21. Kesadaran Yang Menyeruak Keluar

10 4 0
                                    

Sebuah operasi yang memakan waktu hampir dua belas jam membuatku terpaksa menginap lagi di rumah sakit malam ini. Padahal sudah dua malam aku tidak pulang, dan tampaknya Papa harus kembali bersabar menunggu anak satu-satunya ini kembali ke rumah.

Rasa lelah segera saja menyergapku begitu aku memasuki ruang kerja. Jas dokterku tergeletak begitu saja di atas meja, sementara aku bergegas membasuh wajah dan menggelar sebuah kasur lipat. Tubuhku yang terasa lengket, membuatku urung segera terlelap. Pada akhirnya aku memutuskan untuk mandi, dengan resiko terserang flu besok.

Mandi malam memanglah tidak sehat, terlebih untuk wanita. Namun, apa boleh buat kalau tubuhku sudah memberi kode untuk segera dibersihkan. Berada di ruang operasi yang berpendingin ruangan tetap saja akan membuat berkeringat, terlebih saat sedang di hadapkan dengan masalah hidup dan mati seseorang.

Sayangnya, bukan hanya tubuhku yang rindu mandi malam ini. Pikiran dan hatiku pun sepakat untuk merindukanmu. Padahal, aku sudah berjanji untuk melupakanmu. Namun, aku bisa apa saat rindu datang tak tahu waktu.

Segera saja kenangan tentangmu berputar dalam pikiranku, seakan aku sedang menonton sebuah film dengan pemeran utama kita berdua. Di mulai dari pertemuan pertama kita, pembicaraan-pembicaraan kita, sampai pada awal mula permasalahan yang membuat kita sejauh sekarang.

Sebelumnya aku tidak pernah menyadari bahwa kemustahilan hubungan kita bukan hanya terletak pada perbedaan medasar seperti kepercayaan atau perasaan. Tidak. Nyatanya segala sesuatunya lebih rumit dari yang aku bayangkan.

Aku kira aku sudah mengenalmu, mengertimu, memahamimu. Aku kira aku sudah menjadi sadaranmu, tempatmu berlabuh walau hanya sementara. Ternyata aku salah. Sejak dulu, banyak hal-hal yang kamu sembunyikan dariku. Banyak rahasia, banyak pertanyaan, banyak jawaban.

Pada akhirnya barulah aku sadar, bahwa kita hanyalah semu. Kamu tak pernah menjadikanku tempat untuk pulang. Aku tidak pernah kamu jadikan tujuan.

Dirimu ibarat bawang yang berlapis. Aku bahkan belum menembus lapisan terluarmu, disaat aku merasa sudah berhasil mengupas sampai pada lapisan terakhir.

Dirimu ibarat kapal, atau pesawat, atau apapun itu. Aku bahkan hanya melihat bayangan terbungkus kabut kenyamanan, disaat aku merasa sudah melihatmu seutuhnya.

"Manusia tanpa mimpi juga bukan manusia namanya. Bisa kamu bayangkan gimana rasanya hidup tanpa mimpi? Rasanya seperti mati."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini kamu hidup tanpa kehidupan. Bahwa selama ini kamu sudah merasakan kematian, bahkan ketika jantungmu masih berdetak.

"Harapan, biasanya muncul ketika cita-cita atau mimpi yang sedang dicapai mengalami jalan buntu. Hal paling tidak realistis, karena harapan sering datang dengan cara tidak terduga. Bisa menjadi penopang, sekaligus penghancur dari mimpi dan cita-cita."

Aku bahkan tidak menyadari kalau selama ini kamu sudah dihancurkan oleh harapan palsu. Bahwa kefasihanmu dalam mengungkap hal tersebut didasarkan oleh pengalaman dikecewakan yang begitu dalam.

"Aku ingin menjadi seperti beliau. Aku ingin bisa menuntun istri dan keluarga kecilku nanti menuju surga."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa mimpimu yang terdengar begitu indah, begitu realistis, didasari oleh trauma berkepanjangan dari sosok yang harusnya melindungimu.

"Bukankah itu egois? Aku juga punya mimpi, cita-cita yang harus kucapai. Kenapa tidak ada yang mengerti?"

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini aku hanyalah sekedar mendengarkan. Bahwa aku tidak pernah mengerti, aku tidak pernah memahami.

"Apapun yang terjadi, jangan berubah. Tetap jadi Nara yang aku kenal. Janji?"

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini kamu sungguh-sungguh memintaku untuk tetap begini, karena sejak dulu kamu menyadari sesuatu; bukan bagianku untuk menjadi tempatmu pulang.

"Kamu. Bagiku kamu lebih istimewa."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini kamu mengatakan hal itu hanya untuk menghargai diriku, menghargai usahaku. Bahwa aku tidak pernah punya tempat yang begitu istimewa dalam hidupmu.

"Aku cuma tahu cara untuk terlihat baik-baik saja. Sampai hari itu kamu datang, mendengarkanku, mengobatiku. Dan ketika aku sadar, aku sudah tidak apa-apa. Kamu yang membuatku bisa melewati semuanya."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini aku tidak pernah memiliki peran dalam membuatmu baik-baik saja. Jangankan mengobati, posisiku saja hanya sebagai pengisi kekosongan dalam hidupmu. Selama ini aku hanyalah satu dari sekian banyak pelarian untuk melupakan sakitmu barang sejenak.

"Terkadang aku lelah dengan segala keputusan yang Ayah ambil. Hanya karena aku anak pertama, maka segala tanggung jawab dibebankan padaku."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini kamu bukan hanya lelah. Kamu hancur, sehancur-hancurnya; digerus oleh cengkraman penguasa otoriter bernama orang tua.

"Maaf untuk janji-janji yang belum sempat kutepati."

Aku bahkan tidak menyadari bahwa selama ini semua kata yang terucap —semua janji, semua kaitan kelingking, semua pelukan, semua usapan— itu hanyalah ilusi yang kamu ciptakan untuk menyenangkanku. Bahwa selama ini aku terjatuh pada ketidaknyataan yang bahkan terasa begitu realistis, begitu alami, begitu nyata.

Pada akhirnya, semua ketidak sadaranku hanya membawa kita pada ketiadaan. Pada dobrakan aspirasi pribadi yang berusaha merebut atensi masing-masing.

Pada akhirnya, aku hanya berusaha mempertahankan kenyamanan tanpa eksistensi nyata; mengharapkan sedikit keajaiban bahwa kamu akan kembali padaku. Disaat nyatanya kamu tidak mungkin kembali, karena kamu memang tidak pernah menjadi milikku.

Pada akhirnya, kamu hanya berusaha mengisi kehampaan akibat kematian yang terlalu semangat menghampiri; mengharapkan atmamu dapat bangkit kembali dari tekanan absolut para otoritas.

Pada akhirnya, kemustahilan hubungan kita bukan hanya terletak pada kepercayaan, perasaan ataupun jarak. Bahwa hubungan kita tidak berdasarkan afeksi semata, melainkan hal-hal yang lebih kompleks dari itu; reputasi, realitas, filantropi, aspirasi, atensi, bahkan keabsolutan semesta.





[11 Juli 2020]





*Habis ini selesai pokoknya harus revisi(╥_╥) duhh hancur banget ini tuh serius deh(ToT) Btw, gak tau deh kata-kata di bab ini nyambung apa enggak:v

Aphelion✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang