KAMIS, 10 MEI 2018 – YOGA PUTRA WICAKSANA
"Masuk." Dengan tatapan yang masih terpaku pada tumpukan dokumen di atas mejanya, Yoga memberikan jawaban pada ketukan pintu ruang kerjanya.
"Apa kau sedang sibuk?" tanya Stephen dengan kepala yang menyembul dari balik pintu.
"Hanya menandatangani dokumen yang aku tinggal selama absen."
"A-ada yang ingin aku sampaikan." Stephen berucap dengan sedikit ragu, merasa takut jika keputusan yang diambil itu mengecewakan dirinya berbeda dengan suara hati yang sudah mantap.
"Katakan saja. Aku mendengarmu." Begitu Yoga meminta, Stephen malah diam dan tidak berani bersuara sehingga membuat bosnya itu menghentikan sibuknya lalu bertanya, "Jadi apa yang ingin kau sampaikan?"
"Jadi satu jam yang lalu aku mampir ke ruang Ara yang sedang bersiap-siap untuk pergi," ujar temannya.
"Lalu?" Begitu mendengar nama Ara, Yoga segera berkutat kembali pada kerjanya. Ada sedikit rasa kesal yang timbul dalam dirinya apalagi pria itu dekat dengan Anne.
"Katanya dia mau pergi sebentar untuk mengantar Anne ke bandara."
"Lalu?" Stephen mulai merasa kesal ketika melihat Yoga yang tidak merespon seperti yang diharapkan.
"Aku ingin memberikan ini." Stephen buru-buru menyerahkan satu tumpukan kertas berwarna-warni dan berukuran kecil yang telah dijilidnya menjadi satu.
"Apa ini?" Dari tempat duduknya Yoga hanya melirik sepintas tumpukan kertas yang ada di sudut mejanya.
"Sebenarnya Anne tidak mengijinkanku untuk memberikannya padamu dan memintaku untuk membuangnya. Tapi aku menyimpan semua. Siapa tau berguna."
"Kalau begitu buang saja," ucap Yoga dengan tak acuh.
"Itu milikmu sekarang." Tanpa disengaja suaranya meninggi, seperti orang yang sedang mengomel. Sontak Yoga menatapnya dengan sedikit terkejut.
"Aku tidak akan mengambilnya lagi," tolak Stephen cepat-cepat sebelum tumpukan kertas itu benar-benar kembali lagi ke tangannya. "Aku akan kembali ke ruanganku sekarang."
Yoga masih menatapnya sampai temannya itu berlalu hingga tak terlihat lagi. "Ada apa dengannya hari ini?"
Tumpukan kertas yang terlantar di atas meja tak dilirik maupun disentuhnya hingga satu jam kemudian setelah pria itu selesai mengurus seluruh dokumen yang tertinggal. Ia menarik kedua tangan tinggi-tinggi untuk meregangkan tubuhnya. Matanya kembali tertuju pada barang pemberian Stephen.
Diraihnya kertas itu lalu mulai dibacanya dari tumpukan yang paling atas. Warna-warni pastel pada kertas memberikan kesan feminim. Masing-masing berisikan tanggal dan juga sebuah kalimat pendek dengan tulisan tangan yang terlihat begitu familiar. Inisial yang tertera menjadi petunjuk sang penulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FIN] Passing By
Romance[FIN] Menikah? Hidup bersama dengannya? Kenal dirinya saja tidak. . . Tapi untung saja ada 'Perjanjian Pernikahan' yang mengikat kami berdua selama tiga tahun. Cukup bertahan untuk menjaga perasaan selama tiga tahun, pasti mudah kan? ...