“Jadi siapa yang kau pilih, Sayo?” goda Chie setelah makan malam usai. Sepasang mata pekat yang dia wariskan ke Sayo itu melihat dua tubuh duduk bersisian di beranda belakang rumahnya.
Sayo hanya memutar bola matanya. Dia enggan menjawab pertanyaan konyol sang ibu yang tengah memotong semangka. Tangannya masih sibuk dengan piring-piring kotor di tempat cucian.
Keisuke datang menjelang malam, bersama Keiko yang saat ini sedang ke kamar mandi. Tentu saja hal itu kembali membuat heboh ibunya. Bagaimana bisa putrinya yang selalu terlihat menjaga jarak dari lawan jenisnya itu justru membawa pulang dua laki-laki dewasa? Sebuah berita besar yang ingin dia sampaikan kepada suaminya.
“Kau belum menjawab pertanyaan ibu. Siapa yang kausukai, Sayo-chan?” Chie sengaja meniru nada suaminya ketika memanggil putri mereka dangan sebutan 'chan'.
Sayo menoleh. Memandang pada tubuh belakang Keisuke sejenak. Punggung yang sudah amat dikenalinya semenjak empat tahun lalu dan mampu menimbulkan desir-desir halus kala dia menatapnya lekat.
Beralih. Mata itu kemudian bergulir ke sisi Keisuke. Ada Gin di sana. Seseorang yang tiba-tiba muncul di hidupnya dan mengacaukan segala ritme sirkadiannya.
Mereka sedang berbincang. Entah apa yang kedua laki-laki itu bicarakan. Yang pasti, Sayo mampu menangkap guratan serius pada wajah keduanya.
“Tentu saja dia menyukai kakakku, Bibi. Iya, kan, Sayo-chan?” sahut Keiko yang tiba-tiba sudah muncul di dapur. Wajahnya yang cantik tampak berseri-seri. Dengan cekatan dia membantu Chie memindahkan potongan semangka ke atas piring saji.
“Oh, benarkah?” tanya Chie antusias. “Laki-laki yang berkacamata itu, kan?”
Keiko mengangguk tak kalah semangat. Dia seperti sedang mendapatkan rekan dadakan untuk menggoda Sayo. “Tapi dia tidak pernah mengakuinya, Bi.”
“Eh, kenapa?” Chie semakin tertarik dengan penuturan Keiko.
Mulut Keiko sudah terbuka. Dia hampir mengucapkan sesuatu sebelum kalimat Sayo menghentikannya.
“Tidak ada yang aku pilih,” sela Sayo cepat. Dia tidak ingin menjadi bahan godaan ibu dan sahabatnya. “Aku tidak ingin mengalami nasib sama seperti ibu.”
Chie tercenung sesaat. Sorot matanya tiba-tiba berubah penuh kesedihan. Sedangkan raut wajah Keiko tampak bertanya-tanya. Gadis dengan rambut bagai gulungan ombak itu bisa merasakan aura yang tiba-tiba berubah di antara ibu dan anak tersebut. Dia yakin, mungkin dirinya telah salah bicara.
Sejenak kemudian, Chie pun menghela napas. Seulas senyum tersimpul pada kedua bibirnya. Diangsurkan sepiring besar semangka potong kepada putrinya tersebut.
“Kau akan mengerti kenapa ibu melakukan ini semua suatu saat nanti, Sayo.” Halus suara wanita baya itu. “Kalau kau sudah selesai mencuci piring-piring kotor itu, segera berikan ini kepada mereka.”
“Kenapa, Bu?” tanya Sayo tiba-tiba seraya menutup kran air dan menghentikan pekerjaannya.
“Hm?” gumam Chie. Pertanyaan Sayo membuat keningnya yang sudah tampak berkeriput itu mengernyit. Dia tidak terlalu mengerti arah pertanyaan putrinya.
“Kenapa selalu berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa dengan ayah?”
“Karena ibu mencintai ayahmu.”
“Cinta? Memilih untuk tetap mencintainya, bukankah hal itu terlihat sangat konyol?” Sayo menggenggam erat pinggiran washbak berbahan aluminium itu. Berusaha menahan amarah yang hendak meledak di hatinya.
“Kau benar, Sayo. Ibu memang sangat konyol dan bodoh.”
“Kalau begitu, kenapa ibu tidak membuang semua barang-barang ayah di sini, tapi justru menyimpannya?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Return Of The Plum Blossoms [END]
FantasíaSemenjak tersesat di hutan dan menemukan pohon prem tua, tubuh Sayo bergerak tidak sesuai dengan keinginannya. Mahasiswi pascasarjana ini bahkan mulai mendapatkan ingatan seorang wanita bangsawan yang hidup di Era Heian-Mume. Celakanya, roh Mume yan...