Bimbang

61 18 0
                                    

"ih bapak kalo becanda ga asik, udahlah mau balik aja ya saya"

"siapa yang becanda, saya serius kok. Eh duduk disitu yuk, ngobrol bentar" tunjuk pak Arif pada kursi yang berada di tempat yang lumayan ramai. Aku dan pak Arif pun berjalan menuju tempat duduk itu.

Disini aku mulai gelisah, aneh aja gitu, nyatanya udah sama pak Arif, tapi dipikiranku tetep aja ustadz Fahmi. Entahlah.

Setelah beberapa saat berada di suasana canggung, akhirnya aku memberanikan diri bertanya pada pak Arif.

"pak/Li" ucapku bebarengan dengannya.

"em bapak aja dulu" aku menunduk.

"saya kesana bentar ya, nanti saya balik, berani kan?"

"insyaallah berani lah pak, kan udah gede, udah 19 tahun hehe" setelah itu pak Arif berjalan menjauh, sembari menunggu pak Arif kembali, aku mencoba merangkai kata.

"Li jangan ngelamun" ucap pak Arif yang ternyata sudah berada di sampingku dengan ice cream dan paper bag yang dibawanya.

"eh iya iya pak" ucapku gelagapan.

"ini buat kamu" ucapnya sambil menyodorkan kedua benda tersebut.

"eh makasih pak" rezeki jangan ditolak yekan.

"ngelamun apa sih? Ngelamunin saya ya? Ditinggal bentar udah kangen"
cengengesan teros, w yang bingung sekarang.

"em bapak beberapa waktu lalu kerumah saya?" tanyaku sambil membuka bungkus ice cream yang diberi pak Arif.

"iya" singkat banget dah.

"ngapain pak?"

"kenalan aja sih, sama minta kamu ke orangtuamu buat saya"

WHAT

Sabar Lia sabar.

"pak saya boleh tanya?"

"barusan kan udah nanya" lah iya bener juga, bodo ah kembali ke topik awal.

"em kalo semisal ya, saya sudah ada pilihan tersendiri bagaimana pak?"

"ya gak papa sih, semua kan udah Allah yang atur, saya tinggal berjuang aja" duh yang biasanya dingin, kaku, bisa gini juga. Semoga cepet dapet kebahagiaannya sendiri.

"tapi saya lebih bahagia kalo Allah mengabulkan apa yang saya sebut dalam doa selama ini, termasuk kamu" aku terdiam, Lia cupu banget sih, mana Lia yang cerewet.

"ini udah malam, ayo saya antar kamu ke tempat bapak ibuk kamu tadi" aku bangkit dan mengekori pak Arif.

"sini jalan sebelah saya, nanti dikira kamu bocah yang suka ngikutin om-om ganteng lagi" aku terkekeh.

"hehe iya pak" gak ada kata lain apa ya, entahlah kok bisa ya dia ngerubah aku hanya dalam beberapa menit. Lalu kami melanjutkan perjalanan. Gak jauh-jauh banget kok hehe.

"ehh sudah balik, wah kamu kasih apa nih Lia, kok jadi kalem, kalo gini mah tante setuju kamu sama dia" bukan malu, tapi malah pengen nyakar.

"ish ibuk apaan sih, ayo pulang Lia ngantuk"

"hehe iya yuk"

"nak Arif, om sama tante pulang dulu ya, hati-hati dijalan" pamit bapak, setelah itu bapak langsung berjalan kearah mobil. Dan kayaknya mas Rizki sama mbak Sarah juga udah di mobil. Yap aku ditinggal berdua lagi.

"hm pak saya pulang dulu ya, bapak hati-hati, jangan sampek nabrak semut ya pak" ucapku sambil terkekeh.

"hehe jangan bikin saya gemes sama kamu, nanti saya tambah say.."

"ih udah lah pak saya pamit assalamualaikun"

"waalaikumsalam"

---

Sementara itu saat di dalam mobil dan perjalanan pulang, ada aja yang dibahas. Topiknya aneh, bikin pengen makin meronta.

"Lia, gimana sama Arif?" siapa yang tanya? Ya emak lah.

"gak gimana-gimana lagian Lia gak suka juga"

"gimana dek, jadi milih siapa nih? Ustadz Fahmi apa pak Arif?" wah mbak Sarah nanyanya begini.

"udah jelas milih ustadz Fahmi lah tu" noh kan udah di jawab sama mas Rizki.

"Rizki! Bapak gak suka kamu bawa-bawa dia" loh eh, kok bapak jadi emosi.

"dan Lia, jangan sampek kamu berhubungan lagi sama dia"

"kalo masih berhubungan gimana?" beraninya mancing harimau tidur, dasar Lia.

"terpaksa tanpa persetujuan kamu, bapak terima Arif"

"udah toh nduk, Arif itu baik, gak kalah sholeh sama ustadzmu itu, dan yang terpenting dia satu adat sama kita. Pahami nduk, ini juga untuk kebahagiaanmu" nasihat ibuk. Tak terasa mobil kami sudah sampai di halaman rumah.

"tau ah" ucapku cuek lalu keluar dari mobil dan menuju kamarku.

Entahlah, rasanya semakin aku dikekang maka semakin kuat pendiranku untuk tetap memilih ustadz Fahmi itu. Namun, apa sih yang bisa ku lakukan. Sekali gak boleh ya udah gak berani buat ngehubungin, atau terkadang bermodal nekad saja.

Baru saja aku teringat bahwa 2 hari lagi aku akan balik dan aku belum packing sama sekali. Aku bangkit mulai membuat list apa saja yang akan dibawa dan mulai mempersiapkan semuanya. Tak lupa aku menghubungi Meli, karena jika kita pulang bareng maka, berangkatnya juga bareng.

Oh iya, akhir-akhir ini aku jarang nulis di blog, ya menurutku menulis itu hanya teman waktu luangku.

Tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu.

Tok-tok

Aku segera bangkit dan membukanya, hm ternyata ibuk.

"nduk ini teh buat kamu, sama ini tadi ibuk nemu paper bag di mobil, punya kamu kan?" kok bisa lupa sih.

"eh iya makasih ya buk" aku kembali menutup pintu kamar.

Aku penasaran dengan isi paper bag tersebut. Aku mulai membukanya. Mataku berbinar saat aku melihatnya. Didalamnya ada boneka kucing berwarna cream, dan sebuket bunga.

Jujur aku sangat menyukai ini, aku sangat menyukai bunga sedari kecil dan ini pertama kalinya aku dapat bunga dari laki-laki.

Namun, tanpa disadari, perilaku, keimanan dan hal kecil seperti ini sudah bisa membuatku bimbang untuk memilih.

Next

I Want To Be An Ukhti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang