Pada masa Nabi Musa di suatu Negeri yang bernama Madyan, ada dua wanita yang tengah menambatkan ternak mereka. Tak jauh dari tempat mereka, ada sebuah sumber air yang dikerumuni oleh para penggembala (pria). Kemudian dengan sabar, dua wanita itu menunggu sumber air, sepi dari penggembala.
Shafura atau Shafuriyya adalah satu dari dua wanita itu. Sementara satu wanita yang bersamanya ialah sang kakak yang bernama Layya.
‘iffah yakni (Penjagaan Diri ). Baik Shafura dan Layya memiliki sifat ‘Iffah sehingga enggan berikhtilath atau bercampur baur dengan para pria.
Allah berfirman :
“Tatkala Musa sampai di sebuah sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekelompok orang yang sedang memberi minum ternak mereka. Dan dia mendapati di belakang mereka dua wanita yang sedang berusaha menghambat ternak mereka (supaya tidak maju ke mata air).”
(QS. Al Qashash: 23).Nabi Musa kala itu tengah dalam perjalanan hijrah dari Negeri Mesir. Kala itu, Musa belum diutus menjadi seorang nabi dan tengah pergi menyelamatkan diri. Saat beristirahat dalam perjalanannya yang tanpa bekal itu, Nabi Musa melihat dua wanita yang melarang ternak-ternak mereka untuk minum.
Nabi Musa pun mendatangi keduanya dan bertanya :
“Apa maksud kalian berdua (dengan perbuatan tersebut)? ”Mereka menjawab :
“Kami tidak memberi minum ternak kami sampai para penggembala itu memulangkan ternak mereka, sementara ayah kami adalah orangtua yang sudah lanjut usia.”Nabi Musa pun kemudian menolong kedua wanita itu dengan mengambil ternak mereka dan membawanya ke sumber air. Dengannya, ternak-ternak itu pun bisa minum sepuasnya. Setelah itu, Nabi Musa mengarahkan ternak agar kembali digiring dua wanita, Shafura dan Layya. Tanpa bicara, Nabi Musa kemudian pergi dan mencari tempat teduh untuk beristirahat.
Shafura dan Layya begitu gembira karena dapat pulang ke rumah lebih cepat. Ternak-ternak mereka kembali segar dan memasukkannya ke kandang. Biasanya, mereka pulang sangat sore karena harus menunggu sumber air sepi dari penggembala pria.
Jika kakaknya Layya, tak merasa momen itu spesial baginya, Shafura justru sebaliknya. Si adik bungsu rupanya sangat tersentuh dengan bantuan Nabi Musa. Inilah jodoh yang telah dipersiapkan Allah untuk sang nabi.
Begitu tiba di rumah, Shafura sangat bersemangat menceritakan sosok pria yang membantunya. Ia segera menceritakannya pada sang ayah dan berharap ayahnya membalas budi pria asing yang menolongnya itu. Kebaikan nabi Musa membuat ayah dari kedua gadis tersebut tertarik untuk mengenal nabi Musa AS lebih dekat.
إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ
Qālat iḥdāhumā yā abatista'jir-hu inna khaira manista'jartal-qawiyyul-amīn
Artinya :
“Ya ayah, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya (jujur) ”Mendengar penjelasan putrinya, ayahnya pun bertanya :
“Bagaimana kau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat ”Shafura pun menjawab :
“Aku melihat, dia sendirian mengangkat batu yang baru bisa diangkat oleh sepuluh orang.”Saat berada di sumber air tadi, Nabi Musa memang sempat mengangkat batu yang menutup mata air. Batu itu sangat besar hingga orang-orang tak sanggup mengangkatnya. Namun Nabi Musa dengan mudahnya memindahkan batu besar itu. Ternyata, saat itu Shafura melihatnya.
Ayahnya pun setuju untuk mempekerjakan Musa. Ia kemudian meminta Shafura untuk memanggil si pria penolong yang dimaksud putrinya. Shafura bergegas mencari pria yang tadi menolongnya dan membuatnya terpesona. Ketika di hadapan Nabi Musa, Shafura pun berjalan malu-malu dan menutup wajah dengan lengan jubahnya.
“Kemudian datanglah salah satu dari kedua wanita tadi kepada Musa, yang dia berjalan dengan malu-malu. Dia berkata, ‘Sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk membalas kebaikanmu memberi minum ternak kami’ ”
(QS. Al Qashash: 25).Berjalanlah Shafura dan Musa ke rumah Nabi Syuaib. Jarak antara mata air dan rumahnya sekitar tiga mil. Jarak tersebut sangat cukup membuat wanita dan pria terfitnah satu sama lain jika jalan berdua.
Namun baik Shafura dan Nabi Musa adalah orang “pilihan”. Mereka memiliki keimanan dan kesalehan yang kuat. Shafura adalah wanita ‘iffah yang menjaga dirinya. Begitupun dengan Musa, calon utusan-Nya.
Shafura berjalan terlebih dahulu agar Musa berjalan jauh di belakangnya. Namun kemudian Nabi Musa takut terfitnah jika melihat wanita di hadapannya.
Sang Nabi lantas berkata :
“Berjalanlah di belakangku. Kalau aku menjauh dari jalan yang seharusnya, lemparkanlah kerikil kepadaku agar aku mengetahui jalan yang benar dan bisa mengambil arah dengannya.”Demikianlah keduanya berjalan tanpa berduaan dan jauh dari fitnah. Hingga tiba di tempat tujuan. Di sana, sang ayah (Nabi Syuaib) sudah siap menyambut pria yang dielu-elukan putrinya. Sambutan hangat diterima Nabi Musa meski statusnya sebagai pria asing yang tak diketahui asal muasalnya.
Nabi Musa pun kemudian mengenalkan diri dan mengisahkan ringkas apa yang ia alami. Nabi Musa menceritakan kisahnya di Mesir dan alasannya berhijrah hingga singgah di Negeri Madyan. Betapa bahagianya Nabi Musa ketika Nabi Syuaib berkata :
“Janganlah engkau takut, karena engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
Makanan lezat pun kemudian dihidangkan kepada Musa. Namun Nabi Musa menolaknya karena ia tak mengharapkan imbalan apapun dari bantuannya memberi minum ternak.
Padahal saat itu, Nabi Musa amat sangat lapar. Beliau pergi dari Mesir tanpa bekal apapun. Selama perjalanan jalan kaki hingga Madyan (wilayah di antara Yordania dan Palestina), sang nabi hanya makan sayur dan dedaunan. Kelelahannya jelas nampak dari penampilan sang nabi Bani Israil tersebut.
Nabi Syuaib pun makin kagum dengan sosok pemuda di hadapannya. Ia pun berkata kepada Musa bahwa hidangan tersebut bukanlah upah, melainkan jamuan untuk memuliakan tamu. Nabi Musa pun akhirnya bersedia menyantap jamuan yang dihidangkan.
Setelah bercakap-cakap, Nabi Syuaib memandangi Nabi Musa dan berkata kepadanya :
“Wahai Musa, sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu, sungguh insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh.”
(QS. Al Qashash: 27)Kemudian, Nabi Musa berkata :
“Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan ”
(Q.S. Al-Qashash/28:27-28).Nabi Musa menerima tawaran tersebut dan menikahi Shafura. Selama 10 tahun, Nabi Musa pun tinggal di Negeri Madyan. Keduanya hidup bahagia dan dikaruniai keturunan.
Allah berikan dia jodoh, anak dari orang yang shaleh, yaitu Nabi Syuaib AS.
“Kejujuran, dan menghormati wanita adalah akhlak mulia yang patut dimiliki seorang manusia dalam menggapai jodoh.”
Kelak, ketika masa nubuwah hampir tiba, Musa membawa serta keluarga barunya, yakni istri tercintanya, Shafura dan anak-anaknya ke kampung halaman Musa di Negeri Kinanah. Di tengah perjalanan, ketika Nabi Musa hendak mencari api untuk Shafura dan anak-anaknya, Nabi Musa mendapatkan wahyu pertama kali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH PARA NABI
RandomPada kesempatan kali ini saya ingin memposting cerita tentang nama-nama 25 Nabi dan Rasul beserta kisahnya. Memang postingan ini terlihat sederhana tetapi kita juga harus mengetahui nama-nama nabi yang wajib kita ketahui dan tentunya bagaimana kisah...