Juna tengah mengawasi orang yang memasang plang bertuliskan nama coffee shop-nya saat seseorang menepuk pelan pundaknya dari belakang. Juna pun refleks menoleh dan seketika tersenyum saat menyadari siapa orang itu.
"Eh, Mbak," sapa Juna seraya membungkukkan sedikit tubuhnya dan merangkul orang itu dengan satu tangannya.
"Sorry nih Mbak baru sempet mampir lagi," ujar perempuan itu seraya mengurai pelukan Juna.
"Santai, Mbak. Yuk masuk," ajak Juna. Selagi Juna membawa wanita itu masuk ke ruangannya, Juna pun memanggil Razi untuk menggantikannya mengawasi pemasangan plang.
"Mau minum apa, Mbak?" tanya Juna.
"Gak usah, Mbak cuma mampir sebentar sebelum absen pulang sekolah. Oh iya, Mama sama Papa sehat, Jun?" tanyanya.
Juna tersenyum dan mengangguk. "Alhamdulillah, Mbak. Mbak main lah ke rumah sama Fika. Mama udah mulai nanyain Fika mulu," jawabnya. Iya, perempuan di hadapan Juna ini adalah mantan kakak iparnya, Meisya. Dari pernikahan Meisya dengan Ariyan─kakak lelaki Juna─ mereka dikaruniai satu orang anak perempuan bernama Arfika Fristiani yang kini sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama kelas satu. Sayangnya pernikahan Ariyan dan Meisya harus terpisahkan oleh kecelakaan yang merenggut nyawa Ariyan delapan tahun silam. Tiga tahun setelahnya, Meisya izin untuk menikah lagi dan dari pernikahannya dengan suaminya yang sekarang Meisya sudah dikaruniai seorang putra.
Meski telah menikah lagi dan membentuk keluarga baru, Meisya tetap menjalin silaturahmi yang baik dengan keluarga mendiang suaminya. Sebab walaupun Meisya sudah bukan lagi menantu dalam keluarga itu, putrinya tetap memiliki hubungan darah dengan keluarga almarhum ayahnya.
"Nanti mungkin kalau Fika sudah libur semester. Makanya lu married dong, Jun, biar Mama sama Papa dapat cucu baru," goda Meisya.
Juna mencebik mendengarnya, "Gak Mama, gak Mbak, omongannya itu mulu sampai kuping gue berasa alergi dengarnya," keluhnya.
Meisya tertawa mendengar keluhan hiperbolis yang Juna lontarkan. "Oh iya, ngomong-ngomong Mbak kesini mau kasih tahu kalau Mbak udah dapat asisten buat lu nanti isi seminar di sekolah Mbak ya," ujar Meisya. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya untuk mengenalkan siapa asisten yang dipilihnya untuk Juna.
"Gak usah pakai asisten segala juga gak apa-apa kali, Mbak. Gue biasa jadi pemateri sendiri."
"Akses ke software dan internet di sekolah Mbak pakai password semua. Biar memudahkan lu aja gitu, Jun. Lagipula Mbak pilihin asistennya gak sembarangan loh! Cewek cantik, pinter, single lagi. Mana tahu dari asisten bisa jadi pengantin ya kan?"
Juna hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarnya. "Terus aja, Mbak."
Meisya tertawa sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan Juna. "Nih, lu lihat dulu," ujarnya.
Dengan malas Juna melirik ke layar ponsel Meisya. Namun seketika itu juga pupil matanya membesar saat ia melihat siapa sosok wanita di layar handphone Meisya. Cewek ini kan... Juna bergumam dalam hati. Ia masih sangat mengenali siapa sosok wanita itu. Bagaimana mungkin Juna lupa sebab di kali pertama bertemu saja mata Juna tak bisa mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
"Cantik kan?" Pertanyaan dari Meisya membuyarkan lamunan Juna. Pria itu berdeham sejenak untuk menutupi keterpanaannya tadi.
"Biasa aja," jawab Juna. "Siapa itu namanya?" tanyanya kemudian
Meisya tersenyum meledek melihat sikap Juna. "Biasa aja sih tapi penasaran sama namanya," godanya.
"Ya kan katanya dia bakal jadi asisten gue, Mbak. Masa gue gak boleh tahu namanya?" Juna berdalih.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSITY [DaMay Sister's Story]
Roman d'amour[Complete] Seumur hidup Juna, baru pertama kalinya dia lihat cewek makan roti sama kertas-kertasnya. Dan seumur hidup Diana, baru pertama kali dia bertemu cowok yang komentarin cara duduknya. Sikap mereka saling bertolak belakang, namun seperti haln...