Speechless-Ending

132 17 2
                                    

Setelah beberapa menit aku mandi, selanjutnya aku segera memakai gamis yang baru saja tadi siang ku beli bersama Meli dan Karin.

"jangan pake kerudung dulu Lia!" teriak ibuk dari luar kamar.

"iyaa buk" jawabku seadanya.

Setelah selesai mengganti baju aku keluar dari kamar. Di depan kamarku ternyata sudah ada ibuk dan mbak Sarah dengan peralatan make up nya.

Apalagi ini huh.

"sini make up dulu sama mbak Sarah" ajak ibuk padaku.

"buk ayolah gak perlu make up lah"

"gak! Gak ada penolakan Lia"

Aku pasrah dan langsung duduk didepan mbak Sarah. Mbak Sarah mulai meriasi ku.

Setelah 1 jam berlalu akhirnya mbak Sarah selesai. Aku membuka mataku, mengambil kaca yang disodorkan oleh mbak Sarah.

Perfect!

Diluar dugaanku sekali. Aku menduga aku akan seperti ibu-ibu dengan make up super tebal, benar-benar menor.

Namun ini tidak! Benar-benar natural, pas di mukaku. Aku terlihat lebih fresh.

"duh anak ibuk cantik banget! Sarah pinter banget sih make up in nya" ucap ibuk bergembira.

Setelah itu aku beranjak untuk memakai kerudungku. Kulihat pantulan wajahku di kaca. Benar-benar cantik.

Samar-samar ku dengar ada yang sedang salam di pintu utama yang dibarengi dengan suara bapak dan ibuk serta mas Rizki. Sedangkan aku masih dikamar dengan mbak Sarah. Aneh, mengapa aku mendadak gugup, seperti mau....Lamaran.

"eh tamunya sudah datang. Keluar yuk dek" ajak mbak Sarah padaku.
Aku mulai bangkit dan menggandeng mbak Sarah. Sampai di ruang tamu aku memberanikan mendongak, namun ku urungkan.

"ini anak saya buk" ucap ibuk pada wanita seumurannya yang ada disini.
Aku semakin yakin kalau ini acara lamaran. Aku gak siap kalau memang harus dijodohkan, apalagi dengan laki-laki yang tak aku kenal.

Dengan perlahan aku kembali memberanikan diri untuk mendongak.

Deg

Deg

Deg

"..u..ustadz Fahmi.." ucapku terbata. Kulihat ia tersenyum padaku. Manis sekali.

Jangan diabetes Yalllah-ucapku dalam hati

Ku lihat dua orang yang berada di sampingnya, ku perkirakan itu adalah orang tuanya. Ku lihat sebelah orang tuannya, ada Karin, Meli, pak Alif, Ustadz Fahri dan ustadz Rifqi disana.

Oh jadi ini rencana mereka bersama ibuk.

Mereka cengegesan melihat wajahku yang mematung.

"sini duduk nduk" ajak ibu padaku.
Aku segera duduk disebelah ibuk dengan wajah bingung.

"jadi disini bapak sama ibuk mau bilang..kami merestui kalian" ucap bapak.

"begitupun orang tua Fahmi" lanjutnya.

Kaget sekali pastinya, bisa dipastikan kali ini aku ingin lompat-lompat kegirangan dan berjoget ala simpanse, tapi harus ditahan.

"jadi langsung saja. Lia, apakah kamu mau menerima anak kami?" tanya ayah ustadz Fahmi.

Aku hanya terdiam bingung. Sebenarnya aku sudah tahu jawaban yang akan kuberi, namun disini aku bingung bagaimana cara menyampaikan. Beberapa detik kemudian aku mengangguk, mengiyakan ajakan orang tuanya.

Aku lega, semua orang disini juga tersenyum mendengar keputusanku. Kemudian ibu ustadz Fahmi memakaikan cincinnya padaku.

"maaf, apakah boleh saya ngomong berdua sama Lia?" tanya ustadz Fahmi meminta ijin. Sekilas aku melirik sahabatku. Aku yakin mereka sedang menertawakan ekspresi wajahku.

"boleh tapi jangan lama-lama ya, kan belum halal" jawab ayah ustadz Fahmi.

Aku bangkit dan mengekori ustadz Fahmi.

Sekarang kami berada di kursi halaman rumah. Aku terdiam bingung memulai pembicaraan.

"cantik" ucapnya.

"eh.." kataku gugup.

"saya udah buktikan, perjuangan saya berhasil, terimakasih ya doa nya" ucapnya. Aku hanya tersenyum menanggapi.

"maaf ya saya sempet gak ngehubungin kamu"

"gak papa ust, gimana ust ceritanya, kok bisa luluh orang tua kita?" tanyaku.

"jangan panggil ustadz, mas aja atau aa gitu hehe"

"emm hehe yaudah saya panggil aa aja ya"

"sip calon hehe"

"jadi gimana ceritanya a?"

"ya ada deh, panjang banget ceritanya. Intinya saya juga dibantu sama sahabat kamu juga tuh yang didalem, oh iya sama dosen kamu juga"

"beneran a? Em pantes gerak gerik mereka aneh banget, kaya nyembunyiin sesuatu gitu, ternyata lagi kerja sama sama aa"

"iya hehe, oh iya sebulan lagi ya pernikahan kita"

"kok cepet a?"

"emang kamu gak mau cepet-cepet peluk saya?" ucapnya menggodaku.

"bisa aja a"

"hehe, sudah saya diskusikan juga sama orang tua kita"

"em ternyata aa juga udah ketemu diem-diem ya sama orang tua aku"

"Lia, makasih ya udah nungguin saya sampai sejauh ini, makasih udah percaya sama saya, saya semakin yakin memilih kamu"

"sama-sama a" jawabku

"jangan pernah berpaling dari saya, karena saya gak akan benar-benar melepas yang sudah saya perjuangkan" ucapnya sambil menatapku dalam. Aku tersenyum meyakinkan.

Abis


Tuban, 21 Juli 2020

Dinda Rizkya

I Want To Be An Ukhti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang