Selamat membaca dan jangan lupa jejak! ^^
Setengah jam berlalu ketika Fiya akhirnya keluar dari kamar mandi.
Membuka pintu kamar mandi, Fiya dikejutkan oleh kehadiran Ibra yang berdiri di depan pintu. Lelaki itu mengangkat tangannya dengan wajah di penuhi kerutan, terlihat ragu-ragu apakah ia harus mengetuk pintu atau tidak.
Kasa putih di dahinya membuat Fiya tanpa sadar mengerutkan kening, dengan rasa bersalah dan kekesalan di hatinya. Hal ini membuatnya lagi-lagi menundukkan kepala, enggan menatap wajah sang suami yang membuat matanya terasa tersengat.
"I-istri, aku ...." Ibra memanggil, meraih ujung jubah mandi yang ia kenakan.
Hal ini membuat Fiya menghentikan langkahnya, lalu menatap jari-jari kurus dan pucat sang suami sebelum menghela napas panjang.
"Ada apa?"
"A-aku ... j-jangan ma-marah, a-aku ... Aku salah, m-maaf ...." Ibra merengek sambil menatap Fiya dengan tatapan menyedihkan.
Hal ini membuat Fiya diam-diam menarik napas panjang, lalu menghembuskannya sebelum memasang senyum lembut di bibir mu.
"Aku tidak marah," ucapnya sambil menepuk puncak kepala Ibra yang menunduk.
"Benarkah?"
Fiya mengangguk, menatap wajah sang suami yang di penuhi senyum polos dan cerah, sebelum melanjutkan. "Ya, akulah yang seharusnya minta maaf, aku ... Aku tidak seharusnya membentak mu. Maaf," ucapnya dengan tulus, sementara Ibra menggenggam tangannya sambil menggelengkan kepala.
"T-tidak! Istri tidak salah! Itu aku yang salah, a-aku ... Aku seharusnya t-tidak mendorongmu, a-aku ...." Sampai di sini Ibra tergagap, menundukkan kepala sambil menggigit bibir bawahnya.
"A-aku ... Aku seharusnya tidak sakit lagi, a-aku ... aku t-tidak menepati janji, a-aku .... " Ibra menunduk, menggigit bibir bawahnya dengan cemas.
Hal ini membuat Fiya diam-diam menghela napas panjang, lalu mengulurkan tangan untuk menepuk puncak kepala lelaki itu.
"Itu bukan salahmu, itu benar-benar aku yang tidak baik. Aku seharusnya ..." Fiya menunduk, berusaha menahan sesak di dadanya sebelum melanjutkan. "Aku tidak seharusnya membentak mu. Maaf," ujarnya mencicit.
"T-tidak! Istri tidak salah! I-ini a-aku! Istri k-kamu ... K-kamu jangan, jangan s-sedih! Aku ... Aku salah!" Ibra dengan panik menggoncang lengan Fiya, membuat Fiya yang menahan air matanya akhirnya tidak bisa mengendalikan diri untuk menangis.
Suara isak tangis Fiya membuat Ibra menjadi semakin panik, goncangan nya menjadi kian keras saat otaknya berputar cemas.
Dia menyakiti Fiya lagi!
Dia benar-benar membuat Fiya menangis!
Bodoh! Dia benar-benar autisme bodoh! Kenapa dia membuat Fiya menangis? Kenapa ... Kenapa dia tidak menepati janjinya?
Ibra dengan bingung berpikir, sementara Fiya yang menyadari keanehan suaminya mendongak.
Lagi.
Ia melihat wajah pucat lelaki itu di penuhi keringat.
Paman Ji pernah berkata bahwa seorang autisme seringkali memiliki rasa takut, dan kecemasan yang berlebihan.
Menghela napas panjang untuk meredakan emosinya, ia memeluk tubuh lelaki itu dengan erat dan memberikan wajahnya di dadanya.
Hal ini membuat Ibra tertegun di tempat dengan wajah linglung.
"I-istri kamu ...." Ibra bergumam dengan tubuh kaku, takut menggerakkan tubuhnya dan mengganggu Fiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband
Teen FictionFiya Aulia, seorang remaja brokenhome dengan gejala selfharm yang terpaksa menikahi Muhammad Gibran, seorang spektrum autisme sekaligus teman masa kecilnya. Pernikahan itu membuat keduanya terjebak di dalam toxic relationship, di mana keduanya salin...