Seorang gadis dengan surainya yang tak terikat sempurna duduk seorang diri di ruang interogasi, jaket hitamnya adalah jaket hitam yang ia kenakan semalam. Ada beberapa percikan noda darah kering disana, tak begitu mencolok
Agaknya sudah lima belas menit berlalu sejak petugas mengirimnya ke ruang interogasi, mengunci ruangan itu dari luar dan tak ada seorangpun lagi yang masuk. Namun ia yakin, dibalik kaca hitam tebal di sisi kirinya, para polisi sedang mengawasinya, melalui kaca dua arah
Ia memainkan jarinya telunjuk dan ibu jarinya, gusar. Gadis itu tak berhenti memainkannya, hingga salah satu kuku jarinya patah, ia mengumpat, karena kini jari telunjuknya mengeluarkan darah segar, tak begitu banyak, namun rasa perihnya bukan main
Gadis itu memutar bahunya, menatap kearah pintu yang terbuka, seorang detektif dengan kemeja navy dan celana hitam itu mengambil tempat diseberang meja, menyalakan sebuah tombol ‘on’ pada mikrofon dan kamera yang akan merekam segala bentuk interaksi antara dirinya dan detektif laki-laki dihadapannya
“Bisa kita mulai saja? Kau sudah menunggu cukup lama.” Ujarnya sembari merapikan kertas yang berserakan diatas meja “Nama Jo Yuri, usia tujuh belas tahun, kau cukup aktif di Acropolian, nama grup teater di sekolah. Benar?”
Jo Yuri mengangguk. Ia membenarkan segala pertanyaan dari detektif dihadapannya “Pada pukul 20:30 kau tertangkap kamera CCTV tengah membawa styrofoam box berukuran sedang, menuju keluar dari Acropolis dari pintu belakang. Apa isi dari box yang anda bawa saat itu?”
“Kau adalah seorang detektif. Mau bermain tebak-tebakan, apa yang tadinya berada didalam styrofoam itu?” ia justru menyeringai, Jo Yuri menarik keatas lengan jaket hitamnya, menampakkan pergelangan tangan kirinya yang dipenuhi luka sayatan, dibawah itu sebuah gelang hitam melingkar pada pergelangannya. Yuri merapikan ikatan rambutnya “Coba tebaklah.”
“Nona, kami tak akan menebak atau mengatakan sesuatu yang tak berdasar.” Balas detektif laki-laki yang dapat Yuri baca pada id card yang menggantung di lehernya, Ong Seongwoo “Kalau begitu, kenapa kau melukai Chenle?”
“Tentu saja karena ia pengganggu. Variabel pengganggu harus segera disingkirkan.” Jo Yuri merendahkan suaranya pada kalimat terakhir. Gadis itu kembali menyeringai, awalnya gadis itu tampak biasa saja, namun kini ia tampak sedikit mengerikan
“Kau mau tau, dimana keberadaan Yang Jeongin?”
••
Hari ini, hari rabu pagi, Ong Seongwoo datang ke sekolah Jina bersama dengan koleganya dari devisi lain untuk melakukan investigasi terhadap kecelakaan yang menimpa Jina beberapa hari yang lalu, pihak sekolah yang agaknya sulit untuk diajak bekerjasama kini memilih untuk mematuhi aturan penyelidikan
Ong Seongwoo masuk kedalam ruang konseling yang mendadak berubah fungsi menjadi ruang investigasi. Beberapa kali Daniel, koleganya mencoba menenangkan Seongwoo yang tampak tersulut emosi sejak persiapan interogasi dilakukan
“Kau bisa serahkan semuanya padaku jika kau tak siap melakukannya. Kau tau kan, penyelidikan tidak boleh dilakukan dengan emosi?” Daniel mengamati Seongwoo lamat-lamat, laki-laki yang kini menghembuskan napasnya berkali-kali itu memejamkan matanya, mencoba mengatur emosinya
“Aku baik-baik saja.”
Kang Daniel mengangguk, kursi kosong dihadapannya itu belum juga diisi oleh siswa yang sejak beberapa hari lalu mereka hubungi untuk melakukan penyelidikan.
Setelah sepuluh menit sejak waktu yang ditentukan, datang seorang gadis dengan surai panjangnya yang tergerai, tampak anggun dan menawan, ia bahkan menyematkan sebuah jepit mutiara pada rambutnya yang halus
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] ANATHEMA : The Last Theatre [✓]
Fanfic[𝐍𝐂𝐓 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌 𝐗 𝐓𝐇𝐄 𝐁𝐎𝐘𝐙 𝐗 𝐏𝐑𝐎𝐃𝐔𝐂𝐄] Acropolis, sebuah teater megah yang mengusung nuansa abad 18 menjadi saksi bisu bagaimana potongan-potongan tubuh manusia itu sampai diatas panggung teater, membawa benang merah pada rangkaian...