Tak Seharusnya

18 1 0
                                    

"Ar, hubungan kita udah sejauh ini, loh. Tapi, kenapa kamu masih nggak ada niat buat serius?"

Arif mendengkus. Bukan marah, tapi kesal karena terus saja dihujani pertanyaan yang terlalu menuntut. Hubungan sudah berjalan satu tahun. Namun, tak ada keseriusan di antara keduanya. Ralat, Arif yang tidak pernah bisa diajak untuk serius. "Apa sih, Vin? Bisa 'kan, kita bahas yang lain? Bosen aku denger pertanyaan kamu yang berulang terus."

Vina menghela napas panjang. Memang benar, yang mengajak menjalin kasih adalah Vina. Karena dia lebih dulu menaruh hati pada Arif. Sementara, lelaki itu menerima Vina dengan alasan ingin melupakan mantan pacarnya yang telah berselingkuh dengan yang lain.

"Kamu masih inget Arin, ya? Jujur sama aku."

"Kalo iya, kenapa?"

Arif menatap Vina dengan tatapan tak berdosa Melupakan Vina yang terpaksa menerima pengakuan menyakitkan dari sang kekasih. Menerima fakta bahwa Arif masih saja belum bisa melupakan mantan kekasihnya.

"Lalu, untuk apa hubungan ini berjalan? Apa kamu nggak pernah punya rasa atau sesuatu yang bikin perasaan kamu berubah, Ar?"

Arif mengikis jarak dan sekarang menatap tepat di depan wajah Vina. Sebenarnya, ini terlalu menyakitkan untuk Vina. Arif menyadari Vina adalah gadis yang baik. Bahkan, selalu menunggu dan tidak pernah berhenti memberikan perhatian padanya. Namun, masalah hati siapa yang tahu?

Bukankah yang lebih jahat adalah berpura-pura baik? Arif memegang kedua bahu Vina. Bahkan, dia bisa melihat ada gurat kecewa dan sedih di waktu bersamaan. Sungguh, Arif tidak ingin menyakiti Vina. Namun, apa yang harus diteruskan di antara keduanya?

"Aku minta maaf, Vin. Aku memang salah. Nggak seharusnya aku main terima ajakan kamu kemarin."

Hatinya melunak seiring dengan tatapan Vina yang memilih untuk bungkam. Terlalu kecewa, gadis itu bahkan enggan untuk melihat wajah Arif sekarang. Ada sesuatu yang retak di dalam sana. Jika akhirnya akan seperti ini, dia tak akan memaksa Arif untuk menerimanya.

"Aku belum bisa lupain Arin sampai sekarang. Bahkan, setelah dia punya hubungan dengan yang lain."

Hati Vina mencelos. Apa sepenting itu Arin sampai Arif belum bisa melupakannya? Vina merasa hubungan ini sia-sia. Percuma jika hanya satu orang saja yang berjuang.

"Silakan marah atau pukul aku sekalian. Aku nggak keberatan sama sekali."

"Kamu nggak salah, Ar. Aku yang salah. Maaf, pernah maksa kamu untuk coba buka hati."

Vina memaksakan dirinya untuk tersenyum. Mungkin, selama ini Arif terkekang. Menutup sesuatu darinya dalam waktu lama. Sejenak, keheningan melanda dua remaja itu. Tidak ada yang berani berbicara, sampai Arif sadar, Vina mungkin sedang tidak baik-baik saja.

"Sekarang, kamu mau kita gimana?" Arif bertanya dengan hati-hati. Sudah mengecewakan Vina. Sekarang dia tidak ingin menyakiti gadis itu untuk kedua kalinya.

Vina menggenggam tangan Arif. Entah kenapa kali ini genggamannya jauh lebih erat dan kuat. "Aku sama kamu, sekarang, kita bisa kembali jadi teman. Atau, anggap saja hubungan kita kemarin itu nggak pernah ada."

Genggaman Vina perlahan mengendur. Membebaskan Arif. Entah, akan ke siapa hatinya tertuju. Untuk saat ini, Vina ingin menjadi dewasa. Dengan tidak memaksa perasaan orang lain. Serta, menutup pintu sampai ada orang lain yang bisa membuka pintu itu kembali.

.

.

Penulis: 4(B-H) Minji Hwang 

Angkasa BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang