part 12

17 10 0
                                    

Selamat membaca.........




Selain itu di tempat lain tepatnya di gedung tua itu Jennie yang tadi menerima telfon dari Mark tersenyum smirk dan memikirkan rencana yang lebih bagus lagi.

"Mungkin orang ini adalah pacarnya?" tanya Jennie pada dirinya seraya menatap ponsel milik Hanin.

"Akan lebih bagus kalau kalian berdua mati, atau mungkin orang ini mati dulu agar Hanin bisa melihat kematian orang yang dicintainya sama seperti diriku dulu." kata Hanin dengan tertawa.

Jenni berjalan menuju ruangan yang ditempati Hanin. Ia melihat Hanin dengan tatapan datar namun sebenarnya dihatinya yang paling dalam ia juga tidak tega melakukannya pada sahabatnya dulu, tapi apalah daya Jennie di butakan oleh cintanya dan egonya yang menguasai dirinya hingga ia tega melakukan hal itu.

Hanin sendiri menatap ruangan ini dengan tatapan kosong, entah apa yang ia pikirkan, ia hanya merasa begitu penuh dosa dengan segala perbuatannya dulu, ia telah berubah sekarang ia ingin memulai hidup baru, tapi ketika ia ingin memulainya kenapa orang yg dulu ia sayangi sebagai sahabat datang menjadi musuhnya yang menaruh dendam yang dalam. Mungkin ini balasan atas perbuatannya dulu.

"Haii sahabatku, apa yang kau pikirkan... Apa kau berpikir untuk kabur dari sini?" tanyanya sambil berjalan menuju tempat Jennie.

"Hmm tadi ada yang menelfonmu, namanya Mark, dari caranya berbicara di begitu khawatir... Apa di pacarmu?" tanyanya lagi sontak Hanin memandang Jennie dengan jengah.

"Apa yang kau katakan padanya." tanya Hanin. Ia tidak ingin ada orang lain yang terlibat.

"Aku tidak mengatakan apapun, tenang saja, tapi mungkin ia telah melacak nomormu,,, aku membiarkannya melacaknya karena aku ingin bermain-main dulu dengannya." ucap Jennie sambil menunjukkan senyum smirknya.

"Kau jangan libatkan dia dalam masalah kita, dia tidak tahu apa-apa, apa kau tega Jennie." kata Hanin dengan ucapan yang begitu lembut, hanya untuk membujuk Jennie.

"Aku saja tega terhadapmu mengapa dengan dia tidak, kalian berdua akan ku permainkan seperti boneka." kata Jennie dengan tertawa besar.

"Aku tahu Jennie, kamu bukan orang seperti ini, aku tahu kamu orang yang berhati lembut dan tidak suka mendendam, tapi kau dibutakan oleh cintamu yang tidak ada arahnya, berhentilah menjadi seperti ini." ucap Hanin seraya menatap manik mata Jennie.

"Apa kau tahu,  kau sendiri yang membuatku seperti ini brengsek, andaikan kau tidak membuatnya jatuh dari jembatan dia pasti masih hidup, dan kau disini bersenang-senang sedangkan aku menderita karena kehilangan orang yang aku cintai." ucap Jennie dengan nada tinggi dan mata yang memerah.

"Dia tidak mencintaimu, di tidak peduli denganmu, untuk apa kau masih memikirkannya, dia sudah tidak ada." kata Hanin yang kini menaikkan nada bicaranya.

Mereka berdua saling mengadu pandang dengan sorot kebencian dan dendam.

Takdir memang begitu rumit, bagaimana mungkin orang yg dulunya saling mengayomi dan bersahabat tiba-tiba berubah menjadi musuh, apalagi karena seorang pria yang belum tentu mencintainya juga. Sungguh takdir hanya tuhan yang tahu.

"Sudahlah, aku akan menunggu orang itu dan membuatmu juga merasakan apa yang kurasakan." kata Jennie tegas dan berlalu keluar ruangan itu.

"Astaga apa yang ada dipikiran Jennie, tidak mungkin dia mau ngebunuh Mark,,, ini tidak boleh terjadi, gue harus buka tali ini." kata Hanin yang berusaha melepas talinya, namun nihil tali itu sangat kuat mengikatnya tidak mudah baginya untuk lepas.

"Astaga tali ini kuat sekali,,, aku mohon Mark kamu jangan kesini." batin Hanin khawatir pada Mark.

Di lain tempat di rumah Hendra, mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke tempat Hanin berada. Tadi Yuna sempat pulang untuk mengambil belati, pistol dan samurai miliknya dan kembali lagi ke rumah Hendra.

Gendut, It's OkeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang