9

2K 328 5
                                    

Pemuda manis itu sedang berada di sebuah bangunan kosong yang masih dalam proses pembangunan.

Tubuhnya merosot ke bawah dan memeluk tubuhnya, menangis sekeras-kerasnya.

"Maaf tuan, tapi rumahmu sudah tidak layak untuk ditempati."

"Kenapa kalian tidak menunggu persetujuanku?"

"Kami sudah memperingatkanmu bahwa tempat ini akan menjadi sebuah rumah makan."

"Keparat!"

"Ini demi kebaikanmu."

"Tch! Hanya ego dan nafsu yang membuat kalian seperti itu, jika bukan karena uang kalian tidak akan melakukannya."

"Itulah dinamakan berbisnis. Lebih baik kau pergi sekarang."

Ia langsung teringat pada perkataan Jeno.

"Oh tidak, bagaimana ini?"

Ia menggigit jarinya, "Aku harus bilang apa?"

Mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Jeno.

"Ayo Jeno, ku mohon angkatlah."

Menunggu dan menunggu.

"Halo."

"Jeno."

"Ah, Jaemin. Ada yang ingin ku katakan padamu."

"Baiklah."

"Aku tidak bisa mengunjungimu."

Jaemin pun menahan napasnya.

"Maaf Jaem, aku merasa tidak enak."

Jaemin pun menjauhkan ponselnya, "Aku yang harusnya minta maaf Jen."

Ia langsung mendekatkan lagi ponselnya.

"Tidak masalah."

"Oh iya, kau menghubungiku kan? Ada apa?"

Ia menutup matanya, "Hanya menanyakan kabarmu saja, baiklah aku akan tutup ya. Selamat malam Jen."

"Jae-

Pip

Ia tidak ingin Jeno tahu yang sebenarnya.

"Maafkan aku."

Ia pun bangkit dan mencoba berkeliling agar mendapatkan tempat yang bisa ia tinggali.

-

-

-

Sedangkan sang pemuda tampan masih menatap ponselnya yang telah terputus oleh pemanggil.

"Ada apa dengannya?"

Jika bukan karena orang tuanya, ia pasti bisa pergi.

Sayang sekali, ia harus bertemu dengan keluarga Haechan lagi.

"Jaemin . . ."

Ia hanya bisa menyebut nama Jaemin dalam diam.

Setiap ada yang mengajaknya bicara, ia hanya akan memberikan anggukan sebagai jawaban.

Haechan yang melihat Jeno seperti itu, merasa kasian dengan takdir mereka yang seperti ini.

Bukan hanya kau Jen, aku pun juga.

🌱🌱🌱

"JAEMIN"

Pemuda manis itu menoleh, ternyata rekan kerjanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku ingin mencari tempat tinggal."

Rekannya langsung menarik pundaknya.

"Kenapa? Tempat tinggalmu?"

"Rumah, sudah tidak ada lagi untukku."

Ia melepaskan tangan rekannya itu.

"Aku baik-baik saja."

"Bagaimana jika kau tinggal bersamaku?"

Jaemin pun mendongak, "Apa?"

"Tinggal saja bersamaku."

"Apakah tidak apa?"

"Hei, tidak masalah. Kau temanku, jangan sungkan Jaem."

"Benarkah?"

"Tentu."

Teman . . . kata yang selalu ia harapkan selama ia Sekolah.

Tak pernah sekali pun di antara mereka yang mau berteman dengannya karena ia anak yatim piatu.

Inilah yang ia tunggu.

"Thanks Yangyang."

"Rumahku akan selalu terbuka untukmu, kau adalah temanku. Dan kau bisa mengandalkanku."

Yangyang pun merangkul pundaknya, "Mari kita berjalan-jalan sebentar sebelum ke rumah kita."

Ia menanggapi dengan tawa, rasa bahagia melingkupi dirinya.

Ia menanggapi dengan tawa, rasa bahagia melingkupi dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Din

𝙎𝙩𝙪𝙘𝙠 𝙬𝙞𝙩𝙝 𝙔𝙤𝙪 | 𝙽𝙾𝙼𝙸𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang