Katanya, setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Dan setelahnya, pasti kita akan dilanda rindu, terutama untuk kenangan yang sangat membahagiakan dan membekas di ingatan.
...
Entah ada angin apa, sekitar pukul 6 pagi tadi Jevan didatangi sahabat karibnya dan mengajak gowes, untung hari ini bertepatan dengan hari Minggu. Padahal, jam 6 tadi Jevan baru bangun dan masih mengumpulkan nyawa saat sohibnya itu mengetuk pintu kamarnya.
Tapi, karena melihat kondisi Jevan yang belum stabil, akhirnya dengan segala pertimbangan yang matang Chello merubah rencananya menjadi pukul 7. Ia masih memiliki hati nurani kepada sohibnya, lagipula kasihan jika Jevan harus menabrak tiang listik karena masih setengah sadar.
"Jadi? Ada angin apa kamu ngajak aku mainan pedal? Biasanya juga nggak mau." Celetuk Jevan, saat mereka mulai mengayuh sepedanya.
Chello diam sebentar, "Pengen aja. Siapa tau aku bisa jadi tinggi gara-gara sepedaan." Ucap Chello enteng.
"Tinggi kayak aku." Kata Jevan dengan penuh rasa percaya diri.
Chello menatap sinis Jevan yang berada depan nya. "Jadi orang tinggi nggak usah songong, nanti kalo mati ngubur sendiri lho." Katanya saat berada di samping Jevan.
"Sembarangan!"
Semenjak kejadian 3 bulan yang lalu, Jevan mengakui jika pribadi Chello sedikit ada perubahan. Mungkin, sohibnya itu sudah tidak se-cerewet dulu lagi.
Seperti minggu lalu contohnya, saat teman-teman angkatan mereka berkumpul untuk membicarakan acara perpisahan, Chello hanya diam dan mengiyakan, tak seaktif biasanya.
...
Duduk dibawah pohon dengan meluruskan kaki menjadi pilihan Jevan dan Chello. Alasannya karena lebih sejuk.
"Gimana kabar Kayla?" Tanya Jevan sebelum meneguk air minum yang ia bawa dari rumah.
Chello yang awalnya melihat ke arah balita menangis, kini mengalihkan pandangannya dan menatap Jevan sesaat. "Baik, masih cerewet kayak biasanya." Jawab Chello dengan tersenyum tipis.
"Alhamdulillah. Em... Chell, rencana kamu setelah lulus mau ngapain?" Jevan memainkan botol air minum miliknya.
"Tiba-tiba nanya kayak gitu?"
"Nggak papa sih, biar sesekali obrolan kita itu ada yang berarti."
Chello bersandar di pohon dan sedikit mendongak keatas untuk melihat birunya langit. "Rencana, ya? Kayaknya bakal ke Shanghai."
"Jauh juga."
"Ya gimana, udah terlanjur daftar sejak 4 bulan yang lalu. Aku juga nggak tau kalo bakal ngalamin situasi kayak gini." Kata Chello pasrah.
"It's okay. Apapun pilihan kamu kedepannya, yang penting yakin dan jangan ragu." Jevan menepuk pundak Chello sebelum berdiri menghampiri sepedanya.
Chello melihat Jevan yang berjalan didepannya. "Kalo situ sendiri gimana? Stay disini atau ke luar kota?" Celetuknya saat berdiri menghampiri sahabat bongsornya.
Jevan berhenti sesaat dan menoleh ke belakang, "Kayaknya stay disini, soalnya udah dapet beasiswa juga disini. Lagian bunda sama adek bakal balik ke Palembang karena kakek sakit, sementara Kak Joy harus ke Bandung karena kerjaannya."
"Nggak ngekos aja? Biar rame gitu."
"Nggak, hemat duit. Lagian kalo misalkan aku ngekos, yang mau jagain rumah disini siapa?"
Chello hanya mengangguk paham saat mendengar jawaban sohibnya yang masuk di akal. Memang benar apa yang dikatakan Jevan soal berhemat.
"Emang mau berangkat ke Shanghai kapan?" Tanya Jevan yang lekas mengayuh sepeda putih miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Friend | ChenJi ✓
Genç KurguKatanya, orang yang selalu ada disaat kamu lagi dalam kondisi bahagia dan terpuruk sekalipun, pantas menyandang sebutan sahabat, kan? Kalau begitu, Chello akan memberikan sebutan sahabat pada sosok bernama Jevan. Teman baru yang selalu ada disetiap...