karena lo sakit
[]
Gue sibuk menautkan jemari erat selama perjalanan. Lisa yang berada di samping gue menoleh sekilas dan menepuk bahu gue lembut. Gue menunduk lebih dalam, menautkan jari lebih erat.
Rasanya sesak. Gue takut. Takut Jaehyun kenapa-kenapa. Takut kalau usaha gue malam ini sia-sia. Akhirnya, gue kembali nangis. Lebih deras dari sebelumnya. Bahu gue terguncang. Lisa mengusap punggung gue, dia nggak bicara sedikitpun.
Lima menit kemudian, kami sampai di rumah Jaehyun. Gue turun lebih dulu. Buru-buru gue mengusap ujung mata dan menghembuskan napas panjang. Gue memijat hidung dan menatap ke atas. Lalu tersenyum getir. Gue menggenggam bungkusan berisi bubur dan paracetamol lebih erat.
"Gue nunggu di depan, Ci," ucap Lisa dan gue mengangguk singkat.
Pagar rumahnya tertutup. Gue berusaha menggerakkannya sedikit. Ada seorang laki-laki menghampiri dengan seragam satpam.
"Orang rumahnya lagi ke luar semua, Mbak," ungkap satpam tersebut.
Gue menghela napas. Semua keluarga Pak Changwook memang di luar—masih di year-end party. "J-jaehyun... ada?"
Satpam tersebut terdiam sesaat. "Mmm.... Mbak-nya siapa, ya?"
"Saya pacarnya. Jaehyun udah nelepon saya, kok."
Satpam tersebut membukakan pagar, rautnya masih curiga. Gue melangkah masuk dan berlari kecil. Menggenggam bungkusan di tangan kiri lebih erat, dengan air mata yang mengalir lebih deras.
[]
"Oci? Kenapa ke sini?"
Gue menghambur ke Jaehyun begitu saja. Gue memeluk dia. Dia kaget. Gue nangis lagi. "Lo ke mana aja? Lo tuh ya... sumpah! Ngeselin!"
Jaehyun terkekeh. "Khawatir, nih?"
"Diem, deh!" seru gue dengan wajah kesal. Bisa-bisanya ngilang lalu malah ketawa padahal badannya panas banget. Gue melepas pelukan. "Lo harus makan, minum obat. Jangan banyak tingkah kayak sebelumnya."
Jaehyun tertawa lagi. Dia memeluk gue. Kali ini gue yang kaget. "Gue kangen banget sama Oci. Beneran. Maaf. Jangan nangis."
Gue hanya bisa diam. "Ayo makan—"
"Gini dulu. Gue kangen." Jaehyun terkekeh lagi.
"Lepasin, Jae. Badan lo panas kayak neraka."
Dia buru-buru mundur. "Lo kepanasan? Gak bakal nular, kan? Oci gak papa, kan?"
Gue tertawa kencang melihat rautnya yang kaget dan khawatir sekaligus. Persis anak kecil yang kaget melihat kucingnya mati mendadak.
"Makan bubur. Minum obat. Jangan banyak tingkah. Gue gak mau bahas apapun malam ini. Lo harus sembuh," ujar gue dan menyerahkan bubur.
Dia memberikan cengiran dan mulai makan.
Gue menghela napas pelan. Hampir sebulan lebih gue gak ketemu dia, rasanya memang serindu ini. Ketawanya, cengiran tololnya, suaranya, semuanya.
"By the way, kenapa lo ditinggalin sendirian, sih? Bonyok lo, kakak lo, adek lo; semuanya di year-end party. Lo sendiri di sini. Mana sakit, lagi."
Jaehyun menggeleng. "Di bawah ada Mbak, dua orang. Gue gak sendirian."
"Jujur, gue mau marah ke elo. Lo ngeselin, ngilang gitu aja. Tapi karena lo sakit, marahnya entar aja. Lo kapan wisuda?"
"Bulan depan," jawab Jaehyun lalu menunjukkan mangkuk buburnya yang udah tandas. "Habis."
Gue mengambil mangkuk dari tangannya, meletakkanya di nakas dekat ranjang. Lalu menuangkan obat ke sendok dan menyuapi Jaehyun. "Minum air banyak-banyak. Jangan lupa minum obat, makan yang banyak juga."
"Gak enak. Pait. Tapi bubur tadi enggak. Karena Oci yang ngasih." Jaehyun tertawa kecil dan mengusap kepala gue pelan. "Jangan nangis lagi, oke? Gue lagi benaran banyak kegiatan akhir-akhir ini. Tunggu gue, ya?"
Gue mengernyitkan dahi sesaat, agak bingung dengan kata 'tunggu'. Tapi gue hanya bisa tersenyum lebar dan berdiri. "Gue pulang dulu. Cepat sembuh, Jae."
[]
Minggu menjemput. Gue kembali ke weekend gabut dan kesepian. Penghuni rumah lain masih sibuk tidur. Gue gak sengaja terbangun dan gak bisa tidur lagi. Akhirnya yang gue lakuin hanyalah rebahan di couch ruang depan.
Gue mengambil remote dengan rasa malas tingkat dewa dan menyalakan televisi. Siaran pagi hari tidak menarik. Gue berpindah ke channel yang menayangkan film. Menonton film tanpa rasa ingin menonton.
Terdengar suara pintu dibuka. Gue menoleh singkat. Eunha keluar kamar dengan wajah ngantuk. Dia duduk di sebelah gue. Tapi karena gue rebahan, duduk dia terhalang.
"Ci, geser napa," keluhnya.
Gue mendengus. "Mager."
Eunha menyandarkan punggungnya dengan posisi aneh, karena kaki gue yang selonjoran tentunya. "Laper."
"Makan."
"Males."
"Tidur."
"Udah."
Gue berdecak. "Minggir dulu. Biarin gue masak telor."
Gue beranjak. Mulai memasak dengan wajah malas. "Ha, nyalain lagu dari HP gue."
Eunha berdeham dan meraih HP gue yang berada di dekatnya. Gue mulai menyalakan kompor, menuang margarin dan memecahkan telor di atas frying pan.
"Ada chat dari Jaehyun, nih," ucap Eunha seraya menatap ke gue singkat. Gue buru-buru meninggalkan dapur dan mendekat ke ruang tengah. Merampas HP dari Eunha—diiringi dengusan gadis itu.
Jaehyun
Pagi oci. Gue udah sembuh <3Jaehyun
Gue tersenyum lebar dan menatap foto itu cukup lama. Gue tertawa kecil lalu segera tersadar saat Eunha berteriak.
"TELORNYA GOSONG, OCI!"
[]
hit the star if u enjoy it!
-panda
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpas ✓
FanfictionKalau kalian jadi sekretaris CEO, jangan terlalu berharap ada kisah cinta fluff. Yang ada malah makan ati. Apalagi setelah ketemu anaknya yang kelakuannya mirip setan malam Kliwon. Si Jaehyun-Jaehyun itu. Highest Rank: #1 in Jaerose [042620] • jaero...