BAGIAN 8

3 1 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

Terdengar pintu kamar Yuri diketuk.

"Iya.. sebentar kak" teriak Yuri dari dalam.

"Ada apa kak?" Tanya Yuri setelah mengetahui ketika Dysta yang mengetuk pintu kamarnya.

Dysta adalah mahasiswi semester 2 jurusan hukum di Universitas Swasta di kota ini. Universitas yang juga dibawah naungan pemilik sekolah Yuri, Jayn University of Law. Anak konglomerat yang lebih milih hidup mulai dari nol tanpa bantuan orang tuanya. Memang latar belakang orang tua Dysta terpandang karena memiliki ayah seorang Dirut RS Tidar ternama di kotanya dan ibunya seorang dokter di RS tersebut. Kedua saudaranya juga berprofesi sebagai dokter di RS tersebut dan salah satunya masih menempuh S2 di US. Itulah mengapa alasan kak Dysta memilih memulai dari nol karena tidak dapat restu keluarganya.

"Ini ada paket" ucap kak Dysta.

"Dari siapa kak?" Tanya Yuri kebingungan seraya mengamati paket yang diterimanya.

"Gak tau, tadi kurirnya cuma bilang paket mbak Yuri" jelas Dysta.

"Yaudah.. aku balik kekamar dulu" sambung kak Dysta berpamitan.

Usai berterima kasih aku menutup kamar dan membuka isi paketnya. Ternyata paket dari Papanya yang mengucapkan selamat Ulangtahun meskipun ulangtahun Yuri sudah masih bulan Desember dan sekarang bulan Juli.

Dengan wajah datar Yuri mengambil sebuah Kalung yang diberikan Papanya dan menyimpannya di box yang disediakan Yuri untuk kiriman dari Papanya. Yuri menatap datar kumpulan benda pemberian Papanya yang cukup bernilai jika dijual kembali. Tapi Yuri lebih memilih untuk menyimpannya dulu agar kelak bisa bermanfaat untuk dirinya.

Tak lupa Yuri juga membaca surat yang diberikan oleh Papanya,

~~

Yuri, Maaf sepertinya ini hadiah terakhir yang Papa berikan sebelum pergi ke Jepang. Kini Papa akan menetap disana bersama Mama dan Kenzo adik kamu. Kamu taukan bagaimana sifat Mamamu ini? Papa sudah transfer sejumlah uang, jangan bilang mamamu ya!! Jaga diri baik-baik.

Maaf karena Papa tidak bisa menjadi Papa yang baik buatmu, maaf kan Papamu ini yang tidak bisa menjaga keluarga kita. Yuri, Papa sungguh minta maaf telah membuatmu menderita. Maafkan Papa yang tidak bisa tegas pada diri Papa, kamu anak yang Papa sayangi, Yuri.

Yuri, ijinkan Papa memulai hidup baru tanpa mengingat rasa sakit di masa lalu. Maaf Papa harus meninggalkanmu sendiri. Papa berdoa semoga kamu menjalani hidup yang bahagia selamanya.

                         Salam sayang,
                                 Papa

~~

Yuri membatu, harusnya sudah terbiasa karena selama beberapa tahun ini hidup sendirian. Tapi kenapa terasa begitu sakit? Saking sakitnya ini seperti menggelitik. Yuri tertawa pedih dengan air mata yang terus mengalir.

Yuri semakin kalut ketika dalam paket yang dikirim terdapat selembar kertas bewarna biru muda. Tertulis nama Yuri Inggid Maximillan sebagai kepala keluarga.

"Hah..ha..hah, aku sudah buang... Haha..!!" Gumam Yuri sambil tertawa menakutkan.

                       ****

When We Were YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang