Para dewata menggariskan sejarah akan terulang manakala purnama berwarna merah, dan bundarnya berlipat dua dari biasanya.
Menurutmu malam ini akan begitu? Merapatlah, ayo kita lihat bersama. Jangan takut begitu, aku takkan menelanmu.
"Mbok Rondo! Mbok Rondo! Aku datang menagih janji!"
Heh, engkau merasakan tidak? Tanah baru saja berguncang lantaran dientak suara Buto Ijo yang menggelegar.
Meski begitu, dari dalam gubuk tak juga ada sahutan. Mana Mbok Rondo dengan segala kilahnya layaknya dua hari lalu? Si janda meminta waktu, sebab katanya Timun Mas tengah sakit panas. "Menyantap gadis sakit hanya akan membuat perutmu mulas."
Haaalaaah, ngapusi!
Malam itu sengaja kubiarkan Buto Ijo tak memaksa. Tentu saja itu membuat Mbok Rondo lega. Tak apa, biar dia bahagia sebentar bersama anaknya. Kurang pemurah apa lagi aku ini?
Namun, tidak malam ini. Buto Ijo kutitah wajib membawakan Timun Mas ke hadapanku, junjungannya, tak peduli bagaimana keadaannya.
Maka dari itu, ketika tak ada jawaban dari dalam, lihatlah Buto Ijo habis kesabaran. Disibaknya atap rumbia gubuk Mbok Rondo. Sekali jentik, dinding anyaman bambu gubuknya pun roboh.
Oh, lihatlah si janda tua, berteriak sekencang-kencangnya dari pintu belakang agar sang putri lari.
Hah, kalau aku jadi dia, dari awal tak bakal aku memohon-mohon pada raksasa alas Setragandamayit yang tersohor wingit agar diberi keturunan. Kami culas, tak bakal memberi cuma-cuma. Kuberi tahu, itu bukanlah kabar angin belaka. Kami selalu meminta kembali apa yang kami beri.
Kenapa tak berdoa pada dewata? Ah, barangkali dia menyerah, sebab semasa suaminya masih hidup, doanya tak pernah didengar dewa-dewa.
Saat dia mengiyakan syarat untuk menyerahkan Timun Mas ketika gadis itu berusia tujuh belas tahun, mestinya dia sadar kami pasti akan menagih. Lantas, apa? Mbok Rondo hendak mengelabui kami dengan meminta bantuan begawan sakti? Hahahahaha, kadal kopet! Si begawan yang konon sakti mandraguna itu bahkan mudah saja kutelan.
Oh, oh, kemarilah lebih mendekat dan lihat ke dalam Kaca Benggalaku. Setelah ini akan seru. Saksikan Timun Mas terbirit-birit berlari selagi dikejar Buto Ijo. Lucu sekali melihatnya mengangkat jarik yang membebat kakinya. Omong-omong, betisnya terlihat lezat.
Wah, lihat setelah ini, dia bakal melempar biji timun. Simsalabim. Sekedipan mata berubahlah jalan setapak itu menjadi kebun timun. Hanya saja, tak seperti ratusan tahun lalu, sulurnya tak akan mampu membelit Buto Ijo. Tumbuhnya saja cuma sebatas mata kaki.
Hahaha, lihatlah wajah ayunya yang pias itu. Menurutmu, apa dia merutuki simboknya sebab bekalnya tak bekerja?
"Lari, cah ayu, lari." Ah, saking terbahaknya tertawa, aku sampai nyaris terguling dari singgasana. "Keberuntunganmu sudah habis kali ini."
Lihatlah! Timun Mas terus berlari, napasnya mulai tersengal-sengal. Aku yakin kakinya sudah capai, maka dia lemparkan bungkusan kedua: jarum.
Ah, jika dulu jarum dilempar jadi bambu, garam dilempar jadi lautan, lalu terasi jadi lumpur panas. Sekarang, jarum bakal menjelma rerumputan, garam jadi kerikil, dan terasi jadi pasir kali. Itu semua tak bakal bisa membuat Bujo Ijo mati.
"Hahaha, bagaimana, Nduk, rasanya kukerjai?"
Apa? Kau bertanya bagaimana aku bisa membalik cerita?
Masih ingat begawan sakti yang dimintai tolong Mbok Rondo untuk mengelabui Buto Ijo? Setelah kutelan, aku berubah wujud menjadi dia. Jadi, Mbok Rondo sebetulnya meminta tolong padaku!
Sejarah akan terulang saat bulan berwarna merah? Hahahaha! Mestinya para dewata memastikan dulu, tidak ada yang hidup sampai akhir dunia! Misalnya aku, sang Dewatacengkar!
Sudahlah! Aku bukan keledai yang terperosok ke dalam lubang yang sama.
Wah, wah ..., tengoklah bekal sakti Timun Mas sudah habis terpakai seluruhnya.
"Tolong! Tolooong!"
Sudah, ya, mengintip dari Kaca Benggalanya. Kau pasti tak tega melihat makhluk rupawan itu melolong-lolong dicengkeram raksasa buruk rupa.
"Hoi, Buto Ireng! Siapkan rempah-rempah. Timun Mas kita rebus saja."
___
Ngapusi: bohong
Angkasa 2: 0(P-C) Kesara
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Bercerita
Short StoryAda satu semesta, dengan berlapis-lapis angkasa. Matahari-matahari pada tiap angkasa gemar dan lihai bercerita. Maukah kamu mendengar cerita mereka?