03. Secangkir Cerita dan Segenjreng Tawa

1.2K 217 12
                                    

Banyak orang beranggapan jika anak senja selalu berkaitan dengan kopi, senja, dan bermain gitar.

Ayolah, tidak semua orang yang melakukan ketiga hal itu suka disebut sebagai anak senja. Memang apa salahnya jika minum kopi diteras sembari melihat jingga senja serta bermain gitar mengcover lagu?

Semua itu dilakukan semata-mata hanya untuk merefresh pikiran, dan juga mencari ide kawan.

...


Semburat jingga di langit sore kala itu adalah momen yang enggan Chello lewatkan. Duduk sila diteras dan ditemani secangkir kopi. Mirip anak senja? Iya. Tapi ia menolak jika dikatakan anak senja walaupun tingkahnya seperti anak senja.

Jika ditanya alasannya kenapa, Chello hanya ingin sesekali mengagumi indahnya semesta milik sang pencipta, klasik memang.

Biasanya Chello hanya akan duduk sendirian, namun kali ini berbeda. Tak ada yang mengundang, remaja bongsor yang menjadi teman baiknya tiba-tiba datang bertamu. Tumben. Padahal info yang ia dapat dari teman sekelas, tamu bongsor bernam Jevan ini adalah tipe orang yang jarang keluar rumah untuk sekadar main. Anak rumahan lah tepatnya.

"Ada angin apa kamu nyasar kesini?" Chello memperhatikan Jevan yang baru saja memarkirkan kendaraan pribadinya, motor matic berwarna biru.

"Aku terseret angin sepoi-sepoi, Chell," ucap Jevan mendramatisir, tak lupa ia juga mencolek dagu sohibnya.

Sementara itu, Chello sebagai korban yang dicolek langsung bergidik. Dih! Mimpi apa dia semalam?! Kenapa teman barunya jadi aneh?!

"Dijalan tadi, kamu ketemu Mas Elang, ya?" Chello sedikit mengambil jarak.

"Mas Elang? Yang aneh itu?!" Jevan mendesis tak suka saat mengingat kelakuan kakak kelasnya satu itu.

"Aneh gimana? Jangan salah lho! Mas Elang aneh gitu cuma cover aja. Kalau dia udah serius, karakter aslinya keluar. Lebih gahar dia." Chello berkata dengan raut wajah serius.

Sementara Jevan antara percaya dan tidak dengan ucapan sohibnya. Pasalnya setiap bertemu kakak kelasnya itu dia selalu dipertemukan sifat anehnya.

"Kenapa sih?" Jevan menoleh ke Chello karena merasa di perhatikan.

"Apanya?"

"Ngeliatin terus."

"Tumben kesini, kenapa?" Tanya Chello lagi. Ia beralih menatap semburat jingga yang makin merah.

"Main. Dirumah nggak ada orang." Jevan mengambil tempat duduk disamping Chello.

"Mau kopi apa coklat?" Tawar Chello yang tengah berdiri menatap Jevan.

"Kopi bolehlah."

"Sok-sok an minum kopi." Cibir Chello berlalu ke dalam rumah.

Tak sampai 15 menit Chello kembali dengan secangkir kopi yang masih mengepul.

"Pada kemana? Nggak biasanya ditinggal sendiri." Tanya Chello basa-basi. Ia kembali duduk di posisinya.

"Kak Joy lagi pergi kkn, Jisa dibawa bunda kerumah tante, ayah balik lagi ke Palembang." Jawab Jevan menghela napas panjang.

Chello mengangguk paham, "Kayak banyak pikiran gitu, kenapa?" Lanjutnya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Keliatan banget, ya?"

"Menurut penglihatan saya, sorot yang terpancar dari mata anda itu seakan-akan sedang mempunyai beban hidup." Jelas Chello dengan mengusap dagunya, niatnya ingin menambah kesan serius.

"Ada ya manusia yang nggak punya beban?"

"Ada."

"Siapa?"

Best Friend  | ChenJi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang