POV Revan:
"ck.. yang bener aja, gue udah pinter gausah di daftarin bimbel juga kaliii" gerutuku pada Sean.
Sean sebenarnya adalah sohib gue, tapi dia juga kaki tangan bokap gue. Entah kenapa dia nurut banget sama bokap, sempat gue berfikir kalo dia mungkin anak bokap gue dari wanita lain. Tapi masa bodo gue gak terlalu mikirin pribadi bokap.
"Lo itu udah kelas 3, bentar lagi ujian.. Mana sekolah baru kemaren, untung aja Lo masih bisa sekolah!! Salah sendiri udah enak sekolah di internasional school, eh malah nyemplung ke kandang singa.. ketemu gue kan Lo!!" seru Sean.
"Gue tau, tapi gak mau ah kalo harus bimbel. Mana pengajarnya gendut-gendut." Rengekku.
"Lo tu harus belajar, bukan malah tepe-tepe." Jawab Sean sambil memukul bahuku. (*tepe-tepe atau tp-tp adalah singkatan dari bentuk ungkapan tebar pesona).
"Pokoknya kalo body pengajarnya kek gitar Spanyol gue bersedia ikut bimbel" ketusku. (*kek ungkapan dari kata kayak)
"Oke, deal ya?" Jawab Sean mantap.
Gue menjabat tangan Sean dengan perasaan curiga. Tak biasanya Sean dengan mudahnya meng-iyakan permintaan ku, apalagi soal perempuan, yah meskipun sebenarnya Dia juga doyan perempuan.
Malam menjelang, sehabis nongrong dengan yang lain gue balik ke kosan dan langsung rebahan. Scroolling layar ponsel cuci mata dikit sebelum tidur, dan tiba-tiba gue keinget gadis brosur. Langsung gue stalking instagram mantan gue, barangkali mereka saling follow. Gue cari terus tapi gak ada, nyari yang namanya Yuri juga tidak ada. "Oh dia gaptek kali" pikirku. (*gaptek adalah singkatan dari gagap teknologi).
^^^
Alarm menunjukkan pukul 06.00, gue bersiap berangkat sekolah. Dengan pakaian yang rapi ransel dan isinya gue semangat pergi sekolah.
Gue merasa seperti siswa baru disekolah, security pangling menatapku, guru-guru pun demikian, sedangkan siswi-siswi beribut disekelilingku.
Gue duduk dikursi yang bersih tapi jarang gue tempati, menatap sekeliling yang ramai.
"Woi, tumben lo masuk. Kesambet apaan?" tanya Danu.
"Ikut gue yuk!"
Gue menyeret Danu keluar kelas meskipun saat itu bel udah bunyi. Gue berkeliling kelas sambil tengeng. (*tengeng ungkapan untuk kepala yang sedang sakit hanya bisa menoleh ke satu arah)
"Nyari siapa sih?" tanya Danu penasaran.
"Yuri"
Danu langsung berhenti, "anak kucel kutu buku kampungan aneh itu?" selidik Danu heran.
Gue ngangguk, Danu ganti menyeretku ke lantai 2 dimana kelas Yuri berada.
"Eh ada gurunya woi!!" seru Danu kaget.
Gue gak peduli, gue langsung masuk aja kekelas meskipun gurunya galak. Nah ketemu, dia sekelas sama mantan gue. Lalu gue keluar pamitan sama gurunya dengan sabar dan kalem.
"Ada kan?" tanya Danu.
"Ada"
"Mau lo apain itu bocah?" tanya Danu lagi.
"Dia udah terkenal lo sekarang." Sambungnya.
"Terkenal apanya?"
"Sebenernya dia pinter, tapi penampilannya bikin jijik. Kalo yang gue denger, dia juga bau. Semua anak sekolah ini pada tau kejelekan dia, dia itu pembawa sial. Bokap Nyokapnya aja pada cerai karena dia. Makanya lo gausah deket-deket ama dia!" jelas Danu.
"Ha? Kan malah bagus." seruku.
"Maksud gue, Lo jangan deh nambahi beban idup dia. Satu sekolah udah pada bully tu anak. Apalagi satu kelasnya, parah banget woi.. Guru-guru sebenernya juga udah tau, tapi mana berani, yang berkuasa yang menanglah. Jadi yang ketauan nge-bully palingan cuman kena sanksi doang. Amannya sih disitu." jelas Danu lagi.
"so?"
"Ya pokoknya kalo lo cuma mo mainin dia, jangan deh. Cari yang lain saja. Mental bro. Apalagi bentar lagi udah mau lulus." tambah Danu.
"hemmmmm, menariikk" seruku dan kembali kekelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Were Young
RomansaMejaku terlihat penuh dengan sampah, aku hanya diam dan memunguti sampah itu. Sebenarnya kalau aku mau aku bisa saja mematahkan kaki atau tangannya atau bahkan lehernya. Hanya saja aku tak ingin menodai sabuk hitamku hanya untuk hal ini. ... "Lo itu...