Aku kembali ke kastel menyeramkan itu. Seperti biasa, mimpi itu membawaku berjalan menembus ruangan demi ruangan. Yang berbeda adalah, kali ini aku berhasil berjalan keluar dari dalam sana. Rasanya seperti telah menemukan jalan keluar dari labirin, melegakan sekali. Sambil berdiri di ambang pintu, aku memicingkan mata dan berusaha melihat sesuatu yang bisa menandakan apakah aku benar-benar telah mencapai dunia di luar sana, atau cuma bagian kastel lainnya. Ternyata aku berada di sebuah taman yang cukup luas, banyak pepohonan di sekitar sini serta tanaman-tanaman bunga yang terawat, nampaknya pemilik kastel ini menyukai keindahan. Tiba-tiba aku merasa sesuatu yang berada di antara kegelapan di ujung sana sedikit menarik perhatianku, aku berjalan mendekati deretan pepohonan itu hingga kini telah berada di dalamnya.
Sayup-sayup terdengar suara rintihan tangisan, kaki-ku langsung bergerak begitu saja tanpa kuperintahkan. Di tengah-tengah kegelapan mencekam itu, aku bisa melihat cahaya remang-remang yang berasal dari para kunang-kunang seolah-olah mereka sedang membantuku menunjukkan jalannya. Setapak demi setapak aku berjalan hingga tanah rerumputan tadi berubah menjadi jalanan berbatu, aku pun mendongak untuk melihat bangunan yang ada di depan sana.
Deg... bangunan di depan sana tampak seperti rumah Emily. Krieeett... Pintu masuk rumah itu terbuka perlahan, suara deritannya terdengar sangat memekakan telinga. Bisa dilihat dari luar sini, dibalik pintu itu menampakan kekosongan luas dan hitam. Angin kencang tiba-tiba menerpaku dari kegelapan di depan, membelit sekelilingku dan menarik-narik lengan dan kakiku, mengacaukan keseimbanganku. Saat aku mencengkram rangka pintu untuk berpegangan, angin itu semakin kuat dan mulai menampar-nampar rambut dan pakaianku, melolong-lolong hebat seraya berusaha menarikku masuk ke dalam sana. Berusaha menyelamatkan diri, aku berusaha berlari kembali ke arah datangku tadi, tetapi aliran setan-setan tak kasatmata tanpa akhir menyerbuku dari semua arah, bersemangat untuk akhirnya meloloskan diri dan menarikku bersama mereka.
Pada akhirnya aku berada di dalam rumah Emily, terdengar dari arah luar suara tawa bahagia anak-anak, aku pun berjalan mendekati jendela yang mengarah ke bagian halaman belakang rumah Emily. Dapat kulihat darisana, tiga orang anak, dua perempuan dan satu anak laki-laki sedang bermain bersama. Dan sepertinya wajah mereka tampak tidak asing bagiku. Ya ampun, bagaimana aku bisa melupakannya, ini adalah ingatan tentang masa kecilku, tapi sepertinya bayangan itu tidak berasal dariku.
Pranggg... lagi dan lagi aku dikejutkan oleh sesuatu yang tidak terduga, dari arah belakangku terdengar suara pecahan kaca. Aku melihat kedua orangtua Emily sedang bertengkar hebat, ayahnya memukul ibunya dengan gagang kayu panjang, lalu Emily datang untuk melindungi ibunya dan berakhir dengan mereka berdua terkena pukulan. Kejadian demi kejadian yang mengerikan itu terus berulang disekelilingku hingga rasanya aku bisa gila jika terus berada di dalam sana, seolah-olah aku sudah membuka kotak pandora. Aku pun berlari menuju ke lantai atas, tepat dimana kamar Emily berada. Begitu aku membuka pintu kayu berwarna biru muda itu, aku bisa melihat seorang wanita berambut pirang sedang duduk membelakangiku. “Emily?” panggilku.
Wanita itu langsung menoleh ke arahku dan tatapannya sama-sama terkejut saat melihat keberadaanku disana. Ia berdiri lalu berjalan menghampiriku, matanya tampak menelusuri tubuhku. “Bagaimana bisa kau ada disini? Apa kau ... tidak, tidak mungkin. Aura-mu terasa berbeda.”
“Kenapa kau meninggalkan kami?” Aku bertanya terus terang, aku merasa marah dengan pilihannya itu.
“Maaf, tapi aku tidak kuat lagi.” Ia tersenyum sedih. “Sampaikan kata maafku untuk Nico, dia berhak mendapat yang lebih baik dariku. Aneska, kau harus pergi darisini, tempat ini tidak baik untukmu.”
“Tapi, bagaimana denganmu?” tanyaku.
“Aku akan tetap disini selamanya, ini adalah bayaran yang harus kuterima. Cepatlah pergi!”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil's Lady
FantasyHighest rank #1 in Lucifer Aneska Beth, seorang gadis yang hidup sebatang kara setelah neneknya meninggal itu mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswi liar. Tidak ada satupun pesta yang ia lewatkan. Kepribadiannya sangat berubah 180° dari dirinya...