Langit sudah sepenuhnya gelap kala Alika mengunci pintu kaca dan bersiap menurunkan rolling door toko. Jalan raya di depan area ruko itu masih dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang, khas malam hari yang tanggungㅡketika para pencari rezeki sedang tumpah ruah di jalan demi kembali ke kediaman masing-masing.
"Udah?" Nindiㅡrekan satu shift Alika hari ini, sekaligus teman terdekatnyaㅡbertanya setelah membantu rekannya menurunkan rolling door. Tidak banyak pegawai pria di toko kue tempat mereka bekerja. Jadi, menjalani shift malam hari dan mengemban tanggung jawab menutup toko adalah hal yang lumrah bagi keduanya.
"Udah," angguk Alika, tersenyum tipis.
Setelah memasang kunci gembok dengan sempurna dan memastikan keamanan sekali lagi, kedua gadis itu berjalan beriringan meninggalkan area rumah toko. Mereka baru hampir mencapai pos satpam di dekat portal keluar kala mendadak Nindi menoleh pada sang kawan.
"Al, mau langsung balik?"
Alika memandang balik rekan kerjanya itu dengan tatapan bertanya. Ia batal menyuarakan pertanyaan karena langkah mereka telah sampai di depan pos satpam area ruko dan secara refleks, keduanya menyapa singkat pada satpam yang tengah berjaga.
"Emang kenapa?" tanya Alika akhirnya ketika mereka melangkahkan kaki di trotoar, menyusuri sisi jalan raya yang padat kendaraan.
"Mau ngajak makan dulu," cetus Nindi, meringis kecil. "Biar nanti sampe kosan bisa langsung rebahan aja, enggak usah mikir lagi mau makan apa."
Alika tertawa kecil sembari menggelengkan kepala menatap temannya. Mengenal baik perilaku Nindi sebagai kawan dekatㅡdan tidak memiliki rencana pun agenda lain yang mendesak untuk malam iniㅡgadis itu lantas mengangguk ringan. "Boleh aja, sih. Mau makan apa?"
"Nasi goreng Kenanga?" usul Nindi setelah sejenak berpikir, menyebut satu tempat jajanan kaki lima pinggir jalan yang dinamai sesuai dengan jalan raya di sisinya, yang terletak tidak jauh dari kawasan ruko tempat mereka bekerja.
"Makan di sana?" tanya Alika lagi setelah sebelumnya menyetujui usul Nindi.
"Mau, enggak? Atau mau bungkus aja?"
"Liat dulu, deh, ya," putus Alika kemudian. "Kalo lagi penuh, ya, bungkus aja. Enggak pa-pa, kan?"
Nindi tersenyum lebar seraya mengangguk setuju. Ungkapan terima kasih berlebihan menyusul setelahnya, membuat Alika tertawa dan membiarkan sang kawan menggaet lengannya sepanjang perjalanan.
Hanya sepuluh menit setelahnya, sepasang rekan itu telah duduk di salah satu meja dalam tenda penjual nasi goreng Kenanga demi menanti pesanan mereka diantar. Suasana tenda cukup ramai meski tidak terlalu padat. Beberapa meja di sekitar mereka diisi oleh lebih dari tiga orang sehingga mau tak mau, percakapan ribut dari meja-meja tetangga itu sesekali ikut terdengar oleh keduanya.
"Minum dulu, Al," tegur Nindi, membuat perhatian Alika yang tengah sibuk melihat sekeliling jadi teralih. Nindi tidak heran mendapati ekspresi tetkejut sang teman kala menyadari minuman mereka sudah terhidang lebih dulu.
"Kapan datengnya," cetus Alika dalam suara pelan yang nyatanya masih terdengar. Perlahan, gadis itu menyesap teh hangat dari gelasnya. Mengabaikan gelengan kepala Nindi yang masih menatapnya.
"Lo dari tadi bengong terus," sahut Nindi akhirnya, membuat Alika meringis.
Keheningan di meja mereka lantas tercipta kala Nindi menyibukkan diri dengan memeriksa ponselnya. Tidak ingin mengusik kawannya, Alika kembali menyesap isi gelasnya hanya sebagai bentuk mencari kesibukan. Baru saja ia meletakkan benda tersebut kembali ke permukaan meja, suara berisik dari meja di seberangㅡdi belakang punggung Nindiㅡmembuat kepalanya melongok penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Us✔
General FictionMeet Ajun, who treats everyone kindly but still being failed by the universe, Chanif, who in others' eyes is as bright as the sun, but deep inside has lost his brightness probably long time ago, Danar, who's stubborn and rather stupid for losing som...