Gin menelan salivanya. Lagi-lagi pandangan itu. Sepasang bola mata indah bagai obsidian tersebut begitu dikenalinya. Dia yakin pernah melihatnya. Dahulu. Entah pada suatu tempat di bagian mana dari masa lalu.
Hasrat pria kitsune tersebut tiba-tiba sudah mencapai ubun-ubun. Hatinya yang berdesir pelan seolah membisikkan sesuatu untuk melakukan lebih. Di dekatkan wajahnya ke arah gadis itu. Aroma matahari bercampur wangi kamelia yang menguar dari tubuhnya, benar-benar membuat pikiran Gin melayang-layang. Dia mengenalnya. Dia yakin pernah menghidu wangi yang sama.
Sayo terbelalak. Dia mendapati dirinya tak mampu bergerak. Seolah ada jiwa lain yang menguasainya. Bahkan tatkala pria yang secara tak sengaja dia tarik ke dalam air tersebut semakin mendekati wajahnya. Sekeras apa pun dia mencoba, hanya geming yang didapat. Hingga dia merasakan sesuatu yang hangat melekat sempurna pada sudut bibirnya.
Hanya sekejap kehangatan itu dirasainya. Gadis tersebut mendapatkan kembali kuasa tubuhnya beberapa detik kemudian. Gin telah mencuri sebuah ciuman darinya. Tak dapat dielakkan, telapak tangannya kini telah mendarat di pipi kiri pria itu.
Sayo mendorong tubuh Gin menjauh. Matanya berapi-api. Berani-beraninya orang yang baru dikenalnya itu menciumnya. Lancang. Dia ingin segera mengeluarkan makian.
“Enyah kau!” teriak Sayo seraya berusaha berdiri. Pakaiannya basah, tetapi diabaikan. Kakinya tetap melangkah menjauhi tubuh Gin yang tergeming di tempatnya.
Dia sudah tidak tahan. Dikemasi kembali semua barang bawaannya dan memasukkan ke dalam tas hitam besar. Gagal lagi kegiatan samplingnya kali ini. Bergegas Sayo meninggalkan Gin yang menatapnya nanar.
“Tunggu,” sergah Gin seraya meraih lengan Sayo. “Jika kau tidak ingin aku cium, kenapa hanya diam saja? Kau bisa menolakku sejak awal.”
Sayo memalingkan wajahnya. Menatap pria dengan pipi kiri kemerahan bekas tamparan yang baru sesaat lalu dia hadiahkan.
“Itu bukan keinginanku,” desisnya. Gadis itu menyentak genggaman Gin untuk melepaskan lengannya. Kembali tungkai mungil tersebut berjalan menjauh.
Memang bukan atas kemauannya. Dia sudah berusaha untuk menggerakkan badannya, tetapi tak mampu. Sayo yakin saat itu Mume yang menguasai tubuhnya. Dia dapat merasakan perasaan tersebut memenuhi hatinya. Rasa asing yang bukan miliknya.
Sayo mengacak rambutnya sedikit frustrasi. Kenapa pula harus ada Mume dalam tubuhnya? Sepertinya dia harus mencari cara agar ia bisa keluar dari raga miliknya.
Sedangkan sedikit tertinggal di belakang Sayo sana, Gin masih bertanya-tanya. Apa maksudnya dari bukan keinginan gadis itu? Jelas-jelas dia tahu bahwa Sayo bahkan memejamkan kelopak matanya saat kecupan tersebut terjadi. Kenapa sikapnya berbeda? Seolah-seolah ada orang lain yang memiliki tubuhnya.
***
“Maaf,” ucap Gin yang masih mengekori Sayo hingga gadis tersebut hampir tiba di apartemen-nya.
Malam telah turun menyelimuti Kota Osaka saat keduanya masih berada dalam kereta. Bisu yang membentang di antara mereka, sedikit membuat Gin menyesal. Apalagi gadis itu sama sekali tidak mengacuhkan keberadaannya, bahkan mungkin menganggapnya tidak ada. Dia sepertinya sungguhan marah.
Sayo hanya menoleh sekilas sebelum tubuhnya berbelok ke sebuah gedung berlantai lima dengan dinding merah bata yang terletak di sudut jalan. Hatinya masih kesal. Bukan hanya karena perbuatan lancang Gin. Namun juga Mume yang mengusiki hidupnya.
“Kobayashi,” panggil Gin membuat Sayo memutar bola matanya.
“Apa?” sahutnya malas.
Gin mengeluarkan benda pipih dari dalam saku, lalu menyodorkannya kepada Sayo. “Ponselmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Of The Plum Blossoms [END]
FantasySemenjak tersesat di hutan dan menemukan pohon prem tua, tubuh Sayo bergerak tidak sesuai dengan keinginannya. Mahasiswi pascasarjana ini bahkan mulai mendapatkan ingatan seorang wanita bangsawan yang hidup di Era Heian-Mume. Celakanya, roh Mume yan...