15

800 89 4
                                    

Twins

Happy reading

.

.

.

.

.

Zahwa memainkan pulpennya sembari menunggu Dean dan minuman yang dipesannya datang. Dean yang notabenenya kakak kelasnya, bersedia membantu mengajari ekonomi yang ia tak mengerti sama sekali.

Matanya menangkap Dean yang terlihat kebingungan mencarinya. Zahwa langsung mengangkat tangannya, "disini!" ucapnya yang didengar Dean. Dean langsung berjalan ke arahnya. Beruntung kafe yang ia pilih tidak terlalu ramai.

"Udah lama?" Dean mendudukkan dirinya dengan nafas memburu. Zahwa menggeleng, "ga terlalu."

"Mau minum apa?" tanya Zahwa yang sudah siap untuk memesan.

"Ice mocha, butuh yang dingin-dingin pait" ucap Dean asal. Tentunya mendapat cibiran gratis dari Zahwa, "masuk kulkas gih, dingin kan."

Selesai memesan, Zahwa kembali dengan satu minuman ditangannya. "Punya gue?" tanya Dean heran. Memangnya sekarang kopi warnanya merah muda ya?

"Bukan ih! Punya gua, punya lu lagi dibuat," jelas Zahwa lalu mulai menyeruput minumannya.

"Ayo deh, mana yang bikin gagal paham?" Dean langsung menanyakan tujuan utama Zahwa memintanya datang kesini.

"Ini, jelasinnya cepet banget. Gua ga paham sama sekali," Zahwa menunjukkan satu sub bab yang ia tak mengerti. Lalu Dean mulai menjelaskan secara perlahan sampai Zahwa benar-benar paham.

🍁🍁🍁











"Sean pulang."

Membuka sepatu dan kaus kakinya, lalu meletakkannya di rak. Kakinya benar-benar pegal. Melakukan penelitian untuk persiapan praktikum itu membutuhkan banyak tenaga dan kesabaran.

"Tumben sepi,"

Sean berjalan ke dapur, dirinya butuh air dingin sekarang. Sebelum membuka lemari pendingin, matanya menangkap sticky note yang sepertinya baru ditempel.

Membacanya lalu Sean simpulkan jika orangtuanya pergi keluar kota untuk bisnis. Bukan kali pertama orangtuanya pergi selama hampir seminggu dengan alasan yang sama. Sudah beberapa bulan ini mereka selalu keluar kota dengan alasan yang sama.

"Dean kemana?" makhluk yang ia cari dari tadi tak kunjung menampakkan diri, langsung saja Sean berjalan ke kamar Dean. Mengecek apakah adik sekaligus kembarannya itu ada dirumah.

Kosong.

Sean hanya mendapati kamar kosong yang entah pemiliknya ada dimana.

Masa bodoh, Sean ingin mandi sekarang. Nanti saja memikirkan kemana perginya Dean, sekarang ia butuh air dingin. Semoga saja tidak menggigil setelahnya.

🍁🍁🍁












Jam sepuluh lebih, Dean baru selesai mengajari Zahwa. Beberapa guru di sekolahnya itu seperti tidak punya niat untuk mengajar dengan baik. Jadi ya seperti itu.

Di tengah perjalanan pulang, Dean mampir ke tukang nasi goreng pinggir jalan. Membeli dua bungkus, satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Sean. Kembarannya itu suka lupa makan, padahal punya penyakit pencernaan akut.

Drrrttt

Dean segera mengambil ponselnya dari saku. Begitu matanya melihat id caller yang tertera, Dean segera mengangkatnya.

"Lagi beli makanan."

"Iya ini balik,"

Pip!

Panggilan ditutup sepihak, "dih, kembaran siapa sih?" tanyanya pda diri sendiri.

"Gue give away laku kayaknya," lanjutnya.

Menunggu pesanannya jadi, Dean mengalihkan pandangannya ke sekeliling. Jalanan mulai sepi. Badannya mulai merasa kedinginan.

"Nih bang nasi gorengnya," ucap si penjual yang mengagetkan Dean.

"Ah iya, pas ya" memberikan uang sejumlah dengan harga nasi goreng. Dean segera pulang. Dingin.

🍁🍁🍁












"Kita main bang," ajak Dean setelah mereka selesai makan malam. Padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Tetapi matanya tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengantuk.

Sean menatap kembarannya aneh. Ini hampir tengah malam bung, permainan apa yang ingin dimainkan?

"Apa?" akhirnya Sean menyetujui ajakan Dean setelah berpikir cukup lama. "Truth or dare," jawab Dean lalu merogoh kantongnya mencari koin lima ratusan yang ia punya.

"Pilih angka atau gambar?"

"Angka,"

"Oke, gue gambar."

Dean mulai melempar koin itu ke udara, menangkapnya lalu segera ditutup. Sean hanya diam memperhatikan. Begitu Dean membuka koin yang tertutup, yang muncul adalah gambar. Sean tersenyum penuh kemenangan, setidaknya dia bukan korban pertama.

"Pilih apa?"

"Hmm, gue pilih truth" jawab Dean. Mengingat ini sudah malam, dan Dean takut jika Sean memberikan tantangan yang agak aneh.

"Kata Alif, Nita sakit. Lu apain Nita?" tanya Sean setelah memilih pertanyaan yang menurutnya akan sangat berguna untuk dirinya.

"Kepo lu bang," ledek Dean. Tumben sekali Sean peduli dengan orang lain.

"Iya-iya gue jawab, gosah ngasih tatapan kek gitu. Serem," lanjut Dean yang mendapat tatapan intimidasi secara intens. "dia ulangan susulan bareng gue yang kebetulan lagi remedial, tapi begitu selesai, dia ngeluh pusing. Gue sih curiganya dia alergi sama soal kek gue," kalimat terakhir Dean mengundang kerutan di dahi Sean. Emang ada ya orang yang alergi dengan soal?

"Mana ada dah alergi kek gitu," sangkal Sean. "Adalah, buktinya Nita sama gue,"

"Udah, mainnya selesai. Makin malem lu makin ngaco, gue ke kamar."

Sean langsung pergi menuju kamarnya. Meninggalkan Dean di ruang tamu sendirian.

"Lu ngehindar ya?"

🍁🍁🍁












note: yo! welkam bek ges. ngapain aja selama liburan di masa transisi ini? aku sih makin nolep, wkwk

vomment tjintah❤️

Twins | Wonwoo, DokyeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang