16. Sisi Gelap

2 0 0
                                    

Keisuke menginjak pedal gas mobilnya lebih dalam. Tangannya cekatan mengendalikan laju kemudi di jalanan yang tidak terlalu padat. Kedua mata di balik kacamata itu memandang bergantian antara jalanan dan gawai yang dia tempelkan di atas dasbor. Menampilkan sebuah layar panggilan ke nomor Gin. Suara nada sambungnya bergema, memenuhi segala sudut dalam kendaraan roda empat tersebut.

Wajah Keisuke agak mengeras. Pria kitsune itu tidak segera mengangkat teleponnya. Firasatnya sedikit tidak enak tatkala Gin memberitahu bahwa Sayo tiba-tiba menghubunginya. Dia yakin telah terjadi sesuatu dengan gadis tersebut. Setelah deringan yang ke empat, panggilan Keisuke tersambung juga.

“Gin-san, kau di mana?” tanyanya tanpa mengucapkan halo begitu suara Gin terdengar di ujung sana.

“Aku sudah berada di depan pintu apartemen Kobayashi,” jawab suara Gin.

“Firasatku tidak enak.” Keisuke gusar. Tangannya mencengkram kuat kemudi dan kedua matanya memicing.

“Aku juga. Saat memintaku datang, suara Kobayashi sedikit aneh.”

“Kau masih ingat dengan apa yang aku katakan semalam, kan?”

“Aku mengerti, Keisuke. Jika itu memang benar dia, jujur saja aku merasa sedikit senang,” jelas Gin dengan suara ringan.

Keisuke mendengkus. Dia dapat membayangkan saat ini Gin tengah tersenyum di depan pintu apartemen Sayo. “Berhati-hatilah. Dia sudah menjadi yokai yang berbahaya.”

(Yokai: makhluk supernatural)

“Lalu, apa bedanya denganku? Aku juga sejenis yokai.”

Lagi-lagi pria berkacamata itu membuang napasnya. “Pokoknya, kau jangan macam-macam terhadap Kobayashi,” ingat Keisuke kepada Gin. Dia tidak ingin Sayo dalam bahaya. Paling tidak sebelum dia sampai di sana dan melindunginya.

“Aku tidak janji. Dia kembali untuk bertemu denganku saja sudah membuatku senang.”

Entah untuk berapa kali Keisuke harus menghela napas kasar. “Kau bahkan masih bisa bergurau di saat seperti ini.”

“Kau tidak perlu secemas itu, Keisuke. Aku akan baik-baik saja.”

“Bukan kau yang aku cemaskan, tapi Kobayashi.”

Gin mengurai tawa di ujung sana. “Baiklah. Akan aku pastikan dia baik-baik saja.”

Tidak ada jawaban dari Keisuke. Namun, pria itu dapat mendengarnya. Sebuah suara derit daun pintu yang terbuka.

“Sudah, ya. Aku tutup teleponnya,” pamit Gin di seberang sambungan sana diikuti nada panjang pertanda telepon yang putus.

Keisuke semakin mencengkram erat kemudinya. Kaki kanannya menginjak gas lebih dalam. Menambah laju kendaraan agar bisa sampai ke tempat Sayo secepatnya. Dia harus melindungi pujaan hatinya tersebut.

***

Gema tetesan air memenuhi segala penjuru gelap yang melingkupi. Tertangkap samar oleh telinga seseorang yang sedang terbaring miring di tengah ketiadaan cahaya. Kelopaknya mengerjap-ngerjap. Perlahan membuka, berusaha menangkap bayangan apa pun yang ada dalam kegelapan.

Tubuhnya juga terasa remuk redam. Sendi-sendinya bagai terlepas saat menggeliat. Gemerincing logam menggaung tatkala dia menggerakkan kedua kaki polosnya yang tanpa alas. Suara yang disertai oleh bahana tetesan air itu terdengar seperti di dalam sebuah gua.

Sayo berusaha bangun dan menerka sedang berada di mana sekarang. Tempat gelap nan pengap yang mampu membuatnya bergidik. Tak ada apa pun di sini. Hanya ruangan hampa tanpa cahaya dan kehidupan. Dia sendirian.

Return Of The Plum Blossoms [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang