21. Baik

9K 1.5K 18
                                    

Jika di dunia ini ada alat pembaca pikiran, Diana pasti akan langsung membelinya untuk bisa melihat isi di dalam kepala seorang Arjuna Kaisar.

Diana gak habis pikir aja gitu kenapa Juna bilangnya mau ngajak Diana pergi ke luar tapi pria itu malah membawa Diana ke rumahnya? Diana pikir yang Juna maksud 'ke luar' itu ya pergi ke tempat-tempat umum layaknya mall, bioskop, taman, tempat rekreasi dan lain sebagainya. Tak pernah terlintas dalam otak Diana bahwa yang Juna maksud 'ke luar' itu adalah kediaman pria itu sendiri.

Bukannya Diana berharap untuk pergi berduaan dengan Juna, tapi Diana hanya tak menyangka kalau Juna tiba-tiba saja membawanya ke rumah pria itu dan bertemu dengan orang tuanya. Menurut Diana, ketika seseorang mengenalkan lawan jenis untuk bertemu dengan keluarganya, bukankah itu artinya orang tersebut sedang menjalin hubungan yang serius? Memangnya Juna serius dengan Diana? Atau mungkin konsep pemahaman 'mengenalkan lawan jenis pada orang tua' di antara Juna dan itu berbeda? Apa menurut Juna membawa lawan jenis bertemu keluarganya di rumah itu adalah hal yang biasa? Sumpah! Kepala Diana mau pecah kalau begini caranya.

"Jun, ini seriusan?" Diana menahan lengan Juna sekali lagi saat pria itu hendak membuka pintu rumahnya.

Melihat kepanikan di wajah Diana, Juna malah tersenyum. "Emang kenapa sih, Na?"

"Ya... kenapa mendadak sih?!" omel Diana. Sungguh Diana benar-benar merasa cemas sekarang. Rasanya seperti akan meminta restu padahal menjalin hubungan saja tidak.

"Tenang aja, Na."

Mana bisa tenang! jerit Diana dalam hati. Ya Juna sih bisa bersikap santai toh ini rumah orangtuanya sendiri. Coba seandainya dibalik, Diana yang membawa Juna bertemu orangtuanya. Diana yakin Juna juga pasti akan sama ketar-ketirnya dengan Diana saat ini. Eh, tunggu... buat apa juga Diana punya pikiran untuk membawa Juna bertemu orang tuanya? Diana menggelengkan kepalanya pelan. Mulai dah halu lagi, omelnya dalam hati.

Berbalik dengan Diana yang nampak ragu, Juna justru dengan yakin menggamit tangan Diana lalu membawanya masuk ke dalam. Untuk pertama kalinya sejak mereka kenal, Juna menggenggam tangan Diana dan gadis itu tidak protes sama sekali. Diana sendiri justru merasa genggaman tangan Juna memberikan ketenangan dan rasa nyaman pada sekujur tubuhnya yang saat ini gemetar.

Begitu melewati pintu, Juna mempersilakan Diana duduk di ruang tamu selagi ia memanggil mamanya. Semakin jauh langkah Juna terdengar, semakin panjang do'a yang Diana panjatkan dalam hati. Diana berharap agar ia tidak meninggalkan kesan buruk di hadapan orang tua Juna sehingga kelak jika sewaktu-waktu Juna membawanya kesini lagi Diana masih diterima dengan baik.

Tunggu... apa baru saja Diana berpikiran untuk datang kesini lagi di lain waktu?

Diana sedikit dikejutkan oleh suara ramah seorang perempuan yang datang menghampirinya bersama dengan Juna di belakangnya.

"Eh, sudah datang ternyata."

Diana pun langsung berdiri menyalami perempuan itu yang Diana yakin adalah mamanya Juna.

"Cantik sekali," puji wanita itu seraya mengusap punggung kepala Diana saat Diana tengah menyalaminya. "Ayo silakan duduk lagi, Nak. Tante balik ke dapur dulu ya soalnya masih ngurusin masakan. Nanti kita makan malam bareng ya. Papanya Juna sebentar lagi juga pulang," lanjutnya kemudian.

"Ehm, boleh aku bantu, Tante?" tanya Diana. Walau Diana jauh dari kata pandai untuk urusan masak-masak, setidaknya Diana masih bisa lah kalau cuma potong-memotong atau kupas-mengupas. Mana tahu ada yang bisa Diana lakukan di dapur. Bukan apa-apa, Diana merasa kayak gak tahu diri aja gitu sudah datang gak bawa apa-apa terus dimasakin makan lagi sama yang punya rumah.

"Oh, boleh dong. Yuk, ikut Tante."

Diana mengangguk lalu mengekor langkah mamanya Juna menuju dapur.

"Sini cuci tangan dulu, Nak," ujar mamanya Juna seraya berdiri di pinggir wastafel, mempersilakan Diana untuk membasuh tangannya.

DIVERSITY [DaMay Sister's Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang