POV Yuri:
Pagi buta aku terbangun dari tidurku, bermimpi akan kejadian tahun lalu dimana saat pergantian semester aku diguyur air got oleh teman-teman sekelasku. Aku menghela nafas panjang dan bangkit dari ranjang untuk mandi dan sholat. Selepas sholat tak lupa aku selalu berdoa untuk kebaikan kedua orang tuaku.
Aku tidak tinggal bersama kedua orang tuaku, mereka telah bercerai 2 tahun yang lalu. kini mereka telah memiliki keluarga baru. Maka dari itu aku memilih tinggal di rumah kos minimalis yang dihuni oleh 4 orang mahasiswi dan 1 pelajar. Masalah bayar kos aku tidak khawatir karena orang tuaku selalu memberiku uang saku bulanan. Aku tak sepenuhnya mengandalkan uang orang tuaku, aku juga bekerja part-time di tempat Bimbel untuk membagikan selebaran sepulang sekolah dan bekerja di kafe saat petang. Hal ini kulakukan semata-mata agar aku dapat menghilangkan pemikiran kalau aku terbuang. Selain itu aku juga ingin mengumpulkan uang untuk membeli rumahku sendiri yang akan kutinggali kelak saat aku kuliah.
"Yah hujan...."
Awal semester baru disambut dengan rintik air yang cukup deras. Aku mencari payung yang kubeli dengan Ibu saat hari kelulusanku waktu SMP. Tapi sepertinya sudah hilang atau aku lupa dimana aku menyimpannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.30, saatnya aku untuk pergi kesekolah.
"Tuhan.. semoga hujannya segera reda" kataku dalam hati.
Aku menerobos hujan dan berlari ke warung Buk Mun depan sekolah. Seperti biasa aku selalu sarapan disini sebelum masuk kesekolah. Buk Mun sudah seperti keluarga bagiku, kadang aku dibawakan bekal makanan atau pun aku gratis makan disini kalau sedang gak bawa uang. Hari ini aku dapat gratisan gorengan yang akan kumakan disekolah nanti. Tak lama kemudian bunyi bel masuk terdengar sampai ke warung Buk Mun yang membuatku lari terbirit-birit mengingat hari ini hari pertama masuk kelas.
Aku mengucap basmalah sebelum masuk kelas berharap keberuntungan berpihak padaku. Tapi apalah daya, selama ada aku disekolah ini perlakuan seperti ini tetap akan ada.
"Heh, Yuri. Buang nih sampah. Bau tau!" Ucap Icha. Icha adalah teman sekelasku, dia sangat membenciku. Bahkan karena sifat buruknya dia dan ke dua sahabatnya (Asna dan Vey) menghasut satu kelas bahkan satu sekolah untuk membullyku.
Mejaku terlihat penuh dengan sampah, aku hanya diam dan memunguti sampah itu. Sebenarnya kalau aku mau aku bisa saja mematahkan kaki atau tangannya atau bahkan lehernya. Hanya saja aku tak ingin menodai sabuk hitamku hanya untuk hal ini. Aku juga tak melaporkan hal ini kepada pihak sekolah, karena pernah sekali waktu aku melaporkan hal ini malah aku yang dihukum karena kalah dengan koneksi. Tak apa aku bisa mengatasi hal seperti ini.
"Haha dasar sampah!" ucap Icha dan kedua gengnya.
^^^
Pelajaran pertama telah usai saatnya istirahat kelas. Seperti biasa aku pergi ke kantin membeli makan dan minum, tapi karena pagi tadi aku diberi gorengan jadi aku hanya membeli minum dan kubawa ke taman untuk kumakan disana. Tempat duduk ini seperti basecamp bagiku, aku bisa makan membaca tidur bahkan aku bisa sembunyi disini saat aku terlambat masuk kelas jam pertama. Meskipun para guru menyebutku siswi teladan, tapi bagiku adalah siswi telatan yang selalu bangun pagi tapi telat masuk kelas.
Bel berbunyi tandanya aku harus masuk ke kelas.
Karena hari ini ada rapat selama jam pelajaran sampai waktu pulang aku habiskan di perpustakaan. Bukan untuk membaca buku, tapi untuk main game di komputer yang ada di perpustakaan. Sebenarnya ini rahasia, aku sering kena omel petugas perpustakaan, tapi karena kadangkala aku sering bantu menata buku jadi aku minta kompensasi. Bukannya kurang ajar, tapi kalau ngobrolnya dengan hati pasti apa saja bisa terjadi.
Usai sekolah, aku pergi bekerja membagikan selebaran di depan tempat bimbel. Aku harus menghasilkan uang sendiri agar bisa membeli rumah sendiri kelak, dan uang yang didapat dari orang tuaku kupakai untuk biaya kos, sekolah, sehari-hari, dan sisanya aku tabung.
Saat sedang membagikan selebaran aku bertemu dengan Ica and the gank. Spontan dia meneriakiku didepan umum.
"Oh anak sial sedang kerja yaaa!!" Ucapnya sambil tertawa.
"Lo itu pembawa sial! Jangan kerja disini deh.. kasian yang punya tempat!!" Lanjutnya sambil mendorong bahuku.
Tubuhku menabrak tiang saking kerasnya dia mendorongku. Aku mulai kesal, kupegang tangannya erat-erat sampai dia kesakitan. Tangannya mulai aktif menjambak rambutku.
Beberapa orang ditempat bimbel keluar dan melihat kejadian ini. Samar-samar terdengar ada yang mengasihaniku dan ada yang menyumpahiku.
Tiba-tiba seorang anak laki-laki pun datang menengahi kami.
》》Next Chapter》》

KAMU SEDANG MEMBACA
When We Were Young
RomantizmMejaku terlihat penuh dengan sampah, aku hanya diam dan memunguti sampah itu. Sebenarnya kalau aku mau aku bisa saja mematahkan kaki atau tangannya atau bahkan lehernya. Hanya saja aku tak ingin menodai sabuk hitamku hanya untuk hal ini. ... "Lo itu...