35 ➵ papa

5.3K 892 232
                                    

dari papa lo kan?!

[]

"Hah?"

"Iya, tolong cepat, ya."

Panggilan terhenti. Gue menggigit bibir kasar. Bingung sendiri. Lalu otak story gue mulai menerka; apa Jaehyun akan diusir atau mungkin dia mau dieksekusi?

Lagipula, ngapain juga Pak Changwook nanya hal favorit Jaehyun ke gue?

Bapaknya aja ga tau, apalagi gue.

Rose
Jae drop tempat yang mau lo kunjungin sama apa yang mau lo makan di sana

Beberapa saat gue menuggu. Chat gue gak kunjung dibalas. Akhirnya gue memilih menelepon dia.

"Jae?"

"Kenapa, Ci?"

"Lo mau ke mana? Mau makan apa?"

"Hah? Kenapa memangnya?"

"Buruan jawab," desak gue sembari memainkan kuku. Gugup.

"Lo mau ke mana?"

"Lah. Malah nanya gue."

Jaehyun tertawa. "Jawab aja."

"Gue pengen ke Ancol sambil makan seblak," jawab gue asal.

"Ya udah. Gue juga pengen ke Ancol sambil makan seblak."

Lantas panggilannya berakhir begitu saja. Gue mendengus kesal. Sungguh enggak jelas.

From: Rose
To: Bos Tua
Jaehyun mau ke Ancol sambil makan seblak Pak.

[]

Author Side

Jaehyun menatap heran ke bungkusan seblak di tangan kanannya. "Papa ngapain ngasih Jae seblak?"

"Katanya kamu mau seblak," jawab Changwook santai seraya meletakkan bungkusan besar ke sisi kosong di sebelahnya.

Di pinggiran pantai dengan semilir angin sore, Jaehyun malah ingin makan ikan bakar sama minum air kelapa daripada seblak panas dan pedas.

"Kamu udah dua puluh enam tahun, kan?" Changwook memulai percakapan.

Jaehyun gelagapan. "Hng, iya. Tumben Papa inget."

"Kamu udah dewasa. Beberapa tahun lalu, Jae yang Papa inget itu yang selalu bikin Papa dipanggil ke sekolah. Sekarang kamu udah besar, udah dewasa. Udah punya tanggung jawab sendiri," ungkap Changwook dengan mata menatap kosong ke depan.

Jaehyun hanya mengangguk patah-patah dan meletakkan seblak ke area kosong di sebelahnya. Dia memulai hal yang ia sangka ingin papanya obrolkan, "Papa kalau mau ngomong tentang perjodo—"

"Papa setuju sama kamu."

"Hah?" Jaehyun tidak mengerti. Begonya mendadak kambuh.

"Kayak yang tadi Papa bilang, kamu udah punya tanggung jawab sendiri. Kamu kerja lembur kayak kuda, jual laptop kesayangan kamu, pakai uang tabungan dan sebagainya; Papa yakin kamu memang se-serius dan yakin dengan tanggung jawab kamu untuk perempuan itu."

"Papa... tau aku kerja?" Jaehyun mengernyit heran. Dari mana Changwook tahu?

Changwook berdecak. "Papa cukup kaya untuk nyewa orang buat ngikutin kamu. Papa juga tau kamu saling suka sama Rose."

Jaehyun menelan ludah kasar. "Papa yakin aku boleh batalin perjo—"

"Papa bakal hidup dan gak bakal miskin tanpa perusahaan mereka. Tapi Papa gak bisa hidup tanpa anak-anak Papa."

"Agak lebay," gumam Jaehyun.

Changwook tidak menjawab dan mengambil bungkusan besar di sampingnya. "Papa tau kamu nangis di malam kamu jual laptop itu. Cengeng dasar. Ini buat kamu. Jangan berlebihan gaming-nya. Inget waktu."

Pupil Jaehyun membesar. Mulutnya juga ikutan. "INI ASUS ROG, PA?!"

"Ck, ga ada makasih lagi. Durhaka dasar."

"Makasih, Pa!" Jaehyun berbinar. Pandangannya tidak lepas dari kotak laptop gaming itu. Meraba lapisan luarnya dan berdecak kagum berkali-kali.

"Rose itu anak yang baik, dia pekerja keras. Jaga dia. Jangan bikin anak orang nangis. Sampai kejadian, Papa coret kamu dari KK."

Jaehyun menatap Changwook cukup lama. Lalu dia memeluk papanya itu; agak canggung. Lantas cowok itu bergumam, "Makasih, Pa...."

[]

Memiliki anak perempuan adalah kebanggan tersendiri untuk seorang ayah. Tapi jika ada yang mencintai dia sama dengan cinta ayahnya; ada sebersit rasa tidak rela di sosok ayah itu.

Contohnya Park Seojoon sekarang. Mnegetahui si Jaehyun-Jaehyun itu naksir anaknya, dia merasa harus mengetes bocah tersebut.

Mana bisa orang sembarang menyukai anak gadisnya. Walau dia tahu Jaehyun punya aura mempesona yang mirip dengan dia. Tapi tetap saja, si Jaehyun harus dites.

"Apa, sih, Pap?" Rose mengacak rambut kasar. "Aku sama Jaehyun gak pacaran."

"Udah. Pokoknya minggu depan kamu ke Bogor lagi. Ajak Jaehyun. Papa udah ijin ke Changwook untuk bawa anaknya."

Rose mendengus. "Ngapain ke Bogor, sih? Aku udah makan lapis talas kemarin."

"Kamu ke Bogor cuma mau makan lapis talas doang? Bukan buat ketemu Papa? Durhaka dasar. Kakaknya Caplang nikahan. Kamu lupa atau makin bego?"

"Papa!" Rose bersungut. Iya, sih, dia bego; tapi tidak perlu diperjelas juga.

"Ya udah. Pokoknya bawa Jaehyun. Papa tutup. Assalamualaikum."

Rose mendengus. Apa-apaan ini. Pemaksaan. Gadis itu memikirkan seribu satu kalimat untuk mengajak Jaehyun ke Bogor. Cowok itu bukan supir pribadinya.

Lantas, suara Eunha terdengar dari luar, "Oci! Ini Jaehyun bawa seblak!"

[]

"Ngapain ke sini?" Rose bertanya saat mereka berdua sudah duduk di bangku taman komplek. "Ini seblak juga udah dingin. Dari papa lo, kan?"

"Kok tau?" Jaehyun mengernyit. 

"Gak modal, cih." Rose berdecih tapi tetap memakan seblak itu. "Enak. Makasih."

"Jawab jujur, HP yang gue kasih ga lo pake, kan?" Jaehyun menatap curiga. Mendadak teringat dengan benda pipih kotak itu.

Rose menjawab namun tetap fokus pada seblak, "Enggak. HP sebelumnya masih bagus. Sayang tau."

"Bagus. Hemat. Makin yakin buat dijadiin istri."

Uhuk!

Rose tersedak. "Apa-apaan?!"

"Udah. Makan aja seblaknya. Gue mau liatin lo sampe puas. Kangen soalnya."

Rose mendengus. "Orang gila. Oiya, Jae.... Kita, kan, ga jadi jalan bareng. Lo mau gak?"

"Mau," potong Jaehyun cepat sambil tersenyum lebar.

"Emang lo tau mau ke mana?"

Jaehyun menggeleng. "Enggak. Tapi asalkan sama Oci gue mau ke mana aja."

"Ck. Orang gila."

[]

mau nanya dong guys, mingyu cocok sama siapa kira-kira?

hit the star if u enjoy it!

-panda

Alpas ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang