Semilir angin berhembus cukup kencang di atap.
Menerbangkan rambut Reine lembut.
Membuatnya merasa nyaman.
Menjanjikan sesuatu yang indah.Oh ayolah... Untuk apa aku tetap ada di sini?
Hanya menyusahkan yang lain saja.
Lagi pula aku juga lelah dengan semua sandiwara ini.
Bukankah lebih baik aku pergi?
Eomma juga sudah menungguku di sana.
Kasihan jika harus menunggu terlalu lama.
Pasti kesepian.
Aku harus segera menyusulnya sebagai anak yang baik.
///Ayana sudah di berada di UKS. Seseorang membuatnya terluka dengan sengaja saat jam olahraga.
Avril menjaga Ayana tetap aman bersama Erat dan Leonard.
Tak ada yang tahu perbuatan siapa ini.
Tapi Reine pasti tahu sesuatu. Hanya saja entah berada di mana anak itu sekarang.
Avril hendak ikut dengan Alex ketika Alex berkata akan mencari Reine. Tapi Alex lebih dulu mencegah.
Ini pasti ada hubungannya dengan ia datang bersama-sama Reine pagi tadi. Di tambah jam pertama tadi ia juga di hukum karena tidak fokus dan malah melamun."Reine! Jangan!"
Alex menyambar cepat tubuh Reine yang siap jatuh."Alex..." Reine menyungging senyum miris.
"Lo gila?!" Alex meninggikan suaranya. Mencengkram bahu Reine demi melihat cewek di hadapannya. Lalu memeluk erat. Ia sungguh panik.
Reine terisak.
"Kenapa Gue sama sekali gak berguna... Hiks... Kenapa?" Reine memukul pelan dada Alex.
"Ini semua bukan salah Lo. Lo gak salah"
"Tapi Ayana sebentar lagi harus ikut lomba. Gue... Gue yang bikin kakinya luka Lex. Harusnya Gue gak boleh deket-deket lagi sama Lo"
"Ssst... Ini bukan salah Lo ok?"
Alex mengusap sisa air mata di wajah Reine.Reine mengatur napasnya.
"Walaupun Gue gak tau apa yang sebenarnya Lo alami. Seenggaknya Lo gak boleh gegabah Reine. Lo masih punya mereka yang peduli sama Lo"
Keduanya terdiam.
Alex mengajak Reine untuk duduk di tempat yang terhindar dari sinar matahari setelah Reine menjadi lebih baik.
Membantunya menenangkan diri.
Karena bagaimanapun Reine sedang dalam kondisi yang tidak baik.Tatapan Reine kosong. Tapi bibirnya menggumamkan sesuatu dengan suara pelan.
"Hidup gue kayak lumpur. Di liat dari mana pun juga gak enak. Apalagi di makan..."
Tanpa sadar Reine menceritakan semua yang ia alami begitu saja.
Toh ia memang tak punya sesuatu yang patut ia banggakan.
Untuk apa menutup-nutupinya lagi?"Semua orang punya titik gelap masing-masing. Lo gak bisa milih mau kayak apa. Tapi Lo masih bisa lakuin yang terbaik buat apa yang udah terjadi" tangan Alex lagi-lagi mengacak pelan puncak kepala Reine.
"Ayo balik. Ayana Ama Avril pasti nyari Lo"
Reine mengangguk.
"Akhirnya malah Lo yang dengerin semua curhatan Gue. Sorry ya" Reine melunak. Mengikuti Alex dari belakang.
Seulas senyum tergambar di bibir Alex dalam beberapa detik.
Ia berharap jika seterusnya akan seperti ini.
Atau lebih baik waktu berhenti saja.///
Avril menggerutu setelah Reine menceritakan semuanya.
Bagaimanapun juga menurut Avril ini sangat keterlaluan.
Tak seharusnya semut-semut itu berbuat hal seperti ini di saat bocah itu sedang berada di titik terendah nya.
Mem-bully Reine yang merupakan salah seorang sahabat terbaiknya.
Juga menyakiti Ayana si kecil polos miliknya.
Tentu saja Reine akan melakukan sesuatu pada mereka dan tak akan tinggal diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ID GUARDIANS
Teen Fiction'ID BANGET SIH LO!!!" Aku kelepasan. Bagaimana tidak? Aku masih tergolong murid baru karena Aku memang baru saja pindah. Tapi sepagi ini Seseorang menghampiri ku dan mengatakan jika aku di panggil ketua OSIS Karena masalah kedisiplinan. Tentu saja s...