"F-Fiya, A-aku ... Menikah denganku."
Mata Fiya melebar karena terkejut.
Lelaki ini?
Ia menyipitkan mata, menatap lelaki di hadapannya saat ingatannya berputar kembali ke masa lalu, mencoba menemukan sosok familiar ini dalam ingatannya.
"Kak Ibra?" panggilnya dengan mata berbinar.
Apa ini Kak Ibra cucu nenek Su, yang sering bermain dengannya semasa kecil?
Sementara Fiya terbenam dalam lamunan, Ibra menatap Fiya dengan mata cerah.
Fiya mengenalnya!
Fiya tidak melupakannya!
Ibra mengulangi kalimat yang sama berulangkali di dalam hatinya.
Setelah mengulangi kalimat yang sama beberapakali, ingatan Ibra berputar tentang alasan mengapa ia datangi kesini, dam menatap Fiya denganpenuh permohonan.
"Fi-Fiya, jangan menikahinya. Aku ... kamu menikah denganku." Ibra mengulangi, jari-jarinya yang kurus dan pucat saling bertaut karena kegugupan dan kebingungan.
Ia menunduk, menggigit bibirnya sementara matanya berputar dengan cara yang aneh.
Dia tidak suka berbicara. Tapi Nenek selalu menasehati kalau ia harus harus mengatakan apa yang ia inginkan agar orang lain mengerti.
Dan sekarang ....
Ibra menegakkan pandangannya, menatap Fiya dengan pandangan bersungguh-sungguh dan penuh harap.
Sementara itu, Fiya menghadapi tatapan Ibra dengan keragu-raguan di hatinya.
Saat ini, Ibra mengenakan kaos putih polos, celana training hitam, dan sepatu kets putih yang membuatnya terlihat bersih dan segar. Rambutnya yang hitam dan lebat di sisir rapi yang membuatnya terlihat sedikit swperti kutu buku.
Fiya menghela napas. Jika ia mengingatnya dengan benar, Ibra seharusnya dua tahun lebih tua darinya. Tapi ...
Ia meneliti penampilan lelaki di depannya, lalu menghela napas untuk yang kesekian kalinya.
Mungkin karena Ibra hidup dalam dunianya sendiri, dan tidak berinteraksi dengan dunia luar yang gelap dan kotor, ia masih membawa suasana awet muda yang murni dan naif.
Jika bukan karena ia seorang pasien autis, Fiya berani bertaruh bahwa Ibra pasti menjadi apa yang disebut idola sejuta umat.
Sementara Fiya tenggelam dalam lakunan, Ibra yang menunggu jawaban Fiya menjadi lebih cemas.
"Fi- Fiya ... j-jangan menikah. Menikah denganku," Ibra mengulangi kalimat yang sama beberapa kali.
Semakin ia mengulangi, semakin cemas ia menjadi. Pada akhirnya, Ibra merasa awan gelap membayangi dunianya, guntur dan petir saling bersahutan yang membuat otaknya terasa menyakitkan.
Ibra menggeleng, berusaha menyingkirkan awan hitam di dunianya.
Tidak!
Ia tidak boleh sakit di depan Fiya!
"Kak Ibra! Ada apa denganmu?" Bangun dari keterkejutan, Fiya bertanya dengan ekspresi cemas setelah melihat wajah Ibra yang kesakitan. Bibir lelaki itu pucat dengan dahi basah oleh keringat.
Awan gelap di dunia Ibra seolah memudar mendengar suara Fiya, membuat dunianya kembali cerah saat ia menatap Fiya dengan tatapan penuh harap.
"F-fiya dia .... jangan menikah. Menikah denganku," Ia mengulangi, sementara Fiya kembali terbenam dalam lamunan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband
Teen FictionFiya Aulia, seorang remaja brokenhome dengan gejala selfharm yang terpaksa menikahi Muhammad Gibran, seorang spektrum autisme sekaligus teman masa kecilnya. Pernikahan itu membuat keduanya terjebak di dalam toxic relationship, di mana keduanya salin...