langsung potek mendengar pernyataan gadis itu. Kemudian Vano mengelus elus punggungnya sebagai rasa kasihan.

Dari dulu Brian ingin sekali menyatakan perasaannya terhadap Rara, namun kalimat koe sopo? wani wanine seneng karo putri keraton keturunan bangsawan? selalu muncul di benaknya. Namun ia tak pernah marah kepadaku karena memang aku tidak pernah menaruh hati padanya.

Aku yang merasa muak langsung meninggalkan kantin. Teman-temanku yang terkejut juga mengekoriku. Namun, sebelum pergi, Echan sempat mengatakan sesuatu di depan wajah Rara.

"Ngomong apa lo barusan?" tanya Vano.

"Jodah jodoh, wadhukmu njeblug!"

Kemudian kami tertawa bersama mendengar perkataan Echan. Kami pun sebenarnya tidak paham kenapa ia bisa menguasai 2 bahasa daerah dengan bagus padahal orang tuanya bukan asli sunda maupun jawa.

clueless Where stories live. Discover now