Diana hanya bisa menahan jengkel melihat interaksi antara Juna dan Tedeora. Bagaimana mungkin Diana tidak emosi jika melihat Tedeora dengan begitu ramah-tamahnya berbincang dengan Juna layaknya mereka adalah kawan akrab. Padahal mereka baru pertama kali bertemu. Enggak, Diana bukannya sedang cemburu. Diana justru tengah kesal karena tahu Tedeora bersikap seperti itu sebab menganggap Juna adalah kekasih Diana.
Saat Juna pamit ke kamar kecil sebentar, barulah akhirnya Diana bisa menegur Tedeora. "Ted, apa-apaan sih?! Jangan sok kenal dekat gitu lah sama dia," protes Diana langsung sambil menarik lengan Tedeora mendekat ke arahnya.
"Emang kenapa sih, Na? Masa gue gak boleh mengakrabkan diri sama pacarnya teman gue?"
What? Pacar? "Ya tapi dia bukan pacar gue, Ted," sanggah Diana.
Tedeora mencibir mendengar sanggahan Diana. "Bukan atau belum? Aduh, Na, gue tuh tahu lu. Mana mungkin sih lu bawa cowok ketemu teman lu kalau memang kalian gak ada apa-apa?"
Diana meneguk salivanya sesaat. Ya benar juga memang yang Tedeora bilang. Diana punya komitmen kalau ia tidak akan pernah membawa lawan jenis menemui teman-temannya jika memang hubungan Diana tidak serius dengan lelaki itu.
Ah, yang sudah serius saja bisa bubar.
Diana menggelengkan kepalanya kala batinnya secara tak sadar berceloteh menyinggung kisah lamanya. Yang berlalu biarlah berlalu, yang penting sekarang Diana perlu menjelaskan pada Tedeora bahwa ia tidak sedang menjalin hubungan serius dengan Juna.
"Dia tuh bos gue, Ted," terang Diana mencoba meluruskan persepsi Tedeora tentangnya dan Juna.
"Bos?" tanya Tedeora memastikan dan Diana menganggukkan kepalanya. "Tapi kan lu ngajar, Na. Emangnya lu udah berhenti?" tanyanya lagi.
"Enggak, gue masih ngajar. Gimana ya jelasinnya? Gini, anggap aja gue freelance jadi asistennya dia."
Tedeora menyipitkan matanya menatap Diana. "Enggak ah, gue gak percaya. Lebih masuk akal kalau lu jadi simpanannya dia, Na."
"Bang─" Diana melirik sekitarnya sebelum kemudian mengatupkan bibirnya lagi. Jangan sampai ia berkata kasar di depan anak-anak.
"Sembarangan aja mulut lu. Lagian itu cowok masih single kok, gimana ceritanya gue jadi simpanan?" protesnya pada Tedeora.
Tedeora tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya udah kalau gitu berarti benar lu pacarnya, Na. Oh, sorry, calon pacar mungkin," ralat Tedeora saat mendapat tatapan garang dari Diana.
"Na, gini ya. Ngapain juga tuh laki mempekerjakan lu sebagai asistennya? Kayak gak ada orang lain yang lebih free dan lebih berkompeten aja gitu. Udah pasti ada udang di balik batu, Na."
Diana terdiam. Ya kalau soal itu sih Juna sendiri juga memang sudah mengungkapkan secara terang-terangan di depannya.
"Siapa bilang kerja? Anggap aja kencan. Dan ini bukan penjajahan, tapi pendekatan."
"Ah, terserah lah!" seru Diana pada akhirnya. Diana gak mau ambil pusing.
"Diana, bisa kita pamit sekarang?"
Diana sedikit terperanjat mendengar suara Juna. Gadis itu mengangguk kikuk lalu kemudian berpamitan pada Tedeora. "Sorry ya, Ted, gak bisa lama-lama nih," ujar Diana seraya memeluk Tedeora.
"It's okay. Thanks udah datang ya, Na."
"Kami permisi ya." Juna ikut berpamitan dan Tedeora pun mengangguk mengiyakan. Setelahnya Juna pun mengantar Diana berpamitan pada suami juga keluarga Tedeora yang lainnya.
***
Di mobil, selagi menunggu antrian untuk keluar parkiran, Juna diam-diam melirik Diana yang sudah terfokus dengan ponselnya. Juna menyeringai tipis mentertawakan kebodohannya sendiri. Sudah hampir pecah kepalanya semalam memikirkan siapa yang akan ditemui Diana di hotel. Rupanya gadis itu hanya menghadiri pesta ulang tahun anak umur empat tahun.
"Pfftt."
Diana menoleh dan melirik Juna yang tengah sibuk berusaha menutupi tawanya dengan cara mengulum bibirnya.
"Kamu buang angin?" tuduh Diana yang membuat Juna langsung menganga.
"Suara mulut itu, bukan kentut. Masa kamu gak bisa bedain," sahut Juna tak terima dituduh buang angin.
"Oh, beatbox? Emang nanti kamu disuruh beatbox?" tanya Diana lagi.
Juna menggaruk kepalanya frustasi. Ini cewek kenapa benar-benar gak ketebak banget sih isi kepalanya? batin Juna.
"Enggak, saya buang napas aja," kilah Juna.
"Ooh."
"Ehm, ngomong-ngomong teman kamu memang biasa kayak gitu? Rayain ulang tahun anak besar-besaran?" tanya Juna mencoba membuka topik obrolan baru.
Diana menganggukkan kepalanya. "Tiap tahun kayak gitu," jawabnya. Dari awalnya kaget karena anak umur satu tahun dipestain, sampai akhirnya Diana jadi terbiasa bahkan mengarah ke bosan karena tiap tahun selalu begitu.
"Dan tiap tahun kamu belum pernah datang bawa partner?"
Diana sontak melirik Juna sekilas, "Sok tahu!" sungutnya yang kemudian memalingkan wajahnya lagi.
"Loh, teman kamu sendiri yang bilang. Katanya baru pertama kamu datang sama cowok. Jadi berasa spesial nih saya." Tanpa ragu Juna menyuarakan kepercayaan dirinya.
Diana membungkam mulutnya rapat-rapat sedangkan di dalam hatinya Diana sibuk mengumpat Tedeora habis-habisan. Kok ya bisa-bisanya gitu loh temannya itu mengumbar kejombloan Diana di hadapan orang asing?
Sementara Diana konsisten dengan diamnya, Juna justru tak lagi sembunyi-sembunyi menampakkan senyumnya. Setidaknya Juna merasa tenang karena sekarang Juna tahu kalau Diana bukan tipe wanita yang sembarangan pergi dengan lelaki.
Begitu sampai di New TV, Juna dan Diana langsung menuju studio Night Talks tempat Juna akan tapping nanti. Sementara Juna berganti pakaian dan dirias, Diana menunggu di ruang tunggu sambil mengamati sekitar. Ini adalah kali pertama Diana datang ke studio TV jadi gadis itu merasa sedikit takjub dengan hiruk pikuk kegiatan di balik layar televisi.
"Diana."
Diana menoleh saat namanya dipanggil. Tatapan matanya menangkap sosok Juna dalam balutan setelan jas cokelat dengan kemeja hitam. Poni pendek rambutnya ditata dengan pomade dan disir ke atas sehingga memperlihatkan dengan jelas dahinya. Melihat penampilan Juna yang seperti itu membuat Diana meneguk salivanya. Seketika ia jadi teringat kata-kata yang Inge ucapkan.
"Lucu juga ya, bisa-bisanya kita gak mengenali dia waktu fotonya ditampilkan pas rapat. Efek pakai jas sama tatanan gaya rambut bisa bikin pangling ternyata."
Inge benar. Diana betul-betul dibuat pangling sampai jantungnya pun ikut-ikutan berdegub kencang terpesona melihat penampilan baru Juna.
Astaga, sadar Diana! batinnya memperingatkan.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSITY [DaMay Sister's Story]
Romance[Complete] Seumur hidup Juna, baru pertama kalinya dia lihat cewek makan roti sama kertas-kertasnya. Dan seumur hidup Diana, baru pertama kali dia bertemu cowok yang komentarin cara duduknya. Sikap mereka saling bertolak belakang, namun seperti haln...