WARNING! Fiksi dari angkasa ketujuh kali ini adalah cerita yang mengandung boys-love atau BxB
.
.
Pernah suatu ketika, He Xuan mengajukan tanya pada Hua Cheng, partner-nya dalam menjalankan rencana penyusupan ke kota surgawi.
"Bagaimana kau bisa begitu yakin, dewa-mu, akan kembali ke surga?"
Tahun-tahun yang mereka lalui tidak sebentar. Delapan ratus tahun hampir berlalu, namun Hua Cheng masih menunggu.
"Yang Mulia adalah yang mulia. Satu-satunya dewa yang layak menjadi dewa."
He Xuan tidak mengerti, tapi juga tidak bertanya lebih lanjut. Sebagai sesama iblis golongan tertinggi, ada hal-hal yang bisa diucapkan, ada juga yang cukup mereka saja yang tahu.
***
Hidup manusia amatlah singkat. Berbeda dengan mereka yang tinggal dan hidup di dunia para dewa juga iblis. Untuk bertahan hingga usia delapan puluh tahun, menua lalu mati, adalah anugerah tersendiri. Di jaman peperangan meraja lela dimana-mana, mampu melewati usia lima puluh adalah hal langka.
He Xuan tidak pernah tahu, bahkan setelah menjadi iblis golongan tertinggi, lagi-lagi dia harus merasakan penderitaan.
"Ming-xiong," panggil Shi Qing Xuan lemah.
Puluhan tahun berlalu sejak He Xuan berhasil membalas dendam. Shi Wu Dhu mati di tangannya dan Qing Xuan dibuang ke dunia manusia. Mengalami beragam penderitaan dari buruk hingga paling buruk. Meski begitu, pribadinya tetap Qing Xuan yang dulu dia kenal.
"Ming-xiong," panggil Qing Xuan lagi.
"Ah, Tuan Muda He," kekeh Qing Xuan. "Aku tahu kamu ada di sini."
Tubuh Qing Xuan sudah renta. Seluruh rambutnya memutih. Pandangannya buram. Bahkan telinganya tidak dapat mendengar dengan baik. Tapi, Qing Xuan tahu alasan dia bisa bertahan hingga saat ini. He Xuan selalu melindunginya dalam segala keadaan. Dalam diam, tanpa pernah diketahuinya.
Namun, Qing Xuan sadar. Dia orang yang ceroboh, kekanak-kanakan. Jika di masa lalu, kakaknya akan selalu menjaga Qing Xuan. Dengan kakaknya yang lebih dulu pergi, siapa kiranya yang mau mengurusi Qing Xuan? Tentu saja orang yang pernah menghabiskan bertahun-tahun hidup dengannya, He Xuan, akan mengerti Qing Xuan luar dalam.
"Terima kasih," lirih Qing Xuan. "Terima kasih untuk tidak membunuhku. Terima kasih untuk terus menjagaku selama ini. Terima kasih untuk segalanya. Tapi," Qing Xuan berhenti. Memejamkan mata, Qing Xuan dapat merasakan air mata yang mengalir dari sudut matanya. "Sepertinya, sampai di sini saja. Masa hidupku akan berakhir sampai di sini saja."
Pegangan pada tongkat yang menjadi penopang hidupnya selama ini, mengerat. Angin berhembus dari dasar lembah tempatnya singgah untuk beristirahat. Menyapu dedaunan juga wangi bunga yang membelai wajah keriputnya. Qing Xuan tersenyum lemah. Untuk menikmati keindahan semacam ini, hidupnya benar-benar sebuah anugerah.
"Ming-xiong," jeda Qing Xuan. "Di kehidupan selanjutnya, akankah kita bertemu lagi?"
He Xuan, yang sudah tidak terikat dengan waktu, tidak pernah memikirkan kematian. Tidak pernah berpikir akan menua lalu mati. Dulu, sewaktu dia masih manusia, mungkin dia pernah menginginkan hidup bahagia hingga ajal menjemput. Setelah menjadi iblis, dia lupa bagaimana rasanya ditinggalkan. Namun, dengan perginya Qing Xuan, He Xuan ingat rasanya kehilangan.
Butuh waktu sepersekian detik untuk He Xuan bergerak dari tempat persembunyiannya setelah menyaksikan tubuh Qing Xuan tumbang. Gerakannya cukup cepat hingga masih sempat menangkap tubuh Qing Xuan sebelum membentur rerumputan. Dapat dirasakannya tubuh Qing Xuan yang mendingin dengan cepat. Tidak ada napas yang tertangkap, 'pun detak jantung yang terdengar.
"Shi Qing Xuan," panggil He Xuan.
"Shi Qing Xuan!" Suara halus He Xuan berubah menjadi teriakan.
"Qing Xuan, jangan bercanda! Gurauanmu sungguh tidak lucu!" He Xuan masih tidak bisa menerima.
"Yang berhak merenggut nyawamu hanyalah AKU! He Xuan, Iblis Hitam yang Menenggelamkan Kapal! QING XUAN!"
Kapan terakhir He Xuan menangis? Berabad-abad lalu saat tunangannya meninggal, sepertinya. Dia tidak ingat.
Namun detik ini, kehilangan seseorang yang berharga baginya, merupakan pukulan lain di kehidupan He Xuan. Dia meraung, memanggil-manggil Qing Xuan. Tapi empunya nama tidak juga menyahut. Tubuh dingin dalam rengkuhan dia peluk erat seakan takut raga tersebut akan menghilang. He Xuan menangis, setelah berabad-abad hatinya mati rasa.
"SHI QING XUAN!"
***
Pernah suatu waktu He Xuan bertanya pada Hua Cheng, bagaimana rasanya menunggu selama delapan ratus tahun?
Hua Cheng tidak langsung menjawab. Pria tersebut malah tersenyum secara misterius sebagai jawaban. He Xuan sadar, hal tersebut bukan sesuatu yang bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dia sudah tahu jawabannya.
***
Bukan hal mudah menunggu ratusan tahun untuk balas dendam. Lebih sulit lagi menunggu seseorang bereinkarnasi. Tapi He Xuan yakin, Qing Xuan akan terlahir kembali. Bagaimanapun dia pernah menjadi dewa, kebaikan tidak bisa dibandingkan dengan kehidupan He Xuan. Lalu takdir mulai menggerakkan jemarinya.
Musim panas tahun 20XX, He Xuan menemukan Qing Xuan. Sama dengan Qing Xuan di masa lalu. Senyum cerahnya, suaranya yang riang, serta konyolnya pemuda tersebut yang tidak bisa dibendung.
"Xuan-ge, kalau kamu tidak cepat, kita bisa kehilangan jejak kakakku!" Dan masih memiliki Brother Complex.
"Aku tidak ingin dia berkencan dengan Ling Wen! Kita harus menggagalkan kencan mereka." Qing Xuan masih menggerutu sementara tangan He Xuan secara cekatan menghias wajahnya dengan riasan milik perempuan.
Kekonyolan Qing Xuan bisa mengundang sakit kepala, tapi lebih konyol lagi He Xuan yang mau-maunya saja menuruti keinginan Qing Xuan. Sampai pada bagian bibir Qing Xuan, He Xuan kehilangan fokus.
"Xuan-ge," panggil Qing Xuan sembari memiringkan kepalanya. Heran kenapa He Xuan tiba-tiba berhenti.
"Ge!" Seruan Qing Xuan berhasil menarik kesadaran He Xuan.
Terburu-buru, pemuda yang lebih tua itu mengoleskan pewarna bibir merah muda. Qing Xuan diam tidak bergerak. Takut menghancurkan kerja keras He Xuan kalau dia banyak bicara.
Setelah akhirnya segala proses selesai, Qing Xuan melihat pantulan dirinya di cermin.
"Ge! Kenapa bibirnya begini? Lipstiknya berantakan. Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?" Qing Xuan marah. Marahnya mirip gadis yang cemburu pada kekasihnya. Dia memukul dada He Xuan bertubi-tubi. Biarpun disebut memukul, pukulannya tidak ada yang benar-benar membuat He Xuan kesakitan.
Bodohnya lagi, He Xuan malah cekikikan dibuatnya. Ratusan tahun yang dilaluinya, menunggu dalam ketidakpastian, membuat pribadi He Xuan berkembang secara mengejutkan. Dia yang tidak pernah tersenyum, selalu terlihat suram, minim bicara, berbanding terbalik saat bersama Qing Xuan. Jika Hua Cheng melihatnya, pasti dia sudah menatap He Xuan tidak percaya sambil berkata, "Iblis mana yang sudah kamu makan?"
Namun He Xuan tidak ambil pusing. Waktu yang dilaluinya bersama Qing Xuan sangat bermakna. Tiap jam, tiap menit, serta tiap detiknya. He Xuan tidak ingin menyia-nyiakannya. Tidak sampai Qing Xuan menua dan mati. Untuk kedua kalinya, He Xuan akan terus berada di samping Qing Xuan. Bedanya, dia akan melindungi dan menjaga Qing Xuan dalam jarak yang lebih dekat.
.
.
Angkasa 7: Kim Jonghee
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Bercerita
Historia CortaAda satu semesta, dengan berlapis-lapis angkasa. Matahari-matahari pada tiap angkasa gemar dan lihai bercerita. Maukah kamu mendengar cerita mereka?