chapter 9 "Die"

6 0 0
                                    

Yup! Setelah banyak kejadian yang terlewati dan fakta yang ada saat ini. Membuat Reine semeja makan siang bersama Alex dan badut sirkusnya.
Menurut Reine, Erat adalah yang paling waras diantara kedua makhluk abstrak di depannya.
Beruntung Avril bertemu dengan cowok pengertian macam Erat dan bukan Leonard atau Alex.
Walaupun ia juga tahu jika Avril dan Leonard hanya 'pura-pura'. Tapi itu lebih baik. Mungkin saja seiring waktu yang berjalan mereka bisa menjalin hubungan yang bukan hoax.

"Eh kulit pisang. Handphone Lo bunyi tuh dari tadi. Berisik tau gak?!" Celetuk Alex kasar. Seperti biasanya.

Reine tak menjawab. Hanya memberi tatapan tajam sekilas. Lalu mengambil handphone nya memastikan siapa yang menelepon nya di saat ia sedang sekolah.

—papah—

Reine menjauh setelah mengatakan beberapa patah kata pada yang lainnya.
Berlari mencari tempat sepi.
Telpon dari papahnya adalah sesuatu yang sangat penting bahkan jika itu terjadi di jam pelajaran pun ia pasti akan mengangkatnya. Tak peduli apapun.

"Halo pah"
"Mamah kenapa pah?"
"Apa? Iya pah Reine ngerti"
Sambungan terputus...

Reine terduduk lemas. Ia tak peduli apapun. Ia tak bisa lagi berpikir jernih. Ia tak peduli jika sekarang ia terduduk di rumput sekalipun. Tangannya memukul dadanya pelan. Sesak sekali.

Alex diam-diam memperhatikan tingkah laku Reine sejak cewek itu pergi mengangkat telpon. Mengikuti cewek itu atas instruksi dari Avril.
Melihat apa yang terjadi sekarang Alex langsung menghampiri setelah merasa ada yang salah dengan gadisnya. -tunggu?! Gadisnya? Dia pasti sudah gila-

"Lo gak kenapa-kenapa kan?" Alex memapah pelan tubuh lemas Reine.

Ia seperti seseorang yang sedang sakit parah. Membantunya duduk di bangku yang memang di sediakan di taman belakang sekolah.
Tempat di mana mereka berada sekarang. Meski nyatanya tidak banyak yang datang ke tempat seperti ini.

Reine tak tahan lagi. Air matanya mengalir begitu saja. Harapan terakhirnya juga hilang.
Entah apa yang harus ia lakukan sekarang.
Tangan Alex merangkul Reine. Cewek galak di hadapannya terlihat sangat rapuh.

"Lo bisa nangis semau Lo. Gak usah di tahan" tangannya menelusuri rambut panjang Reine.

Tanpa segan lagi Reine menangis di dekapan Alex. Tak peduli dengan banyak hal untuk saat ini.
Ia ingin sekali saja untuk tidak memakai topeng. Ia muak.
Ia juga manusia. Punya hati yang bisa hancur kapan saja.

"Kenapa malah Lo sih yang ada di samping Gue pas Gue lagi kayak gini"
Reine mengeluh. Sudah lebih baik. Meski masih sesenggukan.

"Tenang aja. Gue gak bakal bocorin tampang Lo yang menyedihkan itu kok. Lagian jelek juga siapa yang bakal mau liat?" Ledek Alex terang-terangan.

Reine menahan tawa.

"Gue gak pernah tuh bilang kalau Gue cantik😂"

"Lo cantik kalau ketawa" Alex menutup mulutnya demi menyamarkan kata-kata barusan.

"Ujung-ujungnya Lo juga yang bilang Gue cantik😝"

"Emang Lo denger?😽"

"Lo pikir Gue tuli?! 😅😅😅"

"Makanya jangan nangis lagi ok! Lo bisa cari Gue buat ceritain semua yang Lo rasain."

Alex memandang bola mata coklat milik Reine seolah ia juga bisa merasakan kesedihan yang ada di sana. Mengusap sisa air mata di wajah cewek di hadapannya yang kini tertegun.

"Gue gak suka di kasih harapan. Makasih" tolak Reine.

"Gue janji deh... Gimana?" Alex seakan sedang melakukan tawar menawar dengan seorang pedagang.
Ia bahkan mengangkat kelingking nya.

"Janji yaa"

Reine tersadar.
Segera melepaskan tangannya yang terkait.

"Apaan sih Gue kayak anak kecil aja" ia bangkit.

"Pokoknya jangan bocorin masalah ini ke orang lain ya"
Reine berlalu tanpa mengucapkan apapun lagi.

Alih-alih ke kelas. Reine menuju toilet. Bercermin. Memperhatikan wajahnya. Beruntung tak ada yang berubah. Hanya make up-nya saja yang sedikit hilang.
Ia segera membetulkan nya sampai beberapa cewek datang menepuk pundaknya.

"Lo Reine kan?" Ia memandang Reine angkuh. Di ikuti tatapan tajam beberapa orang di belakangnya.

"Ada perlu apa nyari Gue?"
Khas Reine. Mata balas mata.

"Gue peringati Lo buat gak deket-deket sama Alex lebih jauh lagi."

"Alien itu? Lo mau ambil aja. Gue gak punya urusan apa-apa sama dia"

Reine melangkah pergi.
Tak peduli.
Kenapa pula cowok seperti Alex punya penggemar seorang psyco?
Emang ya peliharaan tuh gak jauh dari yang punya.

"Lo bilang apa?"
Cewek tadi belum menyerah.

"Jauhin atau Gue gak bakal lagi segan sama sahabat Lo yang aneh itu"

Ayana!

Ia tahu jika para kecoak ini berasal dari kelas 12.
Ayana tak akan bisa melakukan apapun jika Ayana berurusan dengan kakak kelas kayak mereka.

"Udah Gue bilang Gue gak tertarik sama Alien kayak dia"
Kali ini Reine benar-benar pergi tanpa menoleh lagi.
Membuat mereka mengepal kesal.

"Duh Gue berasa di kutuk" Reine bergidik sambil meneruskan langkahnya.

                                   ///

Pamannya yang sudah ia anggap sebagai ayahnya baru saja mengabarkan jika ibunya –harapan terakhirnya– telah meninggal.
Sejak ibu dan ayahnya pisah ia hanya bisa hidup di dalam kepura-puraan.
Dan itu sangat tidak nyaman.
Mau pergi untuk melihat terakhir kalipun percuma.
Ke korea bukan perjalanan yang bisa di hitung menit.
Bisa meninggal di tempat kelahiran sendiri saja sudah sangat bagus.
Tanpa harus mengenang pria brengsek seperti ayahnya.
Dari sini ia hanya bisa mengharapkan yang terbaik.
Pamannya mengajak untuk menetap di sana. Tapi ia memilih untuk tinggal lebih lama.
Reine terus mengelus pelan foto di tangannya.

Eomma... Aku di sini baik-baik saja. Itu berarti eomma juga harus baik-baik saja ya.
Eomma bisa tenang. Karena meski paman akan tetap berada di sana. Aku punya banyak teman yang baik.
Mereka bisa menerima aku yang apa adanya.
Hanya saja aku yang belum siap untuk menceritakan tentang eomma pada mereka. Maafkan aku ya eomma.
Ah eomma apa eomma tau? Aku punya teman yang sangat aneh.
Kelakuannya selalu membuat ku jengkel sejak pertama kali aku masuk sekolah.
Tapi dia juga orang yang pertama yang menenangkan ku ketika paman memberi kabar tentang eomma.
Dia baikan eomma?
Eomma harus baik-baik menunggu aku di sana ya.
Aku akan segera menemui eomma.
Aku sayang eomma 😘

Reine menutup matanya perlahan.
Ia lelah seharian ini.
Bukankah ini saatnya ia istirahat?
Ya ia harus istirahat untuk hari melelahkan selanjutnya.
   
                               ///

                                   ///

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus picture...💜

Gomawo... buat yang udah baca.
Maaf ya jalan ceritanya kurang seru gini.
Apalagi masih banyak typo nya.
Terus baca sampe ceritanya end yaa...
Makasih juga buat support nya.
😘😘😘






THE ID GUARDIANSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang