Deretan kucing mengantre pembagian parsel. Terlihat para hidung mungil, berbulu panjang, dan berkaki pendek berbaris rapi menunggu giliran. Terkecuali, kucing-kucing gelandangan cuma bisa menonton, berbisik dengan pipi penuh jelaga dan berkedut.
Si Oren kemarin dibalang* pantat panci, separuh wajahnya penuh coreng jelaga. Sayangnya, si Belang terlalu hapal wujud serta perawakan karibnya ini. Dengan sekali lihat, dia sudah tahu bahwa si malang yang terperangah, yang pada akhirnya langsung mencerca pertanyaan, “Eh, memang apa isi parselnya?” adalah Oren.
“Sudah jelas persediaan pakan, la. Olahan-olahan biskuit ikan paling enak sekota.”
“Ah, masih enakan ikan asin mesti.”
“… juga sebungkus kebanggaan.”
“Halah, mending kasih aku ikan asin udah. Kalo nggak ada, malas ah disuruh baris di sana.”
“Jangankan ikan asin dari mereka, jadi salah satu yang berbaris di sana pun susah banget. Kamu paling nggak bisa.”
“Akan kutunjukan bahwa aku juga punya kebanggaan, nggak hanya sebungkus, puluhan—atau ratusan, ya? Pokoknya aku juga punya.”
“Heh, jangan nyari masalah!”
Apa daya Belang, nasihat diberikan tapi tak sanggup menghentikan tekad. Oren telah berangkat, menjemput keributan pada mereka yang tengah berbaris rapi. Pemimpin yang mempunyai bulu paling halus berdiri. “Hei! Siapa kau? Tak tahu malu ikut berbaris di sini.”
Jajaran Persia terbahak-bahak.
“Kau tak pantas mengharap sebungkus kebanggaan. Apa pencapaianmu?” Masih si Pemimpin yang berbicara.
Tak lama kemudian, timpalan Angora menyusul, “Apa kau pernah memenangkan kontes kecantikan?”
Terdengar suara Persia lagi, “Seberapa halus bulumu?"
Ya ampun, Oren nyaris mendekat dan memeluk para bola bulu ini, karena begitu menggemaskan. Namun, terlebih dulu dia akan mengurus tekadnya tadi yang sudah memucuk di ubun-ubun.
“Saya punya! Anda pernah mendengar kata sahabat? Nah, itu kebanggaan saya.”
Hahaha, sekumpulan Persia lagi-lagi terbahak. Pemimpin tak kalah ikut menertawakan. “Setidaknya kau punya bakat membual, Gelandangan.”
“Oh, mari kita lihat.”
CRING!
Kesepuluh cakar Oren mengeluarkan kuku panjang, runcing nian. “Seberapa banyak anggotamu yang bersedia melawan, demi Pemimpin yang paling dibanggakan?”
“Kau meremehkanku? Kurang ajar!” Pemimpin mengacungkan cakar—tetapi semuanya tumpul karena sudah dimeni-pedi—sebagai isyarat maju menyerang.
Tiba-tiba saja Belang yang membawa sekitar sepuluh kawanan si Hitam ikut maju dan berdiri angkuh di depan Oren, tidak seperti beberapa waktu yang lalu ketakutan saat Oren hendak menyela barisan.
Sementara itu di pihak Pemimpin ….
Para Persia menahan napas, Angora bahkan mulai menangisi nasib kuku-kuku yang telah dimeni-pedi. Sisanya, si kaki pendek sudah kabur duluan.
Kini giliran Oren yang terbahak.
“Jadi, Tuan. Inilah kebanggaan saya. Satu-satunya yang bisa menjadi pegangan saya adalah, kawan-kawan yang akan selalu bersedia membantu tak peduli di kala senang maupun susah.”
•÷•
Catatan kaki:
*dibalang : dilemparAngkasa 6: 3(Sun-H) Park Seul
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa Bercerita
Historia CortaAda satu semesta, dengan berlapis-lapis angkasa. Matahari-matahari pada tiap angkasa gemar dan lihai bercerita. Maukah kamu mendengar cerita mereka?