16

7K 759 150
                                    

❝But

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝But ... This is my choice.❞

























































"Terimakasih."

Jaemin melepas sabeltnya, wajahnya datar tanpa ekspresi, dengan pipi yang memerah karena terlalu kalut dengan keadaan.

"Kau tidak mempersilahkan Ayah untuk masuk dulu?"

Pergerakan tangan Jaemin terhenti, pemuda itu memicingkan matanya, "Sudah malam, akan turun hujan." Sahutnya dengan nada datar.

Pria itu tersenyum tipis, "Ayah bisa menginap."

Jaemin mendorong pintu itu dengan gusar, "Rumahku bukan tempat penampungan." Pemuda itu kembali menutup pintunya agak kasar, lantas berjalan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket tebalnya.

"Ayah akan bicara dengan Ibumu jika Ayah berhasil menghantarmu pulang dengan selamat."

"Si Bisu." Jaemin lagi-lagi menyindir, matanya menatap tajam sang Ayah yang berlari terbirit-birit mencoba menyesuaikan langkah kaki panjangnya.

Pria itu tercekat, senyum di wajahnya kian meluntur, pandangannya mendadak sendu.

"Ayah kira semudah itu?" Tanya Jaemin menaikkan sebelah alisnya, dalam benak ia mengumpat, ia bukan orang bodoh, ia tidak bisa memberi celah seseorang setelah mimpinya bahkan hancur tak bersisa.

Jaemin menekan bel, menanti-nanti gerbang tinggi itu akan terbuka. Membiarkan sang Ayah sibuk merenung, menatapnya dengan begitu sendu seakan minta untuk di kasihani.

Tapi Jaemin sudah tidak peduli, bahkan hatinya mati nyeri, di bandingkan memikirkan posisi sang Ayah yang kini bahkan dekat dengannya, Jaemin lebih memikirkan bagaimana cara ia mengatasi kekacauan.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa, wanita berjaket itu dengan cepat membuka pintunya, matanya memancarkan kegelisahan.

Jaemin tersenyum saat wanita itu menghela nafas pelan dengan wajah leganya seolah berkata, 'Akhirnya kau pulang...'

Jaein meraih lengan putranya, lantas menatap wajah putranya, pemuda itu nampak sendu dengan hidung memerah, "Tanganmu dingin sekali." Jaein meraih tangan Jaemin dengan erat, namun matanya tak lama terkunci pada pria bertubuh jangkung yang kini masih berdiri tegap di ambang gerbang.

Menatap wajah itu, membuat Jaein dengan cepat memeluk tubuh putranya, tidak ingin hal buruk terjadi, dengan cepat ia menutup pintu gerbangnya.

Cukup... Ia sudah bahagia bersama putranya, Jaein tidak memikirkan hal lain sekarang, bahkan untuk kesembuhannya sendiri... Jaein mengabaikannya.

[✓] Dear DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang