10. Bayangan Hitam

9 2 0
                                    

Kanpai!!

(Kanpai: yel atau sorakan sebelum acara minum-minum dimulai, cheers)

Sorak sekumpulan manusia yang berada pada meja di sudut. Melebur bersama riuh rendah di sebuah restoran sukiyaki di kawasan Shinsekai. Gelas-gelas yang dipenuhi bir dingin diangkat tinggi-tinggi. Berdenting tatkala permukaannya disentuhkan satu sama lain. Suara tegukan diikuti helaan kuat terdengar seperti pemuas dahaga pada kerongkongan kering mereka.

“Ini adalah acara makan malam terakhir kita sebelum liburan musim panas minggu depan. Jadi nikmatilah sepuasnya,” ujar Profesor Saito yang duduk di meja paling ujung setelah bir dalam gelasnya tandas tak bersisa.

Semua kembali bersorak. Mengucapkan terima kasih kepada pria paruh baya itu sebab mentraktir makan kali ini. Mata-mata mereka terlihat riang. Setelah jenuh berkutat dengan jadwal penelitian masing-masing, akhirnya mereka bisa sedikit bernapas lega dan memanjakan lidah. Apalagi liburan musim panas yang hampir di depan mata.

Sudah menjadi salah satu rutinitas laboratorium entomologi untuk mengadakan makan malam bersama sebulan sekali. Sebuah acara yang digelar untuk melepas penat sekaligus mengakrabkan dan mengeratkan hubungan antar sesama anggota. Tujuh orang duduk di atas tatami mengelilingi meja persegi panjang berkaki pendek tersebut. Hidangan sukiyaki yang menjadi menu utama di restoran itu tersaji di dalam pot panas, berdampingan dengan beberapa botol  bir dingin sebagai pelengkap. Aroma daging dan sayuran yang telah masak menguar, menggelitiki hidung mereka. Termasuk di antaranya adalah Profesor Saito dan Keisuke, serta lima orang lainnya yang masih menempuh sekolah pascasarjana, telah tak sabar menikmati makanan itu. Tentu saja ada Sayo di antara mereka.

“Sukiyaki yang dimasak ala Kansai memang yang terbaik,” komentar salah satu senior Sayo berambut gondrong yang duduk tepat di hadapannya, Takumi.

“Tidak. Menurutku lebih enak ala Kanto. Lebih kaya akan rasa,” timpal Namie, gadis berkacamata dengan rambut kucir ekor kuda.

“Kalau begitu kenapa kau makan ini jika tidak enak?” sahut Takumi seraya mencelupkan irisan daging sapi yang telah matang ke dalam telur mentah yang sudah dikocok.

“Aku tidak bilang ini tidak enak,” jawab Namie ringan.

“Tapi kau baru saja membandingkan keduanya.”

“Apakah membandingkan rasa itu sama saja dengan mengatakan makanannya tidak enak?”

Takumi sedikit mendelik. Tampak dalam sorot matanya seperti ingin memakan Namie bulat-bulat. Semua tergelak. Takumi dan Namie memang terkenal sebagai kucing dan tikus di laboratorium entomologi. Pasti ada saja perdebatan di antara mereka yang membuat hidup suasana.

“Kalian sudah cocok menjadi pasangan suami-istri,” kelakar Profesor Saito yang diamini oleh yang lain.

Gelak tawa kembali merebak. Namie kelihatan tak acuh dan lebih memilih memasukkan potongan lobak ke dalam mulutnya. Sedangkan, Takumi terlihat tidak terima.

“Aku tidak akan pernah menikahi perempuan bar-bar seperti itu. Bisa mati muda nanti,” elaknya.

“Hati-hati. Kau bisa termakan ucapanmu sendiri, Senpai,” timpal yang lain.

“Daripada meributkan aku berjodoh dengan siapa yang masih menjadi misteri, bukankah lebih baik kita mengkonfirmasi gosip itu?”

Takumi memasang wajah penuh misteri dengan menaik-turunkan alis. Meminta dukungan kepada lainnya yang kemudian secara kompak menyeringai serta memandang Sayo dan Keisuke secara bergantian. Sayo yang tahu bahwa dirinyalah yang menjadi objek mereka saat ini, tiba-tiba menjadi kikuk. Sedangkan Keisuke, walaupun sikapnya terlihat tenang seperti biasa, tetapi dia memasang pendengarannya baik-baik.

Return Of The Plum Blossoms [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang