Pagi mulai menjelang ketika Jina berhasil membuka matanya, ikatan pada matanya telah dilepas oleh Kim Minju tanpa dipasang kembali. Sungguh, hanya dengan membuka matanya, Jina merasakan sensasi nyeri luar biasa pada area matanya, gadis itu menyentuh wajahnya, kemudian tersadar bahwa ikatan tangannya telah terlepas sepenuhnya, menyisakan bekas lilitan tali yang kemerahan hingga membiru
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, Jina mencoba untuk membuka ikatan pada kakinya dengan tenaganya yang tak seberapa. Ketika ikatan itu telah sepenuhnya terlepas dari kakinya, ia bangkit dari kursinya, namun agaknya hal itu tidak mudah karena kini dirinya harus tersungkur pada lantai berdebu tebal
Kakinya terasa begitu nyeri dan lemah, yang dapat ia lakukan hanya berusaha keluar dari tempat itu sebelum Eric dan Adora datang. Tangannya merayap pada dinding, sesekali ia harus mengatur napas dan bersandar karena tenaganya sungguh terkuras habis, tubuhnya penuh luka dan nyeri di hampir setiap inci kulitnya
Didengarnya derap langkah yang kian mendekat, dirinya bahkan belum jauh meninggalkan tempatnya diikat, tapi orang-orang itu telah kembali. Jina membawa dirinya bersembunyi dibalik dinding besar, gadis itu memegangi area dadanya yang berdegup kencang, ia memejamkan matanya, berharap mereka segera berlalu agar Jina dapat kabur dari gedung yang tinggi itu
“Hwang Jina?!”
Sialan
Jina mengangkat kepalanya, mendapati seorang laki-laki dengan setelan serbahitam berjongkok dihadapannya “Bagaimana bisa kau sampai kemari?”
Gadis itu merapatkan kedua telapak tangannya, memohon, “Tolong Son Eric.. biarkan aku pergi..” Jina tetap merapatkan kedua telapak tangannya, memohon hingga bersujud pada Eric, ia tak peduli dengan harga dirinya lagi, ia hanya ingin selamat
“Eric, Target 1 kabur..”
Suara itu berasal dari Adora yang kini mendapati Jina bersujud dihadapan Eric yang tengah berjongkok, gadis itu sontak mengangkat bahu Jina, membawa gadis lusuh itu bangkit
“Jina.. aku dan Eric sama sekali tak memiliki niat buruk padamu. Kau target kami, kau target 1, target penyelamatan..” Adora menatap lurus kearah Jina yang menangis, kedua gadis bersurai pendek itu hanya saling tatap selama beberapa detik “Jina.. kami akan menyelamatkanmu. Eric tolong bawa Jina ke tempat semula.”
“Tidak.. jangan..” Jina mencekal pergelangan tangan Adora yang hendak membawanya bangkit “Jangan siksa aku..”
“Kami tak melakukan apapun padamu. Satu-satunya orang yang menyiksamu adalah Nona Kim, dan kami harus mengatakan hal-hal seperti itu karena dia mengawasi kami..”
“Bagaimana bisa aku percaya pada kalian?” pertanyaan dari Jina sukses membuat Adora dan Eric terdiam selama beberapa saat
“Nona Kim tak akan kemari, dia akan sibuk dengan teater karena pertunjukannya adalah malam ini.” Adora kembali menatap Jina, tak ada kebohongan dimata gadis itu “Eric, ayo bawa Jina ke markas. Ini satu-satunya kesempatan kita..”
Eric tak bergeming selama beberapa saat, sebelum laki-laki itu berjongkok memunggungi Jina, menawarkan punggungnya “Aku yakin kau tak akan bisa berjalan hingga lantai dasar.” Ragu-ragu Jina mengalungkan tangannya pada leher Eric, Adora membantu Jina untuk naik diatas punggung Eric, kini mereka telah berjalan menuruni tangga hingga berhenti pada mobil hitam milik Eric
Adora membuka pintu tengah mobil Eric, membantu Jina untuk masuk, gadis itu mengambil duduk tepat disamping Jina, membawa kepala Jina untuk bersandar pada bahunya, sedangkan Eric kini mulai mengemudikan mobilnya
“Jina, kau benar-benar tak perlu mengkhawatirkan apapun, ketika menemui ibuku di rumah sakit untuk meminta obat anestesi yang Minju minta, aku bertemu dengan Chenle. Aku menjelaskan padanya bagaimana keadaanmu. Aku memintanya untuk tak mencarimu, sama denganmu ia tak langsung percaya padaku. Tapi jika ia dan Seongwoo membawamu, maka Kim Minju akan mempersiapkan scenario yang lebih buruk dari ini. jadi aku meminta Chenle untuk bersabar dan percaya padaku, jika aku akan membawamu padanya hidup-hidup.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] ANATHEMA : The Last Theatre [✓]
Fanfic[𝐍𝐂𝐓 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌 𝐗 𝐓𝐇𝐄 𝐁𝐎𝐘𝐙 𝐗 𝐏𝐑𝐎𝐃𝐔𝐂𝐄] Acropolis, sebuah teater megah yang mengusung nuansa abad 18 menjadi saksi bisu bagaimana potongan-potongan tubuh manusia itu sampai diatas panggung teater, membawa benang merah pada rangkaian...