HARI ini si gadis pulang malam lagi. petangnya dihabiskan dengan athar untuk menikmati es krim bersama, masih ingat rasa favorit mereka, nggak?
kalau bisa, sih, nana ingin menghabiskan waktu lebih lama di luar rumah. karena itu lebih bisa membuat senyumnya merekah, dibanding diam di rumah yang isinya hanya membantah. "kak, nana gak pengin pulang deh." ujarnya perlahan, sedikit berbisik berharap semesta tidak bisa mendengar.
"loh, kenapa?" jujur saja, athar bertanya hanya sekadar untuk basa-basi saja. bertahun-tahun berteman dengan nana, tidak mungkin dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam lingkup hidupnya.
"kalau lihat wajah orang rumah, kayaknya nana udah mau di usir aja!" jawab nana histeris. bahasan ini sudah tidak jarang hadir di antara mereka, dan respon athar tetap sama. "gak, na. keluarga, tuh, gak mungkin bisa kayak gitu."
nana maju selangkah, melompat ke hadapan athar hingga menghalangi jalan taruna itu. si gadis menghela napas, melambaikan kedua tangannya tepat di depan durja athar. "haloo, kak! kak athar bukan patrick yang baru aja keluar dari rumah batu, kan?"
pertanyaan yang diajukan nana membuat athar menggelengkan sirahnya, kedua hastanya menggenggam bahu nana, memutar arah pandang gadis itu ke depan. telapak tangannya kini berganti mengusak kasar surai legamnya. "lihat ke depan, na. jalan."
diktum yang selalu keluar dari labium athar itu entah kenapa selalu melekat dalam ingat. belia itu seakan mengajaknya terbang ke kahyangan tapi tetap membawa realita kehidupan di genggaman. kalau kata nana, kak athar itu eksistensi satu di semesta dan aku percaya.
NANA menanggalkan sepatunya dan meletakkannya di rak dengan apik. nona itu sungguh gelisah sekarang. kalau saja bintang di langit bisa di petik satu, mungkin nana sudah mengulak seluruh bintang di antariksa untuk menemani sepinya yang menghampiri dengan talu.
kini yang tengah berkumandang di angannya hanya masuk, tidak, masuk, tidak, masuk, tidak—
ceklek!
sial. itu suara pintu terbuka, kini paras ayu itu terpampang nyata di hadapan. sungguh, nana hilang akal kalau sudah begini.
"dari mana?" tanyanya, suaranya tegas nan tajam selancip pisau. sekali bicara, menjalarnya bisa sampai ke seluruh atma. "kok baru pulang, na?" tanyanya lagi karena jawaban yang tak kunjung di dapatkan.
"t-tadi sama—"
"sama siapa? sama athar athar-mu itu lagi?"
nana merengut, saat asma itu disebut dahinya berkerut. di dalam nalarnya sudah seperti dilanda angin ribut. emosinya tersulut, kenapa athar selalu di salahkan dalam permasalahan nana? bahkan hampir setiap hari ia mendengar nama itu direndahkan.
"berapa kali, sih, mbok bilang? gak usah main sama athar lagi."
helaan napas terdengar, tentu saja berasal dari nana. "berapa kali juga nana bilang, urusannya sama mbok itu apa?"
mbok aya, kakak sulung si nadera. nama athar tentu saja tidak asing lagi di keluarga nana, tentu saja karena kalau di luar rumah biasanya yang mendampingi nana ya athar, sudah penaka teman hidup, ya? haha.
tapi tidak sampai di situ saja, keluarga nana terutama mbok aya itu kerap berperangai tidak menyukai eksistensi seorang athar. bagaimana, ya, menjelaskannya? gadis yang berumur selisih dua tahun dari nana itu, selalu menyangkut-pautkan athar dengan segala masalahnya.
"kamu kan adik mbok, ya gak boleh ngelawan!" serunya.
semesta, nana lelah.
"bukan berarti perkara nana adik mbok aya, dan mbok bisa seenaknya atur nana, enggak."
mbok aya menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan saat mendengar jawaban nana. "athar itu sudah ngasih kamu ekspetasi yang terlalu tinggi, kayaknya."
jahat. itu satu kata yang kalau nana bilang sudah cukup mendekripsikan mbok-nya.
senja di ujung sana bahkan tidak sampai sejahat ini untuk bisa menjatuhkan semua mimpinya.
kini, yang dibutuhkan si dara hanya pelukan. hatinya butuh sebuah kehangatan yang bisa meyakinkan bahwa akan ada secercah kepercayaan.
nana bertanya pada awan, apa iya, dirinya sudah terlalu terbelenggu dengan angan?
나나:: asdfghjkl ini nana kenapa aku buat kaya gini yaaa 😬😬
KAMU SEDANG MEMBACA
ceritera rasa.
Fanfic🌊 mari, kuajak terbang naik pesawat kertas atau pilau emas. kemudian kita mengawang angkasa di atas samudera. // ft. 나재민 // ON-GOING © skiesilents, 2020