𝟎𝟓 : 𝐑𝐞𝐝 𝐇𝐨𝐨𝐝𝐢𝐞

213 28 2
                                    

Laki-laki bersurai hazelnut itu memicingkan matanya ketika sekali lagi dalam hari ini ia mendapati Chenle tengah tersenyum sembari mengaduk kopinya, Chenle memang laki-laki yang ceria, senada dengan warna rambutnya, tetapi ia tidak pernah tersenyum tanpa alasan seperti saat ini, ketika dirinya telah berpindah pada sofa didepan televisi, laki-laki dengan cangkir kopi di tangannya itu masih tersenyum

“Belakangan kau lebih banyak tersenyum.” Ujar laki-laki yang duduk di atas karpet sembari mengganti chanel pada televisi dengan remot digenggamannya

“Oh, benarkah?”

“Kenapa? Kakekmu baru saja membangunkan sebuah pacuan kuda untukmu di Swiss?” laki-laki itu, Haechan mengamati Chenle yang kini menyesap kopinya

“Kau ini bicara apa?”

“Kau tidak tau? Kau banyak tersenyum belakangan, kau tersenyum tanpa alasan jadi kupikir mungkin kakek atau ayahmu sedang memberikan warisan berupa bongkahan bukit emas atau apapun itu.”

“Aku? Tersenyum? Aku tidak pernah merasa seperti itu.” Kini Chenle meraba bagian wajahnya yang terasa hangat

Laki-laki dengan surai hazelnut itu, Haechan, mencebik, kemudian pandangannya berubah serius “Kudengar ada kasus baru disekolah?”

Kini Chenle meletakkan cangkirnya diatas meja, beralih merangkul sebuah bantal sembari menatap Haechan dengan serius, bagaimana bisa Haechan tau?

“Aku tau ketika Haera memintamu untuk melanjutkan tahun seniormu disekolahku, dia sedang berusaha memecahkan sesuatu yang tak bisa ia pecahkan sejak awal. Dia memintamu karena agensi tidak pernah memperkenalkanmu ke muka publik sebagai trainee.”

Apa yang Haechan katakan memang benar adanya “Aku cukup sering mendapati Renjun berbicara dengan seseorang misterius dengan hoodie merah, aku tidak yakin apakah dia cukup mudah bergaul dengan banyak orang, karena ia cukup tertutup. Setelah pertemuannya dengan orang itu, ia selalu menyelinap keluar dorm di malam hari.” Lanjut Haechan

Pernyataan yang baru saja Haechan sampaikan memang sejalan dengan apa yang Chenle rasakan mengenai Renjun. Laki-laki itu cukup pendiam, ia lebih banyak memendam daripada mengungkapkan apa yang berada didalam pikirannya. Dirinya juga pernah mengatakan pada Chenle bahwa ia hanya bergaul dengan Haechan, Jeno, Jaemin juga Jisung.

“Aku tidak mau mengambil kesimpulan begitu saja, jika apa yang kau lihat memang seperti itu, aku akan mencari tau lebih lanjut.” Balas Chenle, diikuti dengan anggukan oleh Haechan

Haechan bangkit, kemudian berlalu masuk kedalam kamarnya, hanya dalam hitungan detik laki-laki jangkung itu kembali keluar dan menduduki posisi semula

“Semoga benda ini setidaknya membantumu, aku tau semua ini tak mudah untuk kau lalui seorang diri, mintalah bantuan kapanpun kau merasa kesulitan.”

Haechan menyerahkan sebuah kotak hitam berukuran sedang pada Chenle, sedang laki-laki bersurai orens itu menerimanya ragu-ragu, kini ketidakpastian langkahnya semakin mengabur, dirinya juga tidak tau harus mengambil langkah apa setelah ini. semua terasa berat baginya, tiada hari tanpa ia harus berpikir keras dan menyusun rencananya seorang diri

Namun kini semua abu-abunya semakin putih, tak segera menemukan hitamnya. Ia sungguh berharap semua ini segera berlalu

“Bagaimana jika dialog yang ini kita ubah?” Eric melingkari sebuah dialog panjang dengan spidol biru ditangannya, sedang netranya menatap kearah kedua pemain yang tengah memperhatikan bagian yang ia lingkari

“Maksudmu kau akan hilangkan bagian ketika Willy Loman menyerahkan sebuah kotak pada Linda Loman?” Tanya laki-laki dengan peran Willy Loman, mau tidak mau Eric mengangguk

[3] ANATHEMA : The Last Theatre [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang