"Na, sini!" Inge menarik pelan lengan Diana agar berdiri di dekatnya.
"Lu cek nama lu nih, Na. Sudah benar apa belum ejaan penulisannya? Soalnya dari data ini nanti buat acuan penulisan nama di sertifikatnya. Nanti kalau sudah, lu tanda tangan di kolom sebelahnya. Kalau ada ejaan kata yang salah, kasih tahu ke petugas datanya," terang Inge pada Diana sambil menunjuk buku daftar hadir peserta seminar.
Diana mengangguk kemudian mencari namanya di antara banyaknya nama yang telah diurutkan berdasarkan alfabet itu. Harusnya Diana langsung saja melihat pada susunan nama berawalan huruf 'D', tapi entah kenapa matanya tertuju pada nama 'Arjuna Kaisar' yang terselip di antara banyaknya nama yang berawalan huruf A.
Diana langsung membelalakkan matanya terkejut. Orang itu ada di sini juga?! serunya dalam hati. Diana bertanya-tanya dalam hatinya kira-kira apakah mungkin kalau nama ini pemiliknya adalah orang yang sama dengan Arjuna Kaisar yang akan menjadi pembicara di acara seminar sekolahnya nanti?
"Na, buruan. Banyak yang antre." Teguran dari Inge menyadarkan Diana dari lamunannya.
"Eh, iya, Mbak, sorry." Dengan sigap mata Diana kemudian mencari namanya. Begitu memastikan tidak ada yang perlu dikoreksi dari ejaan namanya, Diana pun membubuhkan tanda tangan pada kolom kosong di sebelah namanya.
"Sudah?" tanya Inge dan Diana mengangguk. Inge pun kemudian menggamit tangan Diana untuk masuk ke dalam aula bersamanya.
"Kita duduk di sini aja ya, Na," ujar Inge sambil menduduki salah satu dari beberapa baris kursi yang masih kosong. Beda dari kegiatan seminar pada umumnya yang biasanya kursi-kursi disusun berbaris ke belakang, pada seminar kali ini kursi disusun berbaris memanjang di sepanjang dinding sehingga membentuk persegi.
"Mbak." Diana menyenggol pelan lengan Inge yang tengah memainkan ponselnya. "Tadi aku lihat di daftar nama ada 'Arjuna Kaisar', mungkin gak sih kalau itu Arjuna Kaisar yang bakal jadi pembicara di seminar sekolah kita?" bisiknya pada Inge.
Inge memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas lalu memiringkan sedikit tubuhnya menghadap Diana. "Loh, memang sampai sekarang kamu belum menghubungi orangnya langsung?" tanya Inge balik.
Diana meringis kecil dan menggelengkan kepalanya, "Hehehe belum, Mbak."
Inge menggigit bibirnya dan menjitak pelan kepala Diana. "Dasar!" hardiknya. "Coba aja kamu cocokin mukanya sama yang ada di profil kontaknya," usul Inge.
"Dia gak pasang foto profil mukanya, Mbak," sahut Diana.
"Hmm, ya udah Mbak juga gak tahu kalau gitu."
"Emang nanti pesertanya gak diabsen satu-satu dulu ya, Mbak?" tanya Diana lagi.
Inge tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Ya enggak lah, Na, kamu kira lagi study tour namanya dipanggil satu-satu?"
Diana tersenyum kecut menyadari kebodohannya. Iya juga sih ya, mana mungkin panitia rajin banget mengabsen satu-satu peserta. Menghela napas pelan, Diana mencoba tak ambil pusing. Entah itu orang yang sama atau bukan, toh mereka belum saling kenal.
Diana kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Kursi-kursi yang semula kosong mulai dipenuhi oleh peserta lainnya yang datang. Diantara sekian banyak wajah yang baru pertama Diana lihat, ia menemukan sosok yang tak asing baginya.
"Itu kan si cowok sensi! Kok dia bisa di sini juga sih?" gumam Diana pelan saat matanya menangkap sosok pria yang tempo hari menegurnya dengan tidak sopan itu.
Entah tatapan Diana yang terlalu tajam atau memang pria itu yang terlalu peka hingga pria itu dengan cepat juga menangkap sosok Diana. Untuk sekian detik mereka saling mengunci dalam pandangan sebelum akhirnya Diana memalingkan wajahnya lebih dulu. Dan karena hal itu, Diana melewatkan senyum pria itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVERSITY [DaMay Sister's Story]
Romance[Complete] Seumur hidup Juna, baru pertama kalinya dia lihat cewek makan roti sama kertas-kertasnya. Dan seumur hidup Diana, baru pertama kali dia bertemu cowok yang komentarin cara duduknya. Sikap mereka saling bertolak belakang, namun seperti haln...