SENIN, 10 OKTOBER 2016 - AUDRIANNE UTAMI
Hari itu adalah hari ulang tahun Anne. Ia tidak membutuhkan barang dengan merek atau harga termahal. Ia juga tidak membutuhkan sesuatu yang romantis terjadi. Untuk wanita yang satu ini, ia hanya memiliki satu harapan kecil saja yaitu agar Yoga setidaknya memberikan ucapan selamat kepadanya.
Ia menunggu mulai dari pagi hari setelah ia bangun dari tempat tidurnya. Ia mencoba bertanya saat Yoga baru saja keluar dari dalam kamarnya di pagi hari.
"Kau tau hari ini hari apa?"
"Senin tanggal sepuluh. Ada apa?"
"Coba kau ingat-ingat lagi," pinta Anne dengan wajah yang penuh harap.
"Apakah ada yang spesial?"
"Iya."
"Aku tak dapat mengingatnya," jawab Yoga sekenanya.
"Ulang tahun?" Anne memberikan sedikit bantuan pada Yoga dan saat itu juga pria itu terlihat terkejut. Wajahnya sumringah menatap Anne.
"Kau benar," seru Yoga dengan senang, membuat Anne juga ikut senang. Dengan wajah berbinar Yoga berkata, "Aku harus memberikan kado ulang tahun untuk Kim. Minggu depan adalah ulang tahunnya."
"Tapi. . ."
Bukan itu maksudku.
"Kira-kira kado apa yang sesuai untuk dirinya?" tanya Yoga lagi.
"Tas, sepatu, jam tangan," ucap Anne sekenanya. "Aku rasa ia menyukai seluruh pemberianmu. Dan aku rasa jika kau hanya memberikan bunga saja, Kim pasti menerimanya dengan senang hati."
"Tapi ini hanya setahun sekali saja. Aku harus memberikan yang spesial untuk Kim."
Setahun sekali untuk istrimu juga Yoga.
"Terserah," ucap Anne sambil mengangkat kedua bahunya tak tertarik. Wanita itu memperhatikan Yoga yang tak kunjung selesai membenarkan dasinya.
"Berikan padaku dasar payah," ucap Anne dengan geram sembari mengambil alih tugas itu. Mereka berdua terhening. Wanita itu terfokus pada dasi Yoga dan ia mencoba untuk membetulkannya.
"Aku bersyukur aku memiliki seorang istri seperti dirimu," ucap Yoga memecah keheningan. Apa yang baru saja Yoga ungkapkan adalah sesuatu yang baru bagi Anne. Mana pernah Yoga memuji dirinya sebelum ini.
"Benarkah?" Anne meninggikan suaranya agar terdengar bahwa dirinya tertarik tetapi ia tau apa yang keluar dari bibir Yoga, tidak pernah semanis itu untuk dirinya.
"Iya. Bahkan Kim tidak dapat membetulkan dasiku."
"Padahal ia dapat belajar dari internet dan menjadi ahli dalam lima menit saja." Anne tertawa renyah, membuat Yoga juga ikut tertawa mendengarkan candaannya.
"Ada banyak sekali yang dapat kaulakukan. Kau memasak untukku, membetulkan dasiku, mau menungguku hingga larut malam, mendengar setiap ceritaku. Intinya. . ." kalimatnya terhenti saat Anne selesai membenahi dasinya lalu menengadahkan kepalanya untuk menatap wajah Yoga.
Kedua mata mereka saling bertemu. Pertama kalinya Anne mendapati Yoga yang menatapnya dengan tatapan yang baru. Cahaya yang terpancar begitu berbeda dari yang sudah-sudah padahal setiap hari mereka bertemu. Setiap hari melakukan hal yang sama. Saling bercerita atau tertawa bersama. Tetapi kali ini. . .
Rasanya aneh sekali. Apa hanya aku sendiri saja yang merasakan jantungku berdegub dengan kencang melihat sinar yang berbeda tersirat dari kedua bola matanya?
"Intinya?" Anne memecahkan keheningan di antara mereka berdua, mencoba membantu Yoga untuk menyelesaikan kalimat miliknya yang terpotong.
"Intinya kau. . ." suaranya terdengar seperti sebuah bisikan pelan.
Yoga masih mematung di situ, begitu dekat dengan tubuh Anne, menempel malah. Dalam jarak yang begitu dekat, aroma tubuh Yoga begitu menggoda Anne, cukup memberikan sensasi yang aneh dalam tubuh kecilnya. Rasanya ia ingin sekali menarik dasi Yoga dan mengecup bibirnya yang terlihat manis.
Anne sadar. Mungkin kau hanya berimajinasi.
"Aku sudah selesai. Cobalah berkaca," ucap Anne sambil menepuk pelan dada Yoga lalu menyingkirkan tubuh kecilnya yang menghalangi Yoga dan cermin yang ada di hadapannya. Pria itu seperti terbangun dan tersentak kaget.
"Ya, kau benar." Yoga kembali bercermin dan menilai dengan seksama.
"Jangan lupa pikirkan kado spesial untuk Kim."
"Terimakasih banyak telah mengingatkanku kembali."
"Dengan senang hati," ucap Anne sambil tersenyum. Cepat-cepat ia berdiri mendekati pintu rumah, menggunakan sepatunya lalu ia membuka pintu untuk berangkat kerja.
"Anne," sahut Yoga.
"Ya?" Wanita itu menghentikan langkahnya.
"Apakah kau akan datang lagi nanti siang?" tanya Yoga tetapi wanita itu tak menjawab, sedikit bingung dengan maksud dari pertanyaan Yoga. "Maksudku apakah kau akan datang untuk membawakan bekal makan siang."
"Tentu saja," jawab Anne sekenanya. Baru saja terbesit pertanyaan ada apa dengan Yoga pagi ini di dalam pikirannya tetapi baginya, itu hanya perasaannya saja yang salah mengartikan keadaan.
"Temanku adalah penggemar berat bekal yang kau masak dan ia selalu bertanya tentang apa yang akan kaubawa setiap harinya."
"Ternyata ia pintar dalam menilai masakan. Tidak sepertimu," sindir Anne.
"Apa?"
"Bukan hal penting." Cepat-cepat Anne mengelak. "Aku berangkat dulu. Bye."
Wanita itu menutup pintu rumah lalu ia bersandar sejenak sembari menunggu lift yang tak kunjung terbuka. Ia termenung tentang apa yang baru saja terjadi.
Hari ini Yoga aneh sekali.
Hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun Anne tetapi harapannya telah pupus di tengah jalan. Ia tidak akan menunggu lagi ucapan selamat dari Yoga karena ia tau ia tidak akan mendapatkannya kali ini.
Masih ada kesempatan lagi tahun depan. Iya. Mungkin tahun depan Yoga akan mengingatnya.
Malamnya ia menghabiskan hari ulang tahunnya dengan sahabat satu-satunya, Thia. Dan pada malam itu juga, ia membeberkan rahasianya pada Thia tentang perasaan yang ia miliki terhadap Yoga.
Tidak perlu terkejut jika Thia, dengan wajah merahnya dan dengan nada tingginya, memaki Anne yang hanya duduk sebagai pendengar. Jika Thia tidak memarahinya seperti itu, bukanlah Thia namanya.
Memang hari itu Anne membuka kartu AS nya kepada Thia tetapi ia masih menyimpan rahasia lain yaitu tentang sikap Yoga yang sedikit tidak wajar untuknya.
Cerita itu untuk lain kali saja karena kali ini. . . aku akan menikmati sebanyak mungkin Thia yang bersikap seperti ini padaku.
Next . Ch. 8 - Inilah Tahun Keduaku
KAMU SEDANG MEMBACA
[FIN] Passing By
Roman d'amour[FIN] Menikah? Hidup bersama dengannya? Kenal dirinya saja tidak. . . Tapi untung saja ada 'Perjanjian Pernikahan' yang mengikat kami berdua selama tiga tahun. Cukup bertahan untuk menjaga perasaan selama tiga tahun, pasti mudah kan? ...