Kloset yang Maha Kinclong

67 7 1
                                    

Rombongan warga membawa hajat masing-masing, banyak juga yang menggenggam kertas tisu. Semua berkumpul di persimpangan jalan Desa Toilet Duduk. Biasanya para penyembah datang secara anarkis, lengkap dengan korban yang telah necis.

Setiap hari ada saja penyembah yang datang membawa persembahan. Gunanya untuk dijatuhkan ke dalam lubang penuh kenikmatan. Jangan khawatir, habis itu dapat hadiah yang memuaskan.

Hal ini membuat Abbas Ifrit ketagihan; dia hamba yang setia. Tak ada hari tanpa kongko di atas dudukan. Kalau ada waktu luang, dia menggandakan jumlah persembahan. Sebagai imbalan, toilet memberikan Abbas suatu kelegaan. Perutnya jadi bersih dari cacing pita yang berserakan.

Setelah selesai menyembah Toilet Duduk, si Jin Biru kembali melakukan aktifitas. Iya. Dia membersihkan Tuhan sendiri. Ibarat marbut, tak digaji pun tak masalah, hal terpenting adalah mendapatkan ketenangan batin, dan siraman rohani begitu menekan tombol flush.

Masalahnya hanya satu: teman sekamar Abbas, Aidan Tahan. Bisik-bisik tetangga, si Kurus iri sama Abbas. Soalnya dia terlalu lama memakai toilet kamar Inisial A.

Aidan 'kan juga butuh kongko!

Semenjak Abbas mempertebal imannya pada Toilet Duduk, teman sekamar jadi harus mengungsi ke kakus sebelah.

Aidan ini gaymers ganteng idaman homo Akademi. Dia memang kadang anti sama toilet kamar sendiri. Suka menahan air seni karena takut dibilang tidak aestheticc. Tapi tetap butuh kongko!

Begitu kencing sudah di ujung pipa, Abbas masih sibuk bercinta, dan bercerita—mengadu pada Tuhan yang maha kinclong. Aidan otomatis menggedor pintu kamar mandi.

"Bas! Woi! 'Udahan, woi!"

Abbas balas teriak dari dalam, "Apa, sih? Cari tempat lain sana. Saya sudah PW!"

Aidan tak mau kalah. Toh, dia juga punya hak bercerita pada Tuhan-nya Abbas. "Bas! Lima menit belum keluar, kusemprot kloset pakai Baygon!"

Tiba-tiba pintu toilet terbuka. Abbas keluar membawa seember air suci dari mulut Tuhan sendiri. Dia membaptis Aidan, penuh kemenangan. Decihan sombongnya menggegerkan kamar nomor satu.

"Saya bilang cari tempat lain, bangsat!"


Angkasa 4: 2(Z-W) Sacha Thorne

Angkasa BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang