3. Cekcok

12.5K 1.7K 43
                                    

Meski tak ingin mendengarnya, namun Diana tak bisa menghindari suara desas-desus yang masuk ke telinganya.

"Gila! Body-nya kayakk gitar, cuy!"

"Yang di depannya itu temannya apa adiknya ya? Beda banget. Kayak masih dalam pertumbuhan."

"Itu yang model Sugar Lady bukan sih?"

Diana menutup wajahnya geram saat nama sebuah majalah disebutkan. Meski gak pernah membeli atau bahkan membacanya, Diana tahu Sugar Lady itu majalah apa. Iya, majalah dewasa yang menampilkan foto-foto wanita dalam balutan bikini atau lingerie seksi.

"Lex, gue mau tanya."

Lexa yang semula tengah mengetik password laptopnya pun kemudian mendongak menatap Diana. "Why, Beb?"

"Yang lu bilang jadi model di Bali... itu buat pemotretan majalah?" tanya Diana dan Lexa tanpa ragu menganggukkan kepalanya.

"Majalah apaan?" tanya Diana lagi dan kali ini Lexa tersenyum tipis.

"Gue kasih tahu juga lu gak tahu deh, Na," jawab Lexa kemudian kembali menatap layar laptopnya.

"Majalah Sugar Lady?" tembak Diana langsung.

Lexa sedikit tersentak mendengarnya tapi kemudian ia menatap Diana lagi sambil mengangguk antusias seolah bangga.

"Lu lihat ya? Gimana menurut lu? Seksi gak gue pakai bikini merah?"

Diana menepuk dahinya yang terasa pening. "Lex, itu kan majalah dewasa!" geramnya.

"Iya gue tahu. Kan gue juga wanita dewasa, terus kenapa? Emang lu pikir gue bakal jadi model majalah 'Bobo' atau 'Gadis' gitu? Ya jelas enggak lah, Na. Kalau ada majalah 'Bobo sama Gadis' sih masih mungkin."

Diana menggeleng-gelengkan kepalanya, pusing mendengar jawaban Lexa. Baru ia hendak membalas perkataan Lexa, suara seorang pria yang membawakan pesanan mereka mengurungkan niatnya.

"Silakan dinikmati," ujar pria itu sambil meletakkan satu persatu pesanan Diana dan Lexa di atas meja.

"Makasih ya," sahut Diana tanpa melihat wajahnya. Ia kemudian mengatur piring dan gelas di meja agar tidak terhalang laptop Lexa.

"Pesanannya sudah semua, saya checklist kertasnya ya," ujar pria itu seraya mengeluarkan pulpen dari sakunya dan memberi tanda centang pada kertas nota yang tertempel di meja.

"Eh, Mas, tunggu. Ini kayaknya gulanya gak 50% sesuai pesanan saya ya?" ujar Lexa saat pria itu hendak pergi.

Diana ikut menatap Lexa dan mendengar keluhannya.

"Gulanya sesuai pesanan kok. Atau mungkin kalau memang masih kemanisan, mau diganti saja?" usul si pria itu.

Kali ini Diana mendongak menatap si pria itu. Dari nada bicara dan raut wajahnya Diana pikir pria yang satu ini berbeda dengan pria yang menatap Lexa dengan tatapan lapar. Pria ini cukup sopan dan... ya tampan sih. Eh, tunggu! Kenapa juga Diana jadi nilai tampangnya? Maksudnya itu sopan dan nada bicaranya juga tenang.

"Coba tunggu sebentar," ujar Lexa kemudian menyesap ice vanilla latte-nya lagi. "Oh enggak deh, Mas, ternyata manisnya pas. Mas yang kelebihan manisnya."

Sontak Diana langsung memutar bola matanya mendengar rayuan Lexa. Benar-benar anak satu ini! Diana kemudian menatap pria itu untuk melihat ekspresinya. Biasanya lelaki yang digoda Lexa akan langsung salah tingkah dan terbawa perasaan lalu ujungnya minta bertukar nomor ponsel. Namun ternyata pria satu ini memang berbeda. Responnya sungguh di luar dugaan Diana.

"Kalau tidak ada masalah dalam pesanannya, saya permisi. Selamat menikmati," jawabnya singkat yang meski dengan senyum tersungging di bibirnya namun terasa sekali ia tak ingin memperpanjang urusan dengan Lexa.

DIVERSITY [DaMay Sister's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang